Arang dan Tanah: Debu

5 0 0
                                    

Pagi terasa dingin. Angin menunjukkan kekuatannya, Ana merasa ia ingin menguji dirinya. Tidak butuh waktu lama untuknya merasakan panas lagi, sebuah getaran membuka keras-keras emosi yang sejak kemarin ia tutup rapat dengan beton paling padat, lem paling kuat.

Dalam satu waktu, semuanya memperebutkan tempat untuk keluar. Saat malam semua terwakilkan dengan air mata. Dengan kegelapan yang disuguhkan malam, amarah yang ia keluarkan sama sekali tidak membaur dengan malam. Mungkin ia akan berjalan dalam angannya sebelum hari ini ketika ia berbagi dan memberi tanpa curiga dan pamrih.

Ana tahu akan ada saat ia akan menunjuk langit untuk disalahkan lalu mengutuk dirinya sendiri berharap rasa itu cepat berlalu. Namun ia lelah, selalu menerima dan berusaha memberi. Tidak ada rasa yang paling ia sesali selain menerima dan hanya membagi ketika cinta yang ia berikan ditepis dengan kalimat 

       "Kau tahu aku mencintaimu dan aku tahu kau juga mencintaiku. Namun aku baik-baik saja. Tidak perlu mengkhawatirkanku"

Sepenggal Kita yang Kau TinggalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang