9. Lelah Yang Merasuki Jiwaku

54 6 2
                                    

Setibanya di kamar yang sangat gelap itu, aku merebahkan tubuhku di atas kasur yang berisi busa yang lembut bagaikan sandwich itu. Tapi nihil, berbagai macam usaha telah ku lakukan, dan semuanya gagal.

"Kenapa sih harus begini?" gumamku dalam hati sembari menggerutu dengan keadaan yang terjadi di kamar yang gelap gulita itu.

Tangisanku di malam itu sungguh sulit untukku lupakan, seolah-olah hatiku tergores dengan pisau yang sangat tajam. Rasanya sakit sekali, bagaikan sebuah daging yang di iris kecil-kecil. Namun, aku menangis tanpa suara, suasana kamar yang gelap gulita, disertai dinginnya udara di malam itu membuatku semakin tersentuk saja dalam kepiluan.

Waktu demi waktu semakin berlalu, malam semakin larut, suasana di malam itu semakin sunyi. Rasanya semakin sulit saja untuk tidur dengan nyaman, hingga aku merasa batinku tersiksa bagai dicambuk dengan rantai panas yang sangat menyala-nyala oleh sulutan api yang berkobar. Masalah kehidupan yang membuatku terusik kini makin menjadi jadi saja, aku menangis sembari menggigit sebuah bantal guling yang kenyal dan menggerutu atas masalah yang ku alami saat ini. Beberapa saat kemudian, setelah menangis aku dapat tidur dengan lelap.

Keesokan harinya, aku seperti biasa bangun pagi untuk mandi dan mengenakan seragam sekolah, kali ini aku mengenakan seragam pramuka. Kemudian aku pamit dan beranjak pergi ke sekolah. Suasana di pagi itu sangat gelap, awan pekat menutupi langit kota taliwang saat itu. Tak lama, butiran air hujan yang halus turun membasahi pipiku. Beberapa saat setelahnya, kini aku sudah tiba di area halaman depan sekolah.

"Halo Wan, gimana kabarnya?"pinta salah satu guru berkerudung warna biru tua sembari tersenyum lebar di halaman sekolah.

"Iya bu, alhamdulillah baik bu"jawabku singkat, sembari memberi uluran tangan untuk bersalaman, dan tersenyum lebar dan beranjak berjalan menuju kelas.

"Belajar yang rajin ya wan"pinta guru berkerudung biru tua itu singkat, dengan nada lembut yang disertai senyuman yang lebar.

"Siap bu guru"jawabku singkat, sembari berjalan pelan menuju ke kelas.

Beberapa saat kemudian, aku telah tiba di ruang kelasku. Suasana kelas saat itu sangat ramai dengan berbagai kegiatan yang hanya menghilangkan waktu luang semata. Sedangkan aku hanya terdiam bagai patung yang dipajang di ajang pameran seni, hanya saja ekspresiku memasang wajah sedikit datar. Beberapa waktu pun berlalu dengan singkat, tak lama terdengar suara bel disertai pengumuman yang suaranya sangat nyaring menusuk gendang telingaku, saat itu juga aku merasa tersentak kaget.

KRING.... KRING..... KRING....

KEPADA SELURUH SISWA DI PERSILAHKAN UNTUK BERKUMPUL DI LAPANGAN BELAKANG UNTUK MENGIKUTI PROSESI SABTU BUDAYA

"Huffft.... Padahal aku baru saja ingin menyantap hidangan nasi bungkusku untuk menjadi sarapan pagiku hari ini". Aku bergumam untuk sesaat, sembari menutup kembali bungkusan nasi yang sedikit terbuka itu kemudian aku meletakkannya di bawah kolong mejaku.

"Ya ampun heran deh, kenapa sih harus bikin pengumuman kaya gini toh ujung-ujungnya pas sampai disana masih sepi"pinta salah seorang remaja yang memasuki ruang kelas dengan sedikit kesal.

"Eh ternyata kamu ya Jo, aku kira siapa tadi. Kebiasaan emamg ya hobinya bikin kaget orang aja"jawabku sembari bangkit dari kursi kayu dan berjalan menuju ke luar kelas.

"Loh, kok aku? Kamu kali lagi bengong sendiri makanya kaget"jawabnya singkat sambil memasang wajah yang sangat kesal dan menyebalkan untuk dilihat.

Beberapa saat kemudian, Rudi datang ke kelas dengan berlari kencang hingga kucuran keringat membasahi wajahnya.

"Ayo, buruan keluar guru-guru udah jalan ke semua kelas!"pinta Rudi panik sembari memegang lututnya akibat lelah karena berlari.

"Aduh! Ya ampun ribet banget deh, kebiasaan ya setiap mau sarapan keburu bunyi bel duluan"jawab jojo dengan raut wajah yang sangat kesal.

Usik [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang