Chapter 2. Jalan Buntu.

4 2 0
                                    

Rian terkejut bukan main saat menyadari bahwa apa yang ia alami kemarin bukan hanya sekedar mimpi. Apa yang ia lihat sekarang juga benar-benar seorang perempuan cantik yang ia temui kemarin. Ia lantas segera mendekati perempuan tersebut yang tampak sedang duduk diam diatas sofa.

"A-anu ... Yuuna, kamu cepat juga ya bangunnya," ujar Rian yang baru saja bangun tidur.

"E-eh, Tuan Rian ..."

"Aduh ... Bisa gak, manggilnya jangan pake tuan?"

"B-bukannya itu wajar yah? Tuan Rian kan lebih tua. Ditambah, Tuan yang udah nyelametin aku ...," lirih Yuuna.

Rian pun kembali berjalan lebih dekat hingga akhirnya duduk disamping Yuuna. Walaupun keduanya tampak malu-malu, namun mau tak mau Rian harus menahan rasa malunya. "Gini ... ini bukan tempat asal kamu. Jadi, kamu jangan manggil aku kayak gitu. Aku gak enak klo kamu manggil kayak gitu," ujar Rian. Ia terus menatap kearah Yuuna, sedangkan Yuuna terus menatap kearah bawah. Dilihat dari wajahnya yang sedikit memerah, Rian sudah tau bahwa Yuuna juga sedang menahan malu.

"Kalo itu mau kamu ... Yasudah ... R-rian ..." lirih Yuuna dengan wajah yang tersipu malu.

Gila! Imut banget bangke ...!

"Uhm ... nah gitu dong," balas Rian.

"Jadi, R-rian, kapan aku bisa pulang?"

"Gak bisa. Bisa bahaya kalau kamu pulang sekarang. Ditambah identitas kamu itu enggak jelas kalau disini."

"Identitas?" tanya Yuuna.

"Eee ... ya intinya kamu itu bisa dalam bahaya lah kalau keluar sekarang. Aku juga belum tau gimana caranya bisa buat KTP, sedangkan kamu gak ada riwayat apa-apa seperti keluarga, pendidikan dan lainnya. Meskipun aku tau kamu punya semua itu didunia lama kamu, tapi ini kan berbeda," balas Rian.

"Hum ..."

"T-tapi tenang! Aku bakalan bantu sebisaku, sampe kamu pulang, okey? Aku mau ngehubungin temen aku dulu," tutur Rian. Ia kemudian mengambil handphone dari saku celananya dan segera menghubungi temannya. Sebelum telepon sempat terhubung ke salah satu teman Rian, Yuuna sempat menanyakan mengenai benda yang dipakai Rian. "Anu ... itu yang Rian pegang, apa?" tanya Yuuna.

"Ini tuh ... duh gimana ya jelasinnya. Pokoknya, ini tuh alat buat komunikasi, dan yang pasti gak perlu pke sihir."

"Emang bisa gitu? Dunia ini sungguh aneh, ya."

Tak lama, seseorang kemudia mengangkat telepon dari Rian. "Oh, yan, tumben lu nelpon!" ujar pria yang ditelepon Rian.

Yuuna yang melihatnya cukup ketakutan, karena tiba tiba ada suara aneh yang terdengar berasal dari benda yang digenggam oleh Rian. Ia pun sedikit menjauh darinya. Rian yang melihatnya pun tidak terlalu terkejut, mengingat ini memang kali pertama bagi Yuuna melihat hal seperti ini.

"Tumban-tumben, bayar noh hutang lu ke Bu Nari, sat!" balas Rian.

"Anjir gw lupa wkwk. Nanti, lah sekalian."

"Yaudah ... btw, ntar siang temuin gw di cafe barlies ya."

"Tumben-tumbenan lu ngajak, biasanya juga lu diajak malah mager-mageran."

"Berisik. Pokoknya, temuin gw disana nanti." Rian pun langsung menutup teleponnya saat itu juga, dan melirik kearah Yuuna. "R-rian ... tadi itu ... siapa? Kok bisa keluar suara? I-itu, sihir ya ...?" tanya Yuuna lirih.

"Aduh ... kamu pasti terkejut ya? Nanti aku jelasin lengkapnya. Untuk sekarang kamu harus beradaptasi dulu dengan lingkungan baru secara perlahan, yah?" Rian kemudian beranjak dari sofa, dan perlahan berjalan kearah kamar mandi. "Aku mau mandi dulu, kamu tunggu disana ya!"

My Wife Is From Another WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang