Part 18

6 1 0
                                    

Hari Senin pun tiba dan pagi itu, seluruh siswa diminta untuk berkumpul di lapangan sekolah untuk melakukan apel pagi 'dadakan'. Yang membedakan apel pagi itu dengan apel pagi pada umumnya terletak pada amanat pembina yang disampaikan oleh ibu kepala sekolah. Biasanya amanat berupa pidato mengenai nilai-nilai kehidupan. Namun amanat kali ini berupa ucapan terima kasih kepada seluruh siswa karena sudah mau bekerja bakti kemarin Jumat dan ucapan permintaan maaf karena perayaan Natal tidak dapat berjalan sesuai rencana akibat kekacauan yang dibuat oleh Juan, Gil, dan Aprilia. Dan hal yang menjadi kejutan dalam apel itu, terdapat pemberian penghargaan. Aku, Tika, Cahya, Clarissa, Jacqueline, Bowo, dan Kak Martin dipanggil untuk maju dan berdiri menghadap ke seluruh siswa yang mengikuti apel pagi. Aji, Cornelia, dan Angel juga dipanggil ke depan namun panggilan bagi mereka terkesan lebih spesial dari kami bertujuh. Setelah itu, ibu kepala sekolah memberikan tanda penghargaan dan hadiah kepada kami bersepuluh yang sudah dipanggil ke depan.

Singkat cerita saat pulang sekolah, kami bersepuluh berkumpul di halaman sekolah yang sudah dibenahi. Pada saat inilah aku mengenalkan mereka bersembilan satu sama lain. Kebahagiaan terpancar dari wajah mereka. Hingga akhirnya aku membuka topik yang sangat penting bagiku untuk dibahas.

Alice: "Eh gais, jujur nih kemaren kalian kok bisa jadi punya kekuatan gitu?"

Tika: "Sebenarnya, kami juga mengalami apa yang kami alami, Lice"

Cahya: "Nah, cuman bedanya kami dibilangin sama Christa lewat mimpi pas tidur gitu"

Alice: "Widihh... Enak banget lewat mimpi... Mestinya aku juga gitu... Oh ya Ji, Ngel, Lia, kalian kemaren kok bisa kesini? Padahal aku belum pernah kasih alamat sekolah ini ke kalian lho"

Angel: "Oh soal itu ya? Jadi, pas lagi ngumpul bertiga tuh, aku sempet liat tanganku tuh. Nah ternyata ada gelang kek yang kamu pake tuh. Dan epic-nya lagi, ternyata kami bertiga punya gelang ini"

Aji: "Ho'oh. Terus tiba-tiba permata di gelang itu bersinar dan tiba-tiba kita itu dibawa ke sini. Kek diteleportasi ke sini"

Cornelia: "Nah terus pas kita nyampe di sini, tahu-tahu kita juga udah bawa senjata gitu... Ya gitu deh ceritanya"

Jacqueline: "Nah aku sama yang lainnya ini juga gitu karena permata di gelang ini Lice. Sebenernya sebelum keributan itu aku juga dah tahu gelangmu itu bersinar. Kak Martin juga tahu kan?"

Kak Martin: "Yes. Aku juga ngeliat itu. Bahkan sebenarnya, pas keributan itu permata di gelangmu itu udah bersinar. Mungkin kamu gak sadar. Tapi sebenarnya itu jadi pertanda kalau kami semua siap bantu kamu"

Bowo: "Lah iya aku baru nyadar ada gelang ini di tanganku. Padahal aku didatengin dia di mimpi. Tahu-tahu pas kericuhan aku dah megang senjata"

Tika: "Lah pas keributan itu kamu ngapain aja?"

Bowo: "Kan aku masih nunggu di ruang doa. Tahu-tahu disuruh keluar. Pas dah di sini aku dah bawa senjata"

Tika: "Jujur aku masih heran"

Kak Martin: "Udahlah... Bowo emang kek gitu anaknya. Apa-apa mesti pake teori apalah"

Alice: "Ooh... Eh iya Clarissa, emangnya dulu kamu pernah kenal si Aprilia itu?"

Clarissa: "Hmmm iya... Tepatnya pas SD. Dulu aku sama Aprilia sering ngebully anak-anak. Bahkan bolak-balik masuk BK. Sampe ortuku dipanggil, aku dimarahi habis-habisan dan diancam kalo gitu lagi aku dah dicoret dari KK. Ya semenjak itu aku tobat"

Alice: "Terus kamu sama Aprilia habis tu gimana?"

Clarissa: "Semua berakhir begitu aja. Nothing happened. Ngilang gitu aja"

Alice: "I got it. Pasti awalnya susah buat ngelepasin itu demi kebaikan sendiri"

Clarissa: "Jelas. Asal ada niat-"

Belum selesai Clarissa berbicara, secara tiba-tiba permata yang ada di gelang kami masing-masing bersinar dan melayang. "Ikutilah kemana permata itu pergi" Lagi-lagi Christa berbisik tanpa menampakkan dirinya di telingaku. Benar saja, sepuluh permata itu melayang dan berjalan keluar sekolah. "Ikuti permata itu pergi!" teriakku dan kami pun berlari mengikuti kemana permata itu pergi. Namun sesekali sepuluh permata itu berhenti dan kami beristirahat saat permata itu berhenti. Saat permata itu melayang pergi lagi, kami lanjut mengejarnya.

Akhirnya setelah hampir satu jam kami mengikuti permata itu pergi, berhentilah kami di sebuah tanah kosong yang sangat luas (bukan di pedesaan). Kesepuluh permata itu melingkar di tengah tanah kosong. Seketika langit menjadi gelap dan seberkas balok cahaya pelangi yang sangat terang dan besar muncul di tengah lingkaran permata dan terjadilah gempa di tanah kosong itu. Lalu dari tanah muncullah sebuah bangunan yang sangat besar dan tinggi. Setelah bangunan itu muncul, muncullah seorang wanita cantik bergaun putih dan bersinar bak malaikat dengan membawa sebuah tongkat di tangan kanannya. Ya itu adalah Christa. Christa pun berjalan mendekati kami bersepuluh.

Alice: "Christa? Apakah kau yang membawa kami ke sini?"

Christa: "Ya. Kalian aku bawa ke sini untuk memberikan kalian hadiah karena kalian berhasil mengalahkan ketiga anak buah Duke Black"

Angel: "Christa, bangunan apa yang kau berikan pada kami?"

Christa: "Ini adalah markas kalian. Kalian bisa tinggal disini. Semua yang kalian butuhkan sudah tersedia. Kalian masih bisa tinggal di rumah kalian asal ada yang menjaga di markas ini. Alice, aku ingatkan lagi kamu masih ada misi yang harus diselesaikan bersama teman-temanmu itu. Semoga misi kalian sukses"

Setelah itu Christa pergi dengan menghilang begitu saja. Sebentar lagi kehidupan baru bagi kami akan dimulai.


THE END


Hai gaess! Makasih bagi yang udah mau baca cerita pertamaku, Me and The Magic Weapon dari part 1 sampe sekarangg :)

Disini author sadar bahwa masih ada banyak sekali kekurangan dalam cerita ini entah dari alur dan penulisannya... Jadi author minta maaf banget atas kesalahan dan kekurangan author selama ini yang bikin kalian semua gak nyaman buat baca... Suatu saat author bakal melakukan revisi di cerita ini dan author juga berusaha meningkatkan tulisan di cerita-cerita berikutnya.

Have a nice day!

- Alice

Me and The Magic WeaponTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang