4. Tiada Yang Meminta Seperti Ini

49 15 0
                                    

Setibanya di gerbang sekolah, pak Herman selaku satpam sekolah  membantu seluruh siswa yang berjalan kaki termasuk aku untuk untuk menyeberangi jalan di area depan sekolah. Suasana di sana tampak ramai, para siswa senamg riang gembira dan soraknya yang keras keluar dari gerbang sekolah bagai mendapat hadiah yang begitu mewah saja. Setelah menyeberangi jalan, aku segera duduk di sebuah lesehan yang tepat berada di sisi jalan. Beberapa menit aku menunggu, papa tak kunjung datang menjemputku tiba-tiba aku mendengar suara klakson kendaraan, seketika aku pun terkejut.

"E-eh Aldi, kamu kenapa ada disini? Bukannya kamu sudah pulang ya?"tanyaku pada sosok remaja periang itu, di tengah teriknya sinar matahari pada siang itu.

"Jemputan kamu belum datang kan?  pulang sama aku aja"Aldi mengalihkan pertanyaan lain padaku, sembari menawarkan ku tumpangan untuk mengantarku pulang.

"Tenang aja Aldi, papah ku pasti datang untuk menjemputku kok"bantahku singkat sambil tersenyum lebar.

"Sudahlah Wan pulang denganku saja, daripada menunggu papahmu yang masih lama untuk menjemputmu aku ihklas kok untuk membantu kamu Wan"tegasnya panjang lebar sambil menggunanakan helm dan menghidupkan motornya.

"Hmmm... Baiklah, kalau memang kamu mengingkannya sebelumnya terimakasih sudah membantuku"jawabku singkat sembari menerima tawaran Aldi.

Saat perjalan pulang, aku hanya diam di belakang, sementara Aldi menceritakan banyak hal yang ia lewati sepanjang hari ini di sekolah. Aku hanya mendengarkan ocehan Aldi dan mengiyakan beberapa pertanyaan yang ia ajukan padaku. Tak terasa aku sudah sampai di rumah kemudian Aldi berpamitan padaku.

"Makasih ya Aldi hati-hati ya jangan ngebut-ngebut oke"tegasku sembari mentap remaja periang itu dengan tersenyum.

"Sama-sama wan, ya sudah kalau begitu aku pamit pulang dulu ya. Sampai jumpa besok, lain kali jika papah kamu ada kesibukan dan lupa untuk menjemputmu, aku bisa kok membantu mengantarmu pulang"terang Aldi panjang lebar di tengah teriknya panas matahari di siang hari.

"Hmmm... Baiklah Aldi, aku tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk membalas kebaikanmu, tapi aku berjanji suatu saat aku akan membalas semuanya sekali lagi terimakasih ya Aldi"terangku padanya sambil berdiri dan menatapnya dengan terseyum lebar sementara Aldi segera menghidupkan motornya dan meninggalkan area halaman rumahku.

Aku segera beranjak untuk masuk ke dalam rumah, kemudian aku seperti biasa mengganti pakaian dan beranjak menuju ke dapur untuk makan siang. Setelah makan siang, aku menyalakan televisi untuk menonton acara kartun favoritku. Secara tiba-tiba terdengar suara deringan ponsel. Kemudian aku segera beranjak ke kamar dan menjawab panggilan suara dari whatsapp itu.

"Halo? Tanyaku singkat, sambil berdiri danencabut charger ponselku di kamar.

"Iya Wan, ini aku fiola kamu lagi sibuk nggak? Takutnya aku ganggu kamu"jawabnya sambil mengajukan pertanyaan padaku di waktu siang menjelang sore itu.

"Nggak kok fi, ada apa nih? Mau curhat soal tes kemarin? Atau hal yang lain?"jawabku singkat dan kembali mengajukan pertanyaan dengan rasa sedikit heran.

"Nggak kok Wan, bukan soal itu melainkan aku ingin bertanya tentang  kejadian yang menimpamu di sekolah tadi pagi. Karena tadi pagi aku sempat mendengar suara keributan di halaman sekolah, namun dengan keadaan saat itu sangat ramai oleh para siswa aku sulit untuk membantumu Wan"terangnya panjang lebar yang diiringi oleh rasa bersalah.

"Owalah soal itu tidak usah kamu bahas lagi fi, lagipula aku sudah terbiasa kok dengan hal-hal yang seperti itu hehe"jawabku sambil tertawa kecil di ruang keluarga sambil memakan makanan ringan kesukaanku.

"Aku tahu Wan, tapi setidaknya jangan sampai kamu terus-menerus seperti ini cobalah untuk melawan mereka"bantah remaja berkacamata itu dengan suara sedikit ditegaskan.

"Melawan? Dengan cara apa aku bisa melawan mereka yang kuat itu? Aku didorong pelan saja sudah jatuh tegelincir, lalu bagaimana aku bisa menaklukan mereka?"jawabku sembari memberi beberapa pertanyaan pada Fiola sambil terkejut heran akan pertanyaannya.

Untuk sesaat Fiola terbelalak dengan berbagai ucapanku namun, Fiola dapat mengatasi hal itu.

"Kamu bisa melakukannya Wan, kamu dapat bisa melawan mereka degan menunjukkan segala potensi yang kamu miliki"Fiola menjawab pertanyaanku dalam satu jawaban yang singkat dengan sedikit tegas.

"Hmm... Baiklah aku akan mencoba saran darimu makasi ya Fiola udah kasih saran semoga dengan ini mereka bisa paham atas apa yang aku lalui selama ini"terangku sembari berpikir sejenak akan saran Fiola.

"Ya sudah aku tutup ya telfonnya pikirkan saranku baik-baik dan jangan lupa untuk mempraktiknya oke"terangnya singkat sembari menunggu jawabanku sebelum menutup telfon dari aplikasi hijau itu.

"Oke Fi, makasih ya sekali lagi ya sudah kebetulan aku juga ada urusan yang harus aku kerjakan"jawabku singkat, kemudian Fiola menutup telfon dari aplikasi berwarna hijau itu.

Hari sudah menunjukkan pukul 17:00 WITA, itu artinya aku harus segera bergegas menyiapkan kebutuhan untuk memberi makan ibuku yang sedang sakit. Beliau telah mengidap penyakit diabetes militus selama kurang lebih 5 tahun, tentu tak mudah untuk menjalani itu, tapi kini lambat laun hal itu menjadi kebiasaan yang sering ku lakukan setiap hari.

"Nak, minta tolong ambil senanak nasi untuk ibu makan nak" pinta dari wanita hebat yang selalu ada bersamaku itu dengan lembut.

"Baiklah bu, tunggu sebentar ya Ikhwan akan ambil makanan dan segelas air untuk ibu"jawabku sembari bangkit dari duduk dan segera menuju ke dapur.

"Ini makanan dan segelas air  untuk ibu tercintaku, semangat ya ibu pasti bisa"ujarku padanya sambil tersenyum lebar untuk menyemangatinya.

"Iya nak, semoga Allah bisa mengangkat penyakit ibu, makanya setiap kamu solat selalu doakan ibu supaya ibu cepat sembuh"terangnya padaku sambil menatapku dengan wajah memelas sedih.

"Pasti kok bu, lagipula itu adalah kewajiban dari kami sebagai seorang anak yang berbakti harus mendoakan kalian yaitu orangtua kami bu"jelasku sambil mengusap rambut halus ibuku di sore itu.

"Nak kamu harus jaga pola makan kamu ya nak jangan terlalu banyak mengonsumsi makanan manis takutnya nanti kamu akan seperti inu nak, cukup ibu yang merasakan sakitnya penyakit ini"terangnya panjang lebar padaku sambil memakan sisa suapan terakhir makanan, kemudian meminum air.

"Hmm... Baiklah bu, aku juga tahu soal itu diabetes juga penyakit keturunan aku tahu dari buku biologi ku bu. Sabar saja bu ambil hikmahnya lagipula ibu tidak meminta kan untuk seperti ini sama halnya seperti yang ibu sering katakan padaku di saat anak-anak lain membully ku. Jelasku panjang lebar sambil menatap ibu dengan sedikit tegas..

"Iya itu memang benar nak, kamu juga semangat terus jika ada yang mengusikmu jangan hiraukan dia"pinta wanita hebat itu singkat sambil tersenyum lebar.

"Baiklah bu, akan ku bawakan piringnya ke dapur ya"ujarku sambil membereskan beberapa piring kotor dan membawanya ke dapur.

Setibanya di dapur, aku segera mencuci piring-piring itu dan melakukan pekerjaan rumah lainnya seperti mengepel menyapu dan menyiram halaman rumah dan beberapa tanaman yang ada di sekitar rumah.

Usik [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang