Chapter 17: Break, Break My Mind

653 83 68
                                    

Nam sedang berdiri di depan ketiga brankar yang masih terisi oleh tiga mayat yang ia dan Freen temukan di dalam kulkas. Brankar tersebut sebelumnya digunakan untuk mengotopsi jenazah ibu dan saudara Seng yang dibunuh. Meskipun jenazah dua orang itu hanya berada di ruangan ini selama kurang dari 2 jam karena pihak keluarga terus memaksa untuk membatalkan proses otopsi, Nam dan timnya tetap harus mensterilkan brankar tersebut untuk digunakan kembali.

Ia dan beberapa orang anak buahnya bekerja tanpa henti selama satu hari penuh untuk mengidentifikasi setiap potongan tubuh yang dijejalkan ke dalam kantung plastik hitam tersebut. Berkali-kali mereka mendapati kesulitan yang sedikit menghambat proses identifikasi DNA. Kebanyakan karena organ atau bagian tubuh yang dapat dijadikan sampel bilogis sengaja dirusak oleh si pembunuh. Bahkan, semua sidik jari yang ada pada masing-masing mayat sengaja dihilangkan dengan cairan kimia.

Ia sudah melakukan pemeriksaan toksikologi terkhususnya pada bagian telapak tangan masing-masing korban. Dan ia menemukan jejak-jejak cairan kimia yang ada dalam pemutih pakaian di sana. Sidik jari menusia tidak bisa berubah, tapi mereka bisa hilang baik itu disebabkan oleh proses pengobatan yang dilakukan, alergi, atau terpapar bahan-bahan kimia. Tak sering juga ada kasus sidik jari yang hilang karena penggunaan bubuk deterjen. Sehingga itu dapat membuat Nam yakin bahwa si pelaku memang menggunakan cairan pemutih pakaian dalam jumlah banyak untuk merendam bagian tangan mayat.

Ini mengingatkannya pada penemuan mayat pertama dan kedua, saat mayat korban pembunuhan berantai itu masih diberikan sentuhan artistik oleh si pembunuh sebelum ia mengubah caranya mengeksekusi menjadi lebih brutal. Si pembunuh juga menggunakan cairan pemutih untuk merendam tubuh korban hingga membuatnya berubah warna menjadi lebih pucat dari warna kulit aslinya. Sudah lama ia tidak menggunakan metode yang sama untuk korban yang ia bunuh jadi Nam merasa sedikit ngeri ketika si pembunuh menggunakannya lagi untuk ketiga mayat ini.

Karena botol-botol cairan sialan ini juga aku harus mendekam di sel tahanan selama beberapa hari.

Nam mengabsen rambutnya dengan jari-jari tangan kanannya—tenang saja, itu sudah bersih—dan menyugarnya ke belakang untuk menyingkirkan anak rambut yang jatuh menutupi mata. Singkatnya, setelah berhasil mengidentifikasi identitas mayat dengan menggunakan metoden rekayasa DNA selama berjam-jam, anggota timnya berhasil mendapatkan identitas dari ketiga mayat itu dan mulai berbagi tugas untuk menjahit dan menyatukan setiap anggota tubuh yang dimutilasi.

Saking sibuk dan banyaknya pekerjaan yang ada, Nam perlu meminta bantuan pada atasannya untuk memberinya beberapa anggota tambahan dari tim forensik lain. Dengan tiga orang fokus pada pencatatan dan dokumentasi serta sisanya melakukan pembedahan, identifikasi, tracing, pengelompokan anggota tubuh, restorasi, dan penyatuan kembali. Pekerjaan dilakukan 18 jam penuh, tanpa henti, tanpa istirahat. Dan kini, Nam sedang berdiri sembari membawa secangkir kopi yang sudah diisi ulang sebanyak 7x di depan tiga mayat yang tidak utuh.

Mayat pertama, yang berada di brankar paling kiri adalah seorang wanita berambut cokelat. Berdasarkan proses identifikasi, usianya baru menginjak 20 tahun. Mayat itu disatukan kembali tanpa kaki kiri karena memang di dalam kantung plastik ternyata tidak ditemukan kaki kiri miliknya.

Mayat kedua, berada di brankar tengah, adalah seorang wanita berambut pendek sebahu berusia antara 40-50an. Tangan kanannya tidak ditemukan dan ia dijahit kembali tanpa tangan kanan. Salah satu bola matanya hilang, menyisakan satu lubang kosong yang seharusnya diisi oleh bola mata kini digantikan oleh gulungan kapas.

Dan akhirnya, mayat ketiga, berada di brankar paling kanan. Seorang wanita berambut hitam panjang dengan usia 23 tahun. Ia dijahit kembali tanpa kaki kanan, sama seperti korban pertama.

Berdasarkan identifikasi, timnya berhasil mendapatkan informasi bahwa ketiga korban ini rupanya memiliki hubungan darah—mereka adalah satu keluarga dengan seorang ibu dan dua orang anak tanpa ayah. Ketika timnya melakukan crosscheck di pengadilan negeri setempat, mereka menemukan fakta bahwa si ibu sudah bercerai dengan suaminya lima tahun lalu.

Straight To HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang