05 - Ardelle

156 16 4
                                    

Mengesankan.

Ya, mengesankan.

Ketika ia membuka mata dan menyadari bahwa seisi ruangan ini kosong. Ardelle tersenyum sinis. Ia sudah menyadari sejak bertemu dengan Kylan. Bagaimana bisa pria itu sangat bodoh dalam menyamar.

Ardelle segera menemukan satu kamera pengawas di atas sana dan menatapnya dengan jengah. Ia lalu mendengar suara langkah kaki mendekat ke arah pintu ruangan ini. Tubuh Kylan berdiri tegap, masih dengan setelannya tadi.

"Aku ingin bertemu atasanmu," ucap Ardelle dengan tenang.

Saat itu juga tubuh Kylan berpindah dan tergantikan oleh sesosok pria tinggi dengan rokok di mulutnya. Rambut hitam panjang menyentuh leher dan diikat setengah. Pria itu mungkin saja bisa jadi model jika tidak menggeluti pekerjaan kotor ini.

"Aku ingin protes."

Pria itu mengernyit. Ia melangkah masuk sembari membuang rokoknya ke lantai, menginjaknya hingga mati. Dan mungkin sebentar lagi ia akan mengikuti rokok itu.

"Apa posisimu saat ini bisa melayangkan sebuah protes?" tanyanya.

Suaranya terdengar tidak terlalu tajam, berbanding terbalik dengan wajahnya. "Tidak, tetapi bisa meningkatkan kemampuan bawahanmu," jawab Ardelle santai.

"Benarkah?" Ia melihat Kylan yang langsung menundukkan wajahnya.

"Kau kira aku bodoh tidak bisa mengenali pin itu? Kau kira aku bodoh tidak bisa mengenali mobil yang sering menjemputku?"

Pria itu tersenyum. "Jadi apa keistimewaan dari pin dan mobil itu?"

"Kenapa aku harus memberitahumu?"

Pria itu menggigit bibirnya, merasa tertarik dengan perempuan yang harusnya ia bunuh dalam sekali jentikan jari. Ia lalu melihat Kylan yang sedang menyentuh earpiece yang terpasang. Pria itu segera mengunci pintu.

"Damian Hert sudah ada di tempat."

Ucapan itu membuat pria bernama Giovanne Marxy yang saat ini sedang berdiri dengan santai itu menyeringai. Ardelle mengerutkan dahinya. "Apa yang akan kau lakukan?!" tanya Ardelle tajam ketika nama Damian disebutkan.

"Sekarang kau baru merasakan panik?"

"Damian Hert sudah menaiki tangga dan dalam hitungan kelima...empat...tiga...dua—"

Suara dobrakan pintu yang keras membuat mereka bertiga yang ada di dalam menoleh serentak. Giovanne semakin tersenyum. "Sedikit salah perhitungan," ucapnya. Namun cukup terkesan dengan pertunjukan itu.

"Giovanne Marxy," ucap Damian dengan pistol di tangannya.

"Damian Hert," ucap Giovanne dengan senyuman.

Damian melirik ke arah Ardelle. "Dia milikku," ucap Damian dengan tajam.

"Aku tahu. Akan aku kembalikan boneka ini padamu." Dengan begitu Damian dan Kaylan segera meninggalkan tempat tersebut dengan santai. Bahkan pria itu sempat membalikkan badan untuk mengedipkan matanya pada Ardelle.

Damian dengan segera membuka ikatan tangan Ardelle. Ia berdecak ketika pergelangan tangan itu sedikit lecet akibat ikatan yang terlalu kencang. "Kau tidak apa-apa?" tanyanya.

"Kenapa kau tidak menembaknya?" tanya Ardelle langsung. Wajahnya saat ini mungkin terlihat kesal.

"Tidak bisa."

"Kenapa?!" desak Ardelle. Namun ketika ingatannya kembali dengan tingkah Kylan membuat Ardelle berpikir ulang bahwa pria yang bernama Giovanne Marxy itu sangat kuat.

Blue Eyes : Eyes of The DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang