Satu Perjalanan untuk Kembali: Akhirnya

6 0 0
                                    


7 tahun bekerja di perusahaan yang sama memberikan banyak keuntungan bagi Resa, selain posisinya yang cukup tinggi di umurnya yang belum menginjak 30 tahun, perusahaan tempat ia bekerja sangat menghargainya sebagai pegawai. Resa memimpin departemen marketing walau 4 tahun sebelumnya ia adalah illustrator. Resa pandai menjembatani satu departemen dan departemen lain, sebagai illustrator ia tahu bagaimana ia membawa brand perusahaan tempat ia bekerja dekat dengan konsumen, Resa benar-benar bisa membaca apa yang akan terjadi dari data yang ia dapatkan. Sebentar saja ia mendapatkan promosi di departemen lain.

Bila menanyakan seperti apa Resa orangnya, teman-temannya akan menjawab "Lucu, lawakannya sering garing tapi bikin orang tetep ngetawain", "Komeng di kantor", "Enggak punya capek". Pekerja keras dan seorang badut, Resa begitu mengena di kehidupan teman-teman kantornya. Benar tidak punya rasa lelah, Resa memiliki pekerjaan sampingan sebagai copywriter di perusahaan luar negeri, hanya untuk mengisi malam katanya.

Teman dekatnya adalah temannya saat kuliah, 2 orang cukup, menurut Resa tidak perlu banyak-banyak sehingga tidak perlu tahu rasanya ditinggal terlalu sering. Arhan yang bekerja dengan Resa di kantor yang sekarang dan Dini seorang perempuan anti banting dalam kehidupan. Bila bertanya bagaimana Resa pada dua orang ini, jawabannya adalah "Pendengar yang baik", "Perhatian banget sama kita, seperti Netflix tanya tiap kita jeda 'Are you still watching?'"

Tidak begitu peduli selain dengan yang ia punya, percintaannya sering dipertanyakan. Tidak punya dan tidak peduli, begitu jawabnya dalam hati ketika ditanya di mana pangeran yang berhasil menyelamatkannya dari kesepian. Kenyataannya, ia tidak ingin diselamatkan, ia baik-baik saja sendiri, cukup dengan dua teman dekatnya dan tawa dari teman-teman di kantor.

Resa: Udah makan belum? Aku lagi antri nasi goreng Pak Kumis

Tio: Omw!

Ketika Tio datang, Resa sudah dapat tempat duduk untuk berdua, nasi gorengnya pun jadi tak lama setelah mereka duduk. Resa terus memandangi Tio saat ia makan, ketika saling memandang Resa menunduk sambil tersenyum. Bukan main, Tio tersedak melihat senyum Resa yang malu-malu itu.

Setelah makan, seperti biasa Tio duduk di seberang Resa di sebuah kafe dekat stasiun. Resa kembali bekerja dan Tio membaca buku sambil belajar. Sebenarnya Tio lebih suka belajar di kamar di rumah kontrakannya, namun setelah Resa semua lebih baik kalau berdua. Pada jam kedua Resa bekerja, biasanya ia akan melakukan daily meeting lewat video call, pada saat itu Tio tidak perlu curi pandang ke Resa. Menurut Tio, Resa terlihat paling Resa kalau sedang bekerja.

Resa pulang kerja setiap pukul 10.30 malam. Tio dan Resa berpisah di Stasiun H ketika Tio turun dan transit ke kereta dengan tujuan lain. Baru dua tahun ini Resa naik kereta, sebelumnya naik bus karena halte tempatnya turun lebih dekat dengan kosnya, hanya 3 menit jalan kaki. Namun Tio sering sekali melamun di dalam bus hingga ia melewatkan pemberhentiannya . Maka Resa yang memberi ide agar mereka pulang naik kereta.

Seperti hal yang selalu ia asumsikan, seseorang akan tinggal kalau Resa bisa berguna untuk mereka. Sudah dua tahun Tio berjalan dengan Resa. Resa menerima kedatangan Tio dan akan membiarkannya pergi saat waktunya datang. Ia tahu dan ia mengerti apa yang dibutuhkan orang-orang disekitarnya, ia merasa berguna, ia merasa memiliki tujuan hidup.

Tio: Resa, udah tidur?

Resa: Belum, kenapa ada apa?

"Kenapa, sih, kalau dia ngomong nggak pernah ada baiknya? Emang gitu orangnya?" omel Tio lewat telepon.

"Kalau dia baik ngomongnya, biasanya dia lagi baik-baik aja di rumah. Biar dia marah di kantor, di rumah tinggal baik-baiknya. Anaknya baru masuk SMA, istrinya hamil gede, lebih kasian kalau mereka yang kena marah" jawab Resa mencoba menenangkan alur emosi Tio.

Sepenggal Kita yang Kau TinggalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang