Satu Perjalanan untuk Kembali: Awalnya

7 0 0
                                    


Empat tahun lalu, resign adalah penyelamatnya dari keterpurukannya di Kota S. Berkuliah di lain kota dari di mana ia tumbuh, Tio berharap menemukan kehidupan baru. Benar, ia menemukan Prana, dunia dan hidupnya. Perempuan yang mengubur hari-hari yang membosankan di kota asalnya.

Prana, perempuan yang cerdas secara akademik, tidak ambisius, tidak muluk-muluk dalam percintaannya dengan Tio. Prana memberi tahu Tio cara belajar yang efektif, mengajarinya bermain D&D, membawanya ke banyak konser musik, bahkan memberinya pekerjaan sampingan sebagai asisten peneliti di lembaga penelitian di bawah naungan kampusnya. Bukan main.

Tio bukan hanya memberikan waktunya untuk Prana, ia memberikan keringat, darah, dan hidupnya untuk Prana. Begitu rasanya jatuh cinta, begitu rasanya memiliki dunia yang berputar hanya untuk mereka. Satu waktu Prana marah pada Tio saat Tio lupa membawa jas hujan sehingga harus menerjang hujan sambil mandi di bawahnya untuk menjemput Prana dari kosannya yang ditempuh selama 20 menit.

"Aku udah ingetin 2 kali. Bahkan sebelum kamu bilang otw! Nanti pasti kamu bersin-bersin, besok sakit. Selalu gitu. Kalau kenapa-napa, rumah kita jauh! Kamu kalau-" sepanjang apapun omelan Prana, Tio tidak pernah mengalah. Ia menang dalam kehidupannya karena adanya Prana, ia tidak pernah kalah. Namun tentu saja, ia diam mendengarkan.

Kalau ada yang bisa membuat Tio merasa hidup, itu karena kehadiran Prana. Kalau ada yang bisa meratakan dunia Tio itu adalah Prana. Kalau hatinya hancur sampai tidak bisa berkabung untuk dirinya sendiri, bisa jadi Prana sudah tidak lagi mau membagi cerita hidupnya bersama Tio.

Setelah kelulusannya, Tio bekerja penuh waktu sebagai peneliti di lembaga penelitian air dan biota air. Selama 5 tahun ia pergi ke seluruh pelosok negara untuk meneliti. Sesekali ada jeda 1 bulan setelah salah satu subjek penelitiannya selesai, ia menghabiskan waktu dengan Prana, ke kota tempat mereka bertemu dan tempat Prana melanjutkan studinya dan menjadi peneliti di lembaga naungan kampusnya. Tak jadi masalah bagi Tio jarak yang jauh karena jaman sudah maju, yang tidak ia kira adalah hubungannya yang tidak kemana-mana; tidak maju malah mungkin mundur.

Rindu yang dulu membuat mereka terus mengucapkan kata sayang, kini kata itu hanya menutupi kenyataan kalau tak lagi rindu. Prana tahu kalau Tio sudah merencanakan dunia untuk mereka berdua, tapi dunia Prana tak lagi sama dengan Tio. Ia menginginkan dirinya untuk dirinya sendiri, ia tak lagi mau menggantungkan hidupnya dengan Tio. Ia tidak pernah pegang kendali atas dirinya sendiri, sekali-kali ia ingin tahu bagaimana kalau ia memiliki dunia sendiri. Maka kehidupan di dunia Prana dan Tio selama hampir 10 tahun rata dengan ekspektasi Tio yang dibakar habis oleh Prana.

Sebelumnya Tio tidak pernah kalah, namun kini ia mengalah pada nasib, kemanapun ia membawanya pergi, Tio beralun di dalamnya sebagai cincangan kenyataan setelah dihancurkan. Ceritanya dengan Prana ternyata hanya memori dengan ujung lancip yang selalu memecahkan kesadarannya di masa kini.


"Udah kali ngelamunnya" tegur Resa yang langsung duduk di sebelah Tio. Ia memberikan gelas kertas berisi kopi di samping gelas kertas kosong milik Tio. "Cobain"

Tio dengan penuh pertanyaan meneguk kopi itu. Ia mengecap-ecap bibirnya berkali-kali hanya dari satu tegukan tadi. Rasa kopinya jelas sama, batinnya, tapi manisnya berbeda, ada aroma yang menyeruak di balik pahitnya kopi. Hampir 5 menit ia mencoba menerka aroma tersebut, sangat familiar, namun begitu sulit untuk menyebutnya. Ia menggali apa-apa yang ada di balik kepalanya sampai ia berbalik menghadap Resa.

"Vanila. Sirup Vanila"

Resa menjelaskan kalau ia melihat pesanan Tio di gelasnya dan berusaha mengaburkan lamunan Tio. Maka Americano dengan tambahan Vanilla Syrup alih-alih gula cair seperti yang biasa Tio pesan adalah objeknya.

Tidak hanya menemukan rasa baru dalam kopinya, Tio menemukan Resa.

Sepenggal Kita yang Kau TinggalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang