Chapter 9: Unwanted Premonitions

751 84 26
                                    

Pernahkah kalian merasa, dalam satu titik dalam kehidupan yang kalian alami hingga saat ini, kalian merasa bahwa semuanya seakan tertumpuk menjadi satu dan membentuk sebuah benteng tak terlihat yang menjepitmu dari segala sisi? Meskipun benteng itu sebenarnya tak nampak, tapi kalian bisa merasakan bahwa hati dan jiwamu sedang terkunci dalam satu tempat yang begitu sempit dan sesak. Sebegitu sempitnya hingga kau merasa jantung yang ada di rongga dadamu seakan bisa meledak kapan saja.

Perasaan mengerikan semacam itu mungkin tidak bisa dideskripsikan dengan sempurna. Karena memang, sebuah perasaan yang begitu kompleks dan pelik kebanyakan tidak memiliki padanan yang pantas bagi dalam sebuah kalimat. Semuanya terasa kacau, dan rasanya sulit sekali untuk tidak memikirkan segala hal negatif yang sudah terlanjur berjejalan di dalam kepala.

Mengerikan. Benar-benar mengerikan. Dan itulah yang Becca rasakan sekarang.

Emosi negatif, pikiran buruk dari peristiwa-peristiwa yang sudah ia alami selama ini, pembicaraan-pembicaraan yang melibatkan dirinya, sampai tanggung jawab besar yang menyerupai bongkahan batu raksasa yang dijatuhkan di atas kedua bahunya, membuatnya tidak bisa berpikir sama sekali. Yang ada di kepalanya sekarang hanya suara-suara yang tak ia kenal, berbisik dan berteriak. Membuat semua suara aneh itu saling bercampur di dalam kepalanya yang sudah tak karuan.

Kasus pembunuhan berantai yang menjadi semakin kacau dan mengerikan, tanggung jawabnya atas nyawa-nyawa tak berdosa yang melayang karena obsesi dan dendam seorang psikopat, teror yang ditujukan pada dirinya dan keluarganya, percobaan pembunuhan dari salah seorang anggota tim investigasinya, dan fakta baru bahwa salah satu anggotanya adalah polisi bermasalah yang pernah membunuh lebih dari dua orang dan masih memiliki izin untuk bertugas dan membawa senjata api hingga sekarang.

Meskipun Becca berusaha keras menata semua permasalahan yang kini membebaninya, mengurutkannya berdasarkan skala prioritas agar ia bisa perlahan-lahan menyelesaikannya tanpa perlu membuat kepalanya meledak, semua tatanan yang sudah ia benahi sedemikian rupa itu terus hancur berserak setiap detiknya. Ia sudah bisa merasa, psikis dan pikirannya sudah tak bisa lagi membantunya.

Saint, sang kepala divisi, memanggilnya ke ruangannya setelah menyelesaikan semua hal yang berhubungan dengan mayat di tempat kejadian perkara (tentu saja itu termasuk pembicaraan serius dengan keluarga korban berkaitan dengan perizinan otopsi). Ia tidak bertemu dengan Freen di kantor setelahnya, beberapa orang yang ia tanya memberitahu Becca jika wanita itu pergi ke rumah sakit untuk mengobati luka sayatan pisau di tangannya.

Pria itu—tidak, kakak sekaligus mentornya itu membicarakan mengenai hal sensitif berkaitan tentang kesehatan jiwa dan psikologisnya. Saint sendiri sepertinya sudah tahu benar tentang perubahan kepribadiannya yang sangat kontras hingga akhirnya, sebagai akibat dari kondisinya yang mungkin sudah cukup mengkhawatirkan hingga mempengaruhi performa kerja, Saint akhirnya memanggilnya untuk memberikan dispensasi—mari katakan itu sebagai penyampaian yang lebih halus dari diskorsing.

Ya, paling tidak itu hukuman ringan yang pantas diberikan padanya setelah menyerang anggota forensik hingga terluka hanya karena halusinasi.

Awalnya, Becca tentu tidak terima dengan apa yang disampaikan Saint. Secara tidak langsung, ia juga telah melukai integritas dan dedikasinya sebagai seorang polisi yang sedang aktif bertugas. Tapi karena atasannya itu mengatakan semuanya dengan serius—termasuk dengan risiko paling buruk jika ia terus memaksa bekerja dengan kondisi psikologis yang tidak stabil—dan juga berjanji bahwa ia akan diizinkan kembali setelah satu bulan.

Satu bulan adalah waktu yang sangat lama baginya, tetapi mungkin masih cukup singkat bagi Saint. Pria itu sempat menyebutkan jika Becca bisa saja mendapat diskorsing selama tiga bulan jika tindakannya menembak senjata api secara asal dan menodong Freen dengan pistol dimasukkan ke dalam hitungan. Itu termasuk kecerobohan dalam menggunakan senjata api karena ia berpotensi membunuh Freen dengan safety pistolnya yang sedang dilepaskan.

Straight To HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang