Senin pagi, adalah awal aktivitasku sebagai seorang siswa SMA, seperti biasa mengawali hariku untuk berangkat ke sekolah. Setibanya di sekolah aku bergegas menuju ke ruang kelasku, menjadi siswa kelas XII MIPA 1 sebetulnya bukan keinginanku ya, karena aku tahu menjadi siswa dengan prodi MIPA di SMA bukan hal yang mudah, otak harus siap di suguhi oleh semua rumus rumus ilmu hitungan yang membuat kepalaku pusing. Lantas apa penyebabku memilih untuk menjadi siswa prodi MIPA? Tentu saja, hal itu adalah amanat dari seorang guru BK beliau adalah pak junaidi, si guru ganteng yang dulunya seringkali diincar oleh kaum hawa. Mengapa tidak? Siswi mana yang tidak terpikat dengan sosok pria yang gagah berani ganteng dan ramah senyum. Dulu, saat pertama kali masuk SMA pak junaidi berkata padaku
"Wan, kamu masuk prodi MIPA saja ya?" Katanya sambil tersenyum lebar.
"Loh, kenapa pak? Saya tidak suka hitung-hitungan, lagipula otak dan pemikiran saya tidak mendukung itu pak" jawabku dengan jelas padanya.
"Bukannya apa-apa wan, saya hanya takut kamu akan dibully oleh anak-anak jurusan IPS, maka dari itu saya merekomendasikan kamu untuk masuk ke kelas IPA, karena saya rasa anak-anak kelas IPA itu tidak ada siswa yang nakal" jawab pak Junaidi terus terang.
"Baiklah pak, kalau itu adalah jalan yang terbaik saya bersedia menjadi siswa prodi MIPA" jawabku sambil mengangguk.
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 07:15 WITA, itu pertanda jam pertama akan segera dimulai. Suasana para siswa di dalam kelas sangat ramai, riuh, gaduh bagaikan sedang berada di pasar. Para guru biasanya memasuki kelas sekitar 15 menit setelahnya, lalu apa yang ku lakukan disaat teman-teman sebayaku yang lain sibuk berbincang tentang kesehariannya? Jawabannya ialah duduk diam di sebuah bangku deret paling depan yang berhadapan langsung dengan meja guru dan papan tulis. Ya, begitulah keseharianku hanya bisa terduduk diam disaat yang lain sibuk bercerita hal-hal yang mereka alami hingga aku tak sadar bahwa ada seseorang yang memanggilku.
"Wan..." dengan suara dan nada yang lembut.
"Waan...." dengan suara agak keras sambil menepuk bahuku dengan sentuhan yang lemah lembut.
"E-eh Fira, maaf ada apa kamu memanggilku? Tumben, biasanya kamu tidak pernah memanggilku" tanyaku padanya sambil mengusap sisa-sisa debu di meja.
"Tidak apa-apa kok wan, hanya saja aku melihatmu belakangan ini berubah biasanya kamu selalu saja tertawa setiap kali mendengar lelucon kami" katanya sembari meminum segelas air putih.
"Eummm... Tidak apa-apa kok fir, santai aja mungkin itu hanya firasatmu saja fir" jelasku padanya sambil tersenyum lebar.
"Baiklah, kalo begitu nanti kalau ada apa-apa ku bisa kok cerita sama aku" sambil tersenyum geli, meninggalkanku dan kembali ke tempat duduknya.
Jam pelajaran pertama hari ini telah dimulai, diawali oleh mata pelajaran Bahasa Indonesia yang dipegang oleh bu Titin
"Selamat pagi anak-anak, bagaimana kabar kalian semua?" dengan suara dan nada sigap dan tegas.
"Baik bu guruuu......"Jawab siswa secara serempak.
"Baiklah anak-anak, hari ini materi pembelajaran kita adalah Surat Lamaran Pekerjaan. Ada yang tahu apa itu surat lamaran pekerjaan?" Tanya bu Titin pada seluruh siswa.
Disaat ada salah satu siswa yang ingin menjawab pertanyaan dari bu Titin, di satu kurun waktu yang sama, seketika banyak hal yang merasuki fikiranku sehingga aku tak sadar untuk sesaat.
"Enak ya jadi mereka, bisa melakukan apapun yang mereka inginkan, tanpa harus mengkhawatirkan kondisi fisik mereka".
"Andaikan saja aku bisa seperti mereka, pasti hidupku tidak akan seburuk dan sesunyi ini".
KAMU SEDANG MEMBACA
Usik [SLOW UPDATE]
Kurgu Olmayan"Usik" Mengangkat tema bullying dan hak kesetaraan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penyandang disabilitas di Indonesia pada 2020 adalah 22,5 juta. Sementara Survei Ekonomi Nasional (Susenas) 2020 mencatat ada 28,05 juta penyandang disab...