01. Daddy

2.1K 171 9
                                    

Malam itu hujan mengguyur Kota Primrose dengan begitu derasnya. Langit seolah tengah berduka akan suatu hal. Suasana hening nan senyap menyelimuti kota bersama dinginnya angin yang tidak bersahabat.


Di sebuah mansion megah, seorang pria dengan pakaian kasualnya tengah menikmati waktu senggang dengan membaca berkas-berkas untuk pekerjaan esok hari. Kim Hongjoong, begitulah orang-orang memanggilnya. Ditemani secangkir coklat hangat dan suara hujan yang menyentuh tanah, lelaki itu berusaha untuk tetap terjaga dari kantuknya.

Di tengah kefokusannya, tangan sang tuan muda berhenti sejenak ketika merasakan perutnya berbunyi. Ia segera melangkahkan kaki ke dapur untuk mencari apapun yang dapat mengganjal rasa laparnya. Namun setelah mengecek isi kulkas dan mengeksplorasi dapurnya, pemuda itu tetap tak mendapati satupun makanan.

"Ah sial, aku lupa membeli persediaan lagi" keluhnya.

Hongjoong segera meraih payung dan mantelnya untuk kemudian berjalan keluar rumah menuju minimarket terdekat. Sesampainya di sana, pemuda itu segera menuju rak makanan dan membeli apapun yang menarik seleranya. Hingga 15 menit kemudian, setelah ia merasa cukup membeli semua keperluan, pemuda tampan itu memutuskan untuk langsung kembali ke kediamannya.

.
.

Jam telah menunjukkan pukul 10.00 malam ketika Hongjoong meninggalkan minimarket tersebut. Hujan tampaknya sudah mulai berhenti, tinggal menyisakan gerimis kecil di tengah dinginnya malam. Pemuda itu segera mengeratkan mantelnya dan bergegas melangkah menuju rumah.

Melewati sebuah halte, kaki Hongjong tiba-tiba terhenti ketika mendengar samar-samar suara gemelatuk gigi dan ringisan kecil. Sejenak ia berpikir, apakah telinganya salah mendengar atau memang suara itu nyata adanya. Ia berdiam diri sejenak untuk memastikan, hingga suara itu kembali terdengar dan kali ini diselingi rintihan. Entah apa yang merasuki pikirannya, pemuda itu bukannya merasa takut justru melangkahkan kakinya mencari sumber suara.

Hongjoong membulatkan matanya dan terpaku ketika melihat seorang anak kecil duduk meringkuk di bawah deretan bangku halte. Bibirnya membiru dan tangan kecilnya memeluk lutut dengan erat berusaha menghalau dingin.

"Hei, apa yang kau lakukan di sini?" Hongjoong bertanya dengan lembut setelah tersadar dari keterkejutannya, kemudian berjongkok di hadapan bocah itu.

"Ta...kut hiks..."

Bocah itu menjawab dengan isak kecil dan sungguh salah satu kelemahan Hongjoong adalah melihat seorang anak kecil menangis. Tidak tega, pemuda itu kemudian mendekat untuk merengkuh tubuh mungil di hadapannya dan megusap rambut basah anak itu dengan sayang. Awalnya bocah itu ketakutan dalam pelukan Hongjoong, namun ia mungkin merasakan ketulusan pemuda di hadapannya sehingga tidak memberikan perlawanan dan berangsur tenang.

"Tidak apa, aku tidak akan menyakitimu. Tenanglah."

Hongjoong merapalkan kalimat penenang berulang kali untuk memberikan kenyamanan semampunya. Hingga hampir 15 menit berlalu dalam posisi tersebut, Hongjoong mulai berpikir tentang opsi apa yang harus diambilnya terhadap bocah itu. Tidak mungkin ia meninggalkannya, mengingat cuaca yang tidak bersahabat, ditambah anak itu tampak sangat lemah dengan beberapa luka menghiasi lengan dan wajahnya. Akhirnya dengan pasti ia berucap,

"Kamu mau ikut ke rumah paman? di sini basah dan sangat dingin, kamu bisa sakit nanti"

Anak itu tampak ragu pada mulanya, namun Hongjoong tetap berusaha meyakinkan agar bocah itu menerimanya. Tak butuh waktu lama, sebuah anggukan akhirnya hongjoong terima. Pemuda berusia 28 tahun itu segera mengangkat tubuh mungil sang bocah ke dalam gendongannya dan berjalan pulang.

🍁

Hongjoong memasuki kamarmnya sembari membawa nampan berisi bubur dan segelas susu. Senyumnya mengembang kala menemukan bocah mungil yang terlihat manis dengan setelan minion tengah duduk tenang di atas ranjangnya.

Ya, bocah itu adalah anak yang sebelumnya ia bawa pulang. Sang CEO meminta beberapa pelayannya membeli pakaian dan membantunya mandi. Setelahnya, anak kecil itu menunggu di kamarnya dengan tenang.

"Sudah lebih baik? apa masih dingin?"

Hongjoong mengajukan tanya sembari meletakkan nampan di atas nakas. Dilihatnya bocah mungil itu mengangguk, kemudian menggeleng untuk menjawab pertanyaan yang diajukan padanya.

"Telimakasih" ucapnya dengan pelan.

"Baiklah, sekarang makan dulu ya? paman akan menyuapimu" pinta Hongjoong.

Awalnya anak itu menerima suapan laki-laki dewasa di hadapannya dengan ragu dan takut. Namun tampaknya kelembutan sikap Hongjoong membuatnya mulai nyaman dan menghabiskan makanannya hingga suapan terakhir.

"Baiklah, sekarang katakan siapa namamu?"

Hongjoong segera mengambil tempat dan duduk bersila di hadapan bocah mungil itu.

"Wooyoung" jawab anak itu pelan.

"Ah kamu sangat manis. Nama paman adalah Hongjoong. Sekarang ceritakan ya, bagaimana Wooyoung sampai di sana sendirian?"

Wooyoung terlihat gelisah pada mulanya, namun dengan keputusan bulat akhirnya ia mulai membuka suara.

"Paman kim meninggalkan wuyo di sana. Paman kim bilang wuyo menyusahkan jadi tidak boleh ikut paman kim lagi. Kata Paman Kim, mama dan papa sudah pergi di langit" jelasnya.

Anak manis itu bercerita dengan raut wajah yang sulit dideskripsikan. Ia terlihat begitu terluka, namun seperti enggan untuk menunjukkannya. Saat setetes air mata jatuh dari matanya, ia terburu menghapusnya seakan hal buruk akan menimpanya jika ia menangis.

"Hey, tidak apa jika ingin menangis. Menangis bukan sebuah kesalahan"

Hongjoong mengusak rambut Wooyoung dengan sayang. Sedikit banyak ia mulai mengerti apa yang mungkin sudah dialami bocah malang itu.

"Tapi paman Kim selalu memukul jika wuyo menangis. Paman bilang wuyo tidak belguna" jawabnya sambil menatap polos ke arah Hongjoong.

Hongjoong terhenyak dengan jawaban itu, merasa sesak di dadanya. Bagaimana seorang anak kecil sepolos Wooyoung harus mengalami hal seperti itu. Ia terdiam beberapa menit kemudian mulai berkata dengan yakin.

"Dengar, mulai sekarang wooyoung akan tinggal disini. Jadi tidak akan sendirian lagi. Wooyoung tidak perlu lagi mengingat apa yang terjadi sebelumnya, ya? mulai sekarang, wooyoung tinggal di sini sama paman, jadi anak paman, bagaimana?"

Wooyoung mengerjapkan matanya beberapa kali kemudian tersenyum dengan riang.

"Huh? Wuyo punya daddy?"

Anak kecil itu memiringkan kepalanya dan tersenyum.

Hongjoong mengangguk dan tersenyum melihat binar di mata anak itu. Entah apa yang telah ia lalui sebelum ini. Sebutlah ini ikatan batin atau bentuk simpati, tapi Hongjoong bertekad membuat janji pada dirinya sendiri untuk tidak membiarkan kesedihan datang lagi pada anak kecil yang ia temukan di sudut halte itu.


Hongjoong dan Wooyong akan memulai semuanya sebagai ayah dan anak mulai sekarang.

🍁

Hi~
I'm not sure apakah cerita ini akan mencapai kalian. Vote or comment sangat dibutuhkan untuk kelangsungan mood author melanjutkan.

See you next chapter~

©mydearwoo

[ √ ] Part of Their Chapter • Joonghwa (ft. Wooyo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang