Chapter 4: Intriguing Kindness

944 105 11
                                    

Kehidupannya selalu berfokus pada kegiatan kampus yang padat dan pekerjaan paruh waktu yang membuatnya tidak pernah sempat berpikiran untuk takut kepada apapun selain pada kewajiban yang harus ia penuhi sebagai seseorang yang mulai beranjak dewasa. Lagipula, kalau diberikan pertanyaan tentang siapa yang paling ia takuti saat ini, maka Neungluthai Suppamongkon pasti akan menjawab bahwa ia takut pada dosen-dosennya dan takut pada bos di tempat kerja paruh waktunya.

Setiap hari, setelah ia menyelesaikan semua urusannya di universitas di jam tiga sore, wanita itu akan bergegas pergi untuk berganti pakaian dan pergi ke tempat kerja paruh waktunya. Ia bekerja sebagai pegawai shift sore di minimarket 24 jam sebagai kasir hingga pukul 10 malam dan setelah itu ia akan langsung pulang ke apartemennya untuk membersihkan diri, mengerjakan tugas, dan beristirahat untuk pergi ke kampus esok harinya.

Hari ini, pelanggan toko sedang sepi dan ia sudah mulai mengantuk. Padahal waktu masih menunjukkan pukul 8 malam, shiftnya baru akan selesai dua jam lagi dan ia sudah mulai mengantuk. Ia sudah selesai merestock barang-barang yang ada di toko dengan stok di gudang sehingga sekarang ia bisa bersantai sembari bermain ponsel atau sedikit menyicil tugas mata kuliahnya.

Tiga hari ke belakang, ia diberi pesan oleh manajernya untuk lebih waspada sebab kamera cctv yang ada di belakang meja kasir, area parkir, dan menuju gudang sedang rusak. Manajer sudah menghubungi tukang reparasi untuk memperbaikinya, akan tetapi mereka baru bisa mengirim staff di akhir minggu nanti.

Semua kewaspadaan itu membuatnya lebih cepat lelah hari ini. Jadi untuk mengalihkan pikiran dari penat yang mulai menggerogoti, ia memutuskan untuk menghubungi temannya untuk menghapus sepi. Mereka mengobrol tentang banyak hal, tentang laki-laki dan perempuan cantik yang ada di lingkungan fakultas hingga keluhan-keluhan yang membuat masing-masing dari mereka jenuh selama beberapa hari terakhir.

Hingga pada satu momen, temannya ini mulai membahas sesuatu yang sedang ramai di televisi. "Song, saat pulang nanti kau harus memesan Grab Car. Jangan berjalan pulang seperti biasa. Aku tidak ingin kau melihatmu di tv sebagai korban pembunuhan."

Song tergelak kecil atas ucapan sang kawan yang menurutnya tak masuk akal. "Astaga, tempat kerjaku dan apartemenku itu sangat dekat. Kau tidak perlu khawatir. Toh, aku bisa berlari dengan cepat. Kau tahu itu, benar?"

"Aku tahu, Song. Tapi kau harus tetap waspada, oke?"

"Baik, baik. Aku mengerti," Song mendongak, telinganya mendengar suara mobil yang diparkir di halaman parkir. Itu berarti sebentar lagi akan ada pelanggan yang masuk. "Tunggu sebentar, ada pelanggan."

Suara bel berbunyi bersamaan dengan pintu kaca yang didorong oleh seorang wanita bertopi hitam, berambut panjang yang mengenakan celana jeans hitam dan hoodie abu-abu. Song mengucapkan salam padanya dan wanita itu membalasnya dengan senyuman sebelum berlalu pergi ke rak tempat makanan ringan. Aroma mint menyeruak masuk ke dalam hidungnya ketika wanita berambut panjang itu berlalu.

Song melirik sekilas wanita itu dari kejauhan sebelum kembali berfokus pada ponselnya sembari menunggu pelanggan tadi kembali ke kasir untuk melakukan pembayaran. Belum sepuluh menit berlalu dan Song baru saja menulis tiga paragraph esainya, pelanggan tadi berjalan mendekat dan meletakkan barang belanjaannya di meja kasir. Segera saja ia berdiri dan memasukkan ponselnya ke dalam saku dan mulai mengerjakan tugasnya.

"Apakah tidak ada orang lain selain dirimu di sini? Tempat ini sangat sepi dan sempat membuatku takut untuk mampir tadi."

Mendengar itu, Song refleks melemparkan senyum. Sembari memasukkan beberapa botol pemutih pakaian, pengharum pakaian, makanan, dan beberapa barang-barang lain ke dalam kantung plastic besar, ia menjawab, "Biasanya selalu ramai pada jam ini, tapi hari ini memang berbeda. Aku juga tidak tahu mengapa. Mungkin orang-orang terlalu lelah untuk mampir sekedar membeli minuman dingin atau onigiri? Oh, totalnya 1000 Baht, nona."

Straight To HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang