Chapter 5: Not A Safe Place Anymore

847 91 9
                                    

Empat buah mobil—satu mobil SUV hitam milik Rebecca, tiga mobil dinas polisi yang terparkir di depan gerbang kediaman pribadi Sersan Rebecca Armstrong. Semua tim investigasinya datang dengan pakaian sipil ke rumahnya untuk melakukan penyelidikan—juga mengikuti saran Letnan Chankimha untuk tidak membiarkan Rebecca datang sendirian ke rumahnya dan memulai penyelidikan dengan menanyakan orang-orang yang ada di lingkungan tempat tinggal Rebecca.

Semua foto-foto yang ditinggalkan oleh si monster menunjukkan berbagai macam angle yang berbeda sehingga dapat disimpulkan ia pernah beberapa kali singgah di sekitar situ, menjadi salah satu penghuni, atau bahkan menyusup ke dalam salah satu rumah hanya untuk memantau kehidupan Rebecca.

Lingkungan rumah Rebecca sendiri adalah lingkungan rumah yang tergolong sepi. Semua penghuninya kebanyakan adalah pegawai kantoran yang pergi di pagi buta, pulang saat matahari mulai terbenam, dan mematikan lampu-lampu rumah mereka ketika malam. Bahkan ada beberapa unit rumah yang kosong karena si pemilik hanya sekedar menggunakan rumah itu sebagai property yang akan dijual kembali beberapa tahun lagi setelah harganya naik berkali-kali lipat.

Kedatangan petugas-petugas polisi itu memang sempat menarik perhatian beberapa orang, tetapi karena mereka semua datang dengan wajah tegang seperti sedang terjerat hutang, maka tidak ada yang berani mendekat karena segan dan memilih melihat dari kejauhan. Mereka semua sudah mendapatkan arahan dari Rebecca ketika di kantor—sersan muda itu datang menggunakan dua plester salonpas di bagian tengkuk setelah pulang dari rumah sakit di sore harinya untuk menginap di apartemen Nam agar ia bisa pergi ke kantor di esok pagi—sehingga begitu turun dari mobil, polisi-polisi itu segera bergerak menyebar sesuai dengan tugasnya masing-masing.

Beberapa hal yang harus dilakukan setelah mendapatkan surat perintah adalah mendatangi satu persatu rumah di sekitar kediaman Rebecca untuk meminta izin melakukan penggeledahan, menanya-nanyai orang sekitar mengenai kemungkinan adanya orang tidak dikenal yang berkeliaran, sekaligus mengecek kamera CCTV yang ada di sekitar sana. Rebecca masih berada di sisi mobilnya, menatap rumahnya sendiri seperti ia sedang menatap sesuatu yang asing dan begitu jauh.

Membayangkan apa yang mungkin ada di sana ketika ia tidak ada di rumah saja sudah membuat bulu kuduknya merinding

Di salah satu mobil dinas, Noey yang semula berdiri di halaman rumah bersama dengan Heng dan Freen tampak berlari kembali untuk membuka bagasi belakang mobil untuk mengambil suatu alat elektronik kecil dan kembali ke halaman rumah untuk memberikannya pada Freen. Sejujurnya, Rebecca masih tidak memiliki cukup keberanian untuk masuk ke dalam rumahnya. Tetapi karena ini sudah tugasnya untuk mencari petunjuk yang akan membawanya pada si pembunuh, maka ia perlu melawan rasa takut itu.

Menggunakan remote untuk mengunci pintu mobilnya hingga suara beep yang cukup keras terdengar, Rebecca berjalan cepat melangkahi bebatuan kecil yang menempel di sol sepatunya untuk bergabung bersama rekan timnya yang lain untuk memulai penggeledahan di dalam rumahnya sendiri. Menjatuhkan tatapan singkat pada Freen, Rebecca kembali merasa tidak mengenali letnan muda itu meski mereka berdua sempat berbicara selama beberapa jam dua hari yang lalu.

Wajah wanita itu kembali terlihat tidak bersahabat, menunjukkan bahwa ia tidak tertarik untuk berbicara apapun selain yang berhubungan dengan pekerjaan. Sorot mata dingin dari kedua iris cokelat muda itu seakan menusuk hati setiap orang dan membuat siapapun yang bertatapan langsung dengannya. Jika ia mau, mungkin Freen bisa membunuh orang hanya dengan satu kali tatapan mata yang menakutkan itu.

Bahkan saat Rebecca berjalan mendekatinya, si Chankimha itu tak mau repot-repot menatap ataupun menyapanya melainkan langsung memintanya untuk berjalan duluan dan membuka pintu rumahnya dengan kunci yang Rebecca bawa. Menghembuskan napas berat karena tak ingin membuat suasana tegang menjadi semakin runyam, Rebecca pun menjalankan permintaan Freen tanpa mengucapkan apapun. Rebecca, selaku pemilik rumah berdiri di depan pintu dengan kunci di tangan.

Straight To HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang