5) Remaja Manula

53 28 1
                                    

[THIS IS JUST A FICTIONAL STORY, DO NOT GET TOO MUCH AND HATE VISUAL CHARACTERS IN REAL LIFE, THANKS]

๑๑⁠)(⁠๑๑

“Hiroto, kau juga jadi tes kemarin? Aku harap kau tak sakit apa-apa dan hanya kelelahan,” ujar Haruto sembari berjalan. “Sakit itu tidak enak, makanya aku benci sakit.”

“Iya, aku tidak akan sakit,” jawab Hiroto yang saat itu sedang membawa semua barang-barang milik Haruto —sebagai bentuk permintaan maaf atas insiden bubuk cokelat— melanjutkan, “aku melakukannya bersamaan denganmu waktu itu.”

Haruto meniup poninya yang sudah agak panjang hingga menutupi pandangan. “Hufftt, pasti aku harus menghindari makanan tertentu lagi setelah ini, aku bosan hidup seperti ini. Tidak bisa menikmati apa pun yang aku inginkan! Ahh, aku rindu babi panggang dan hamburger super jumbo,” gerutunya. “Aku juga mau hidup sepertimu Hiroto yang bebas dan bisa menikmati semua makanan yang aku inginkan.”

Haruto merangkul pundak Hiroto.

“Uhh, tiba-tiba aku teringat lelehan keju Mozarella di atas nasi goreng yang masih panas.” Haruto mengelus-elus perutnya kelaparan. “Setelah dari sini kita langsung mampir ke restoran yang biasanya, yuk, Hiroto.”

Hiroto tertawa pelan. “Dasar tukang makan!”

“Ya!” Haruto menepis tangan Hiroto yang menoel dagunya. Risih. Takut dikira pacaran sama orang-orang yang melihat keduanya. “Cita-citaku, kan, menjadi YouTubers mukbang, tentu saja aku harus bisa makan apa saja, 'kan?”

Biasanya Hiroto akan selalu setuju dengan hampir semua pemikiran Haruto meski pun itu aneh dan menyebalkan.

“Yah, kalau begitu coba kau makan batu goreng disiram saus tanah liat.” Hiroto kira itu lucu.

“Jahat. Aku tidak ingin berteman denganmu lagi!” Haruto merajuk, tentu saja itu tidak sungguhan. “Kau pikir aku ini apa ...?!”

Deg! Ikumi Hiroto tahu ucapan Haruto itu hanya pura-pura karena dia telah menggodanya, tapi ... Hiroto memelankan langkah kakinya, dia seperti tersindir dengan kata-kata itu, membuatnya cukup jauh tertinggal dari Haruto yang sudah jauh di depannya, masih dengan mengomel sambil membicarakan nasi kebuli dan nasi tumpeng yang dia lihat diinternet kemarin, Haruto ingin membelinya tapi tidak tahu harus ke mana.

Haruto yang polos yang diotaknya hanya berisi makanan-makanan yang tidak bisa dia makan, bolos sekolah dan bersenang-senang sepanjang waktu, apa benar orang seperti itu menyukai pangeran sekolah mereka Wang Zihao?

Padahal Haruto sendiri tahu bahwa Hiroto menyukai laki-laki itu?

Entah kenapa Hiroto seperti merasa bahwa Haruto telah mengkhianati persahabatan mereka, padahal faktanya yang berkhianat di sini adalah dirinya.

Terlalu lama melamun membuat Hiroto tertinggal sangat jauh dari Haruto hingga membuat laki-laki itu harus berteriak demi memanggilnya.

“Ikumi Hiroto apa kau sedang memungut koin di jalan? Cepat ke mari atau aku tinggal!” omel Haruto sambil berkacak pinggang.

Hiroto menyusul dengan tergopoh-gopoh. ”I'm coming!”

Bruak!

Tapi dia malah jatuh terjungkal dengan kaki tertekuk hingga membuat barang-barang milik Haruto yang dia bawa jatuh berserakan.

Dengan panik Haruto berlari menghampiri Hiroto yang mengaduh kesakitan, orang-orang yang melihat itu hanya melirik sambil lewat, ada seorang suster yang juga sedang melintas dan membantu Haruto untuk membantu Hiroto berdiri kembali dan mengambil barang-barangnya.

Sebelah kiri kaki Hiroto terkilir, tapi tidak parah dan masih bisa berjalan. Suster sudah memijat kakinya dan itu membuat Hiroto merasa jauh lebih baik.

“Terima kasih banyak.” Haruto dan Hiroto membungkuk pada suster tersebut yang dibalas senyuman sebelum akhirnya kembali bertugas.

“Aduh, kakiku,” keluh Hiroto sambil meringis.

“Jangan berlebihan, kan tadi sudah dipijat oleh suster cantik,” omel Haruto mengambil alih membawa barang-barang miliknya.

“Padahal aku sedang kesakitan,” keluh Hiroto lagi.

“Jangan berlebihan, itu hanya kesandung,” balas Haruto. Karena terlalu berat menjinjing tas-tas tersebut, jadi Haruto menyeret semuanya. “Kakimu masih sakit sekali, Hiroto?”

Haruto bertanya sambil meringis, membayangkan kalau-kalau kakinya tiba-tiba kesandung juga.

“Lumayan,” jawabnya sambil jalan pincang, “akhir-akhir ini aku memang sering sekali tiba-tiba jatuh. Aneh sekali, seperti sudah kakek-kakek.” Hiroto tertawa ngenes.

Haruto juga ikut tergelak. “Mungkin karena kau terlalu memikirkan Wang Zihao, contohnya.”

Hiroto memalingkan wajahnya yang memerah dari pandangan Haruto. “Mana mungkin, aku sibuk memikirkan nilaiku yang anjlok akhir-akhir ini tahu. Kalau bibi dan paman sampai tahu, bisa dikirim ke desa tempat tinggal nenek lagi aku untuk membantunya menggarap sawah.”

“Ah, dasar anak desa.” Haruto memperhatikan kaki Hiroto yang pincang. “Eh, Hiroto, omong-omong kau sudah baca materi pelajaran selama aku bolos belum? Minta contekannya, ya.”

Hiroto menyikut pinggang ramping Haruto. “Bayar sekalian dong, nanti ku kerjakan PR-mu juga.”

Haruto yang memang kaya tidak terlalu memikirkan soal uang menjawab, “Serius? Kalau begitu kau langsung ke rumahku saja, ya.”

Hiroto memutar bola matanya malas. Mereka itu sudah kelas 3, tapi kebiasaan Haruto yang suka mencontek dan membayar joki tugas tak pernah hilang, itu juga cerita bagaimana keduanya bisa saling mengenal seperti saat ini. Semuanya karena Haruto yang memesan joki tugas pada Hiroto yang terkenal pintar bahkan hingga mendapatkan beasiswa.

“Oke.”

Hiroto yang awalnya hanya mengikuti langkah kaki Haruto dibuat bingung ketika mereka bukannya mengambil hasil tes pemeriksaan kemarin, tapi malah langsung turun ke basemen rumah sakit. Haruto melambai pada supirnya untuk membawakan barang-barangnya masuk ke dalam bagasi.

“Kita tidak jadi mengambil hasil tesnya?” bingung Hiroto. Karena dia sungguh penasaran dia sakit apa.

“Santai saja,” jawab Haruto sambil membuka ponselnya. “Kakimu kan Habsi terkilir pasti sakit, kau langsung masuk saja ke dalam mobil, Hiroto. Soal hasil tesnya, tadi aku sudah kirim pesan pada asistenku untuk mengambilnya dan membawanya ke rumah.”

Haruto memperlihatkan layar ponselnya pada Hiroto, di mana di sana ada balasan pesan dari asistennya yang tadi Haruto maksud.

Seketika Hiroto tertawa canggung. “Dasar orang kaya.”

Hiroto mulai berpikir. Bukankah Haruto sudah memiliki segalanya? Kekayaan? Fisik tampan? Orang tua lengkap? Teman-teman yang baik, dan masa depan cerah tanpa harus belajar mati-matian seperti dirinya?

Mencuri satu hak milik Haruto seperti Zihao untuk dirinya sendiri tidak apa-apa, 'kan? Iya, 'kan? Haruto pasti akan segera mendapatkan pria yang jauh lebih segalanya daripada Wang Zihao secepat mungkin. Lalu keduanya akan hidup bahagia dan seakan tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.

“Hiroto, kenapa bengong? Ayo, masuk atau ku tinggal, nih?” teriak Haruto yang sudah masuk ke dalam mobil lebih dulu.

Hiroto tersenyum kecut, dia lalu berjalan pincang menghampiri sahabatnya. “Tunggu aku.”

๑๑⁠)(⁠๑๑

Notes. Oke gue udah memutuskan kalau MAY WE BYE akan update setiap hari Rabu, Kamis, dan Minggu 🎉🎉 are u happy?

Oh ya, gue sarankan kalian baca MAY WE BYE sambil dengerin lagu yang punya vibe sedih atau lagu yang ngebuat kalian pengen nangis wkwk kayak Paper Cuts nya EXO-CBX.

7 Juni 2023

MAY WE BYE | Wang Zihao - Haruto - HirotoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang