5. Menunggu Dengan Hati Yang Lapang

54 11 2
                                    

Setelah menyelesaikan semua pekerjaan rumah, tiba-tiba terbesit dalam pikiranku untuk keluar sejenak. Jaraknya tidak jauh dari rumahku, kebetulan di dekat rumahku terdapat satu lapangan yang areanya cukup luas. Biasanya setiap jam lima sore area lapangan dipenuhi oleh riuhan orang yang selalu bermain bola voli dan beberapa anak-anak dan remaja yang melakukan berbagai aktivitas lainnya. Sedangkan aku hanya duduk di atas tangga panggung yang berada tepat di tepi kanan lapangan. Secara tak sengaja sosok wanita yang membuatku terkejut.

"Wan, kamu kenapa?"tanya wanita berambut pendek itu sambil menpuk bahuku di sore itu.

"E-eh, astaga aku kira siapa ternyata kamu Nova, enggak apa-apa kok aku hanya menonton orang-orang yang sedang bermain voli saja"jawabku kaget sembari menatapnya dengan sedikit tegang.

"Hmmm.... Kamu yakin? Nampaknya kamu sedang ada masalah, kamu nggak bohong kan?"alibinya padaku sambil mengerutkan kedua alisnya.

"Enggak kok Nova, tenang aja aku baik-baik aja kok mungkin itu hanya pikiran mu saja"jelasku padanya sambil tersenyum lebar.

"Syukurlah kalau begitu, aku pun jadi tenang dengernya. Lain kali kalau kamu ada masalah kamu bisa kok cerita sama aku, kita kan udah temenan dari kecil jadi nggak apa-apa kok gausah sungkan"terangnya sambil menatapku kemudian tersenyum lebar.

"Iya Nova pasti kok, ya udah belanja yuk haus nih"pintaku sembari mengajak Nova untuk belanja di warung yang berada tak jauh dari lapangan.

"Wah kebetulan aku juga lagi haus nih hehe, yaudah ayo"jawabnya sambil tertawa kecil di sore itu.

Aku dan Nova segera beranjak untuk turun dari beberapa anak tangga panggung itu, kemudian kami cukup berjalan beberapa langkah, kami pun tiba di warung tersebut.

"Beli......."Ucap kami secara bersamaan di teras warung itu.

"Iya, beli apa?"jawab bibi yang mengenakan hijab berwarna hijau muda itu, sambil menatao kami dengan penuh riang.

"Pop ice nya dua ya bi, saya rasa taro dan teman saya rasa melon bi"jelasku pada bibi, sambil mengambil ponsel di dalam saku celana ku.

"Baiklah, akan segera saya buatkan ditunggu ya"jawab bibi singkat sambil  menyiapkan pesanan kami.

"Siappp bii" jawab kami sambil tersenyum lebar.

Sembari menunggu pesanan kami yang sedang dibuat, aku dan Nova beranjak duduk di teras warung sambil melihat pemandangan senja yang sangat indah di sore itu. Saat kami duduk tak ada percakapan diantara kami hanya terdiam bisu dan sibuk dengan kesibukan masing-masing. Beberapa menit kemudian, pesanan kami sudah siap dan aku segera membayarnya kepada bibi.

"Ini pesanan nya sudah siap, satu pop ice rasa rasa taro dan satu pop ice rasa melonnya"ujar bibi sambil tersenyum lebar.

"Berapa total semuanya bibi?"tanyaku singkat, sambil mengambil dompetku yang berada di dalam saku celanaku.

"Hanya enam ribu rupiah saja nak" jawab bibi singkat sambil menataplu dan terseyum lebar.

"Baiklah, ini uangnya ya bibi terimakasih banyak"terangku singkat sembari memberikan uang kepada bibi dan beranjak meninggalkan warung itu.

"Sama-sama nak, jangan lupa mampir ke sini lagi ya"pintanya dengan riang gembira di sore itu.

Setelah itu, aku dan Nova kembali beranjak pergi ke tangga panggung yang berada di sisi lapangan dan melanjutkan melihat sparing bola voli itu. Setibanya di tangga panggung, Nova kembali bertanya padaku.

"Wan, kamu yakin nggak punya masalah?"tanya Nova sambil meminum pop ice nya.

"Sebenarnya si ada, cuma aku nggak mau merepotkan mu aja kok. Aku juga ingin belajar untuk memendam masalahku sendiri"jawabku sambil  meminum pop ice dan melihat notifikasi yang masuk di ponselku.

"Maaf, merepotkan? Dalam hal apa? Dan kenapa?"tanya wanita berambut pendek itu sambil menatapku dengan sedikit rasa terkejut.

"Yah, siapa tahu kamu juga sedang memiliki masalah, aku tidak mau menambah beban masalah dan pikiran mu itu aja kok"alibiku padanya sambil mentapnya dengan sedikit tersenyum tipis.

"Ya ampun, kamu ada-ada aja deh kaya aku orang lain aja, santai pasti bakal aku bantu sebisa ku kok"terangnya singkat sambil menatapku dan tersenyum lebar.

"Ya udah kalo kamu memaksa, kamu kan tahu aku kaya gimana. Aku merasa beban yang aku pikul terlalu berat, aku diusik oleh orang banyak sedangkan aku tidak tahu kesalahan ku di segi apa"jelasku padanya sambil melihat pemandangan senja di langit pada sore menjelang magrib itu.

"Aku tahu perasaan kamu Wan, sabar aja. Kamu bisa kok melewati semua itu, semuanya butuh waktu dan proses. Ikuti aja alurnya"terangnya singkat sambil melihatku dan tersenyum lebar.

"Aku tahu, cuma sampai kapan aku harus hidup seperti ini? Aku juga capek dengan semua ini"keluhku padanya sembari menatapnya dengan suara lembut.

"Sampai tenggat waktu yang sudah di tentukan Wan, ingat meski kamu sendiri ada tuhan yang selalu ada sama kamu. Perbanyak berdoa aja biar kamu tenang"jelasnya padaku sambil mengetik sesuatu di ponselnya kemudian menatapku dan tersenyum lebar.

"Hmmm.... Baiklah, aku akan mencobanya terimakasih sudah memberi ku saran yang baik. Ya sudah mari kita pulang hari sudah mulai gelap"jawabku sembari berpikir sejenak akan nasihat dari Nova, kemudian mengajaknya untuk pulang.

"Nah, gitu dong itu baru temanku. Aku juga yakin kamu pasti bisa Wan, lagipula Allah bisa melapangkan hati kamu semangat ya. Yuk  kita pulang" terangnya padaku dengan penuh riang gembira sembari memerima ajakan ku dan kami menuruni beberapa anak tangga di panggung itu.

Setelah menuruni beberapa anak tangga, kami berjalan di sisi kiri panggung dan memasuki area gang. Rumah Nova berada di belakang area panggung tepatnya di dalam gang itu.

"Semangat ya Wan kamu bisaa"terangnya singkat sambil menaiki anak tangga di rumahnya.

"Iya, terimakasih ya sudah membantuku"jawabku singkat sambil berjalan di depan rumahnya pada sore menjelang magrib itu.

Kini aku hanya butuh belok ke arah kiri untuk masuk ke dalam gang area rumahku. Aku terus-menerus berjalan sambil berpikir sejenak akan nasihat dari Nova, tak terasa aku telah tiba di area rumahku. Aku segera masuk kemudian menutup pintu rumahku. Setelah itu aku beranjak menuju ke kamar mandi untuk berwudhu sebeluk melaksanakan ibadah sholat magrib. Setelah berwudhu papah bertanya padaku.

"Sholatnya berjamaah atau sendiri saja nak?"tanya pria berkulit sawo matang itu di ruang keluarga.

"Terserah papah saja, Ikhwan ikut-ikut aja"jawabku padanya sembari menatapnya dan tersenyum.

"Baiklah kalo begitu, kita sholatnya sendiri-sendiri saja"terangnya padaku sambil berjalan menuju kamar untuk mengambil sajadah.

"Siap pah"jawabku singkat sembari berjalan menuju ke kamarku.

Aku segera beranjak menuju ke kamarku, kemudian mengambil sajadah dan melaksanakan ibadah sholat magrib.

Usik [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang