Chapter 13: Flesh and Bones

748 83 45
                                    

"Hei, selamat pagi."

Sapaan ramah dan aroma sedap dari sosis panggang menjadi sambutan yang cukup menyenangkan pagi ini. Kendati demikian, dengan segala perlakuan manis yang dilakukan wanita berambut panjang yang sedang menyibukkan diri di dapur untuk menyiapkan sarapan pagi itu tetap tidak bisa menghapus perasaan tidak nyaman dan emosi yang dihasilkan dari konversasi panas yang mereka lakukan semalam.

Ia masih tidak tahu bagaimana caranya bersikap di depan Freen setelah wanita itu membongkar rahasianya sebagai manusia brengsek yang mengelabui hukum dengan cara yang paling kotor setelah membunuh 9 orang dengan senjata api. Seharusnya wanita itu dicopot dari kepolisian—dengan tidak hormat, apabila bisa dibuktikan penembakan tersebut dilakukan dengan unsur kesengajaan—dan berakhir mendekam di jeruji besi dengan hukuman penjara minimal 15 tahun.

Kalau boleh jujur, sebenarnya ia tidak merasakan apapun selama berada di dekat Freen. Bahkan setelah ia tahu bahwa ia pernah membunuh orang sebelumnya. Seharusnya ia sedikit merasa takut dan terancam, namun ia tidak merasakan hal semacam itu sekarang. Rasanya... biasa saja. Seperti ia sedang bersama dengan orang normal pada umumnya. Baiklah, ia memang masih jengkel setengah mati dengan wanita itu mengingat pertemuan pertama mereka yang meninggalkan kenangan buruk.

Akan tetapi, setelah semua yang Freen lakukan untuknya, dimulai dari merawat dan menjaganya di rumah sakit sebagai bentuk tanggung jawab, menjemputnya di fasilitas rehabilitasi untuk kesehatan jiwa, hingga membantunya di rumah sakit setelah diserang oleh orang asing, Becca merasa bahwa dinding es yang terbentang di antara mereka perlahan-lahan mulai mencair.

Tapi tetap saja Becca tidak ingin menghabiskan paginya untuk duduk dan mengobrol dengan wanita ini—pikirannya masih melayang-layang ke obrolan yang mereka lakukan semalam dan menurutnya itu tidak akan baik untuk pikirannya. Selain itu ia juga memiliki rencana untuk pulang ke rumah keluarganya dan membahas hal yang penting bersama sang ayah.

Menyadari ucapannya tidak digubris oleh Becca, Freen memberikan senyum penuh pengertian dan tetap meletakkan dua buah piring di atas meja makan dan mulai meletakkan telur serta sosis yang sudah dimasak di atasnya. "Mengapa begitu terburu-buru? Semalam kau tidak makan apapun, kan? Jadi, duduklah bersamaku dan makan bersama. Aku berani jamin masakanku tidak akan membuatmu kecewa." Freen meletakkan teflon di atas kompor konduksi dan menggunakan tisu untuk membersihkan permukaannya dari minyak.

Di belakangnya, Becca menghembuskan napas pelan. Padahal ia ingin langsung pergi, tetapi wanita berambut panjang itu berhasil menahannya dengan iming-iming satu piring makanan pagi serta segelas susu hangat. Rasanya ia nampak seperti anak enam tahun yang dapat dibohongi oleh ibunya dengan sebatang permen cokelat. Well, meskipun Becca sendiri terlihat enggan menuruti permintaan Freen untuk sarapan bersama, wanita itu tetap mengambil tempat duduk di ruang makan—berseberangan dengan kursi yang akan ditempati oleh Freen.

Tak butuh waktu lama bagi letnan muda itu untuk membereskan alat-alat masak miliknya dan bergabung dengan Becca yang masih belum menyentuh makanannya hanya untuk menunggu. Melihat itu, Freen mengulas senyum kecil. Ia tidak menyangka Becca akan menunggunya. Itu adalah perbuatan kecil yang membuatnya merasa dihargai meskipun wajah Becca terlihat terlalu datar karena minimnya ekspresi yang ia tunjukkan.

Menenggak setengah gelas air mineral, Freen mendudukkan diri di tempat duduknya. "Seharusnya kau tidak perlu menungguku. Katamu kau sedang terburu-buru, jika begini aku malah merasa bersalah karena membuatmu terlambat menyelesaikan urusanmu itu." ucapnya sembari menekan-nekan pelipisnya. "Memangnya kau mau pergi ke mana dengan leher terluka seperti itu? Jadwalmu dengan Billy masih tiga hari lagi."

Becca menggumam. "Mengapa kau bertanya? Apakah itu penting bagimu?"

"Kau ini... aku hanya takut meninggalkanmu setelah insiden yang terjadi kemarin." Freen menghela napas. Ia meletakkan sendok dan garpunya di atas piring dengan rapi tanpa membuat suara dentingan. "Omong-omong polisi sudah menangkap orang yang menyabet lehermu semalam. Divisi Keamanan Lalu Lintas yang menangkapnya ketika pria itu berusaha kabur melewati jalan tol untuk ke kota lain. Ia sudah diserahkan ke tim dan Irin yang akan mengurusnya."

Straight To HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang