16. Quality Time
Fatina berjalan perlahan menuju dapur butik, tempat biasa para karyawan berkumpul untuk sejenak melepas penat. Suasana di sepanjang koridor terasa lebih hangat, sayup-sayup terdengar bisik-bisik para karyawan yang mengagumi penampilan baru Khansa.
"Eh, kamu lihat Bu Khansa nggak? Dia balik ke butik tadi pagi. Pakai hijab lebih panjang dari biasanya, adem banget deh aku ngeliatnya," bisik salah satu karyawan.
"Ya wajar sih, suaminya kan dari keluarga pesantren. Pasti ada pengaruh juga, temen-temennya kan banyak yang bercadar," sahut karyawan lainnya.
Fatina menundukkan kepalanya sedikit, tersenyum simpul sambil terus melangkah. Ia tahu betul perubahan Khansa bukan hanya karena lingkungan, tapi juga dari proses batin yang dilaluinya itu. Ada kedewasaan dan ketenangan yang terpancar dari Khansa sekarang, yang membawa aura positif bagi semua orang di sekitarnya. Sesampainya di dapur, Fatina menyempatkan diri merenung sejenak, merasakan kebahagiaan karena melihat sahabatnya tumbuh menjadi sosok yang lebih baik.
Tak ingin berlarut-larut dalam pikirannya yang berkecamuk, Fatina memutuskan untuk segera membuatkan minuman bagi atasannya yang tengah kedatangan sahabat-sahabatnya itu. Ia sibuk di dapur, mengatur cangkir-cangkir teh dengan teliti, berusaha menyingkirkan kekhawatiran yang sempat membayangi pikirannya.
Namun, suasana damai itu pecah seketika saat dari belakang tiba-tiba terdengar suara, "Fat?" panggil Adam, membuat gadis itu tersentak kaget. Refleks, tangannya yang menggenggam teko teh panas tergelincir, menumpahkan sebagian air ke tangannya.
"Ah! Astaghfirullah!" jerit Fatina, menahan rasa perih yang menjalar.
Sementara itu, Adam melotot kaget, lalu tanpa pikir panjang, dirinya menarik tangan Fatina dan membawanya ke wastafel. "Sini, cepat basuh pakai air dingin!" katanya dengan nada cemas. Dia menyalakan keran dan mengarahkan tangan Fatina di bawah air yang mengalir, sembari mengusapnya dengan lembut.
"Maaf, aku nggak bermaksud ngagetin kamu," ucap Adam, nadanya menyesal.
Fatina menatap teman semasa SMK nya ini, hatinya tiba-tiba berdegup kencang. Ada sesuatu dalam caranya memperlakukan tangannya dengan lembut, seolah-olah rasa sakitnya lebih berarti baginya. Dalam keheningan, tatapan mereka bertemu, dan tanpa disadari, perasaan aneh mulai menjalar dalam benaknya. Jantungnya berdebar lebih cepat, seakan tak mampu mengendalikan apa yang dirasakannya saat itu.
Tersadar dari debaran jantungnya yang tak terkendali, Fatina buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain, menarik tangannya hingga terlepas dari genggaman Adam. "Makasih," ujarnya dengan nada gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
1 | The Cripple Is My Husband (HIATUS)
Spiritual[Cerita ini MURNI dari hasil PEMIKIRAN SAYA, TIDAK ADA SANGKUT PAUTNYA DENGAN KEHIDUPAN ASLI TOKOH terhadap cerita ini] (Beberapa chapter sudah dihapus/tidak lengkap untuk kepentingan revisi, kemungkinan alur akan diubah) FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM...