13) Seperti Gunung Berapi Aktif

35 18 3
                                    

[THIS IS JUST A FICTIONAL STORY, DO NOT GET TOO MUCH AND HATE VISUAL CHARACTERS IN REAL LIFE, THANKS]

๑๑⁠)(⁠๑๑

“Kalian berdua kenapa, sih?” Telinga Haruto panas mendengar keduanya saling sindir. “Bertengkar? Kalau begitu jangan di mobil ku, keluar saja sana!”

Haruto menggembungkan pipinya ketika lampu merah telah berganti menjadi hijau.

“Lalu Zihao, Hiroto tidak pernah memanfaaatkan ku atau apa pun pikiran buruk mu itu, Hiroto sering membantuku yang kesulitan belajar, yah, oke maaf maksudnya mengerjakan semua PR-ku, karena aku malas mengerjakannya sendiri. Tapi pokoknya, pertemanan kita itu istilah kerennya seperti simbiosis mutualisme alias saling menguntungkan.”

Zihao mengorek telinganya dengan jari kelingking. “Dasar dungu, Bawel.”

Haruto memukul pundak Zihao main-main. “Aku tidak dungu!”

“Jenis hewan betina apa saja yang tidak memerlukan pejantan untuk bereproduksi?” Tiba-tiba Zihao memberikan pertanyaan aneh.

Haruto bingung. “Kenapa tanya aku? Tanya saja pada dokter hewan.”

“Siapa nama raja terakhir era dinasti Ming?” tanya Zihao lagi.

Haruto memanyunkan bibirnya. “Zihao, bisa diam tidak? Aku tidak hidup diera dinasti Ming, jadi mana aku tahu.”

“Apa yang membedakan sistem pemerintahan kerajaan dengan demokrasi?” tanya Zihao lagi.

Haruto merasa seperti sedang ditelanjangi. “Kau mau aku turunkan dari mobil, ya? Menyebalkan!”

“Satu ditambah dua sama dengan berapa ...?”

“Ah! Tiga! Tigaaa!” Haruto tertawa, akhirnya bisa menjawab.

Zihao yang melihat senyum itu walau sekilas lantas ikut mengembangkan bibirnya juga.

“Jika kuda berlari, maka katak ...?”

“Melompat!” Haruto bertepuk tangan senang. “Melompat ke wajahmu, Zihao.” Keduanya tertawa bersama, seakan di dalam mobil itu hanya ada mereka.

Sementara wajah Hiroto sudah sepenuhnya memerah karena marah, dan ... malu. Andai kan saja mobil tersebut tidak gelap, mungkin Zihao dan Haruto akan langsung melihat perubahan ekstrem dari ekspresinya.

Melihat Zihao begitu akrab dengan Haruto dengan mata kepalanya sendiri untuk pertama kali, entah kenapa Hiroto merasa iri. Zihao bahkan tak terlalu mengkhawatirkannya ketika dia sedang kesakitan beberapa hari lalu.

Hiroto seperti ... dia tidak merasa senang melihat mereka berdua tertawa bersama. Dia seperti dikucilkan, dia seperti dibuang, dia seperti tidak diinginkan!

Hiroto menatap kedua teman sekolahnya itu dengan iri, seharusnya dia kan yang berhak mendapatkan senyum tulus dan perhatian Zihao? Bukan Haruto!

Hiroto merasa seperti, dia lebih berhak memiliki Zihao! Tapi sekarang ...? Sejak Zihao tahu niatnya yang sebenarnya, harapan yang telah dipupuk tinggi olehnya itu seakan menguap begitu saja.

Untuk beberapa saat, Hiroto menyesal telah mengungkapkan perasaanya yang sesungguhnya pada Zihao jika akhirnya harus merasakan kehilangan yang menyakitkan seperti ini.

“Baiklah, kalau begitu.” Hiroto sudah memutuskan.

Jika dia tidak bahagia, maka orang lain juga tidak boleh bahagia di atas penderitaannya.

“Kau mau tahu apa yang terjadi padaku dan Zihao sebenarnya, Haruto?” kata Hiroto.

Haruto yang tengah bicara dengan supirnya agar membawa mereka ke kedai ramyeon di depan sini menatap Hiroto bingung. “Iya, aku mau tahu, Hiroto. Siapa tahu aku bisa membantu kalian baikan lagi, 'kan?”

Hiroto menatap Haruto sesaat. Haruto sudah melakukan banyak hal padanya, tapi setidaknya biarkan Hiroto mengambil satu hal yang tidak bisa dia miliki seberapa pun berusahanya dia.

“Aku dan Zihao. Kita berdua sudah putus, karena orang yang aku cintai ternyata mencintai orang lain ... dan orang itu kamu.” Hiroto menatap Haruto terluka. “Karena Zihao menyukaimu, Haruto,” lanjutnya lirih.

Untuk sesaat, Haruto seperti merasa Hiroto sedang menyalahkannya atas keretakan hubungan mereka, bahwa dia adalah penyebab Zihao dan Hiroto mengakhiri hubungan mereka adalah karena dirinya. Dia adalah penyebab berakhirnya hubungan kedua sahabatnya. Haruto adalah benalu.

Hiroto menepis tangan Haruto yang hendak memegangnya. “Haruto, kamu itu duri dalam hubunganku dengan Zihao—”

“Ikumi Hiroto!” Zihao berteriak marah, dia meraih tangan Hiroto dan mencengkeramnya erat, seakan memperingatinya untuk tidak kembali berkata macam-macam pada Haruto yang tak tahu apa-apa.

Hiroto berusaha melawan. “Apa, sih! Lepas! Zihao, kamu itu jahat!”

Hiroto menghempaskan tangan Zihao, setelah terbebas, dia berusaha membuka pintu mobil tersebut dan keluar dari sana disaat mobil putih itu sedang melaju kencang di tengah keramaian jalanan kota.

Zihao segera membuka pintunya dan mengejar Hiroto dengan langkah lebar-lebar, dia mencengkeram sebelah pundak Hiroto, mencegahnya berbuat nekat.

“Kau gila!” Zihao berteriak tepat di depan wajah Hiroto. “Kau mengatakan semua omong kosong itu di depan Haruto! Orang yang selalu menganggap mu sahabatnya hanya karena keegoisanmu ingin memiliki hatiku sementara kau sendiri sudah tahu untuk siapa hatiku ini!”

Mobil Haruto berhenti ketika Hiroto memutuskan turun, pun dengan mobil-mobil di belakang yang menyorot lampu ke arah mereka dengan klakson saling bersahutan bising di tengah lebatnya hujan malam itu.

“Cepat minta maaf pada Haruto dan jelaskan yang sebenarnya!” Zihao menarik pergelangan tangan Hiroto untuk dibawa kehadapan Haruto yang sedang menatap mereka khawatir di dalam mobil. “Ikumi Hiroto!”

Namun kaki Hiroto seakan terkunci di tempatnya saat ini berdiri, dia tidak ingin menemui Haruto setelah omong kosong yang baru dia katakan. Tapi bagi Hiroto, itu bukan cuma sekadar omong kosong. Hatinya juga terluka di sini.

“Wang Zihao! Aku tidak mau, jangan paksa aku!” Hiroto berusaha melepaskan diri. “Kenapa kau terus memaksaku!”

“Karena kau yang telah menyebabkan semua kekacauan ini!”

Plak! Dengan sebelah tangan Hiroto yang bebas, dia menampar Zihao.



๑๑⁠)(⁠๑๑

Notes. Happy weekend semuanya 💞

Btw, sedih deh MAY WE BYE udah mau tamat 😔 oleh karena itu, gue mau kasih lihat lagu yang menjadi inspirasi selama gue nulis cerita ini:

See you ~~

25 Juni 2023

MAY WE BYE | Wang Zihao - Haruto - HirotoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang