*Cerita ini lebih aneh dan gila daripada cerita yang pertama jadi jangan terlalu berekspektasi.
***
"APA?!"
Harusnya Mashiho mengikuti kata hati nya untuk tak membiarkan Doyoung sendirian di rumah. Mashiho frustasi, terutama ketika orang di seberang sana selesai mengabari dirinya bahwa Doyoung dilarikan ke rumah sakit. Harusnya Mashiho sadar bahwa Doyoung adalah orang yang nekat. Mashiho lekas mengambil tas miliknya. Tapi saat hendak keluar, pintu tiba-tiba terbuka menampilkan sosok atasan Mashiho.
"Kamu saya suruh ambil file lama banget. Kita bentar lagi ada meeting." Ucap Yoshi.
Ah, bagaimana Mashiho bisa lupa kedatangannya ke ruangan ini. Berkat telepon itu, Mashiho jadi melupakan Yoshi dan rapat penting hari ini. Tapi keadaan Doyoung juga menjadi prioritas Mashiho.
"Kenapa diam? Mana file nya?" Tanya Yoshi.
"Pak, bisa nggak hari ini saya izin——"
"Nggak bisa!" Sahut Yoshi cepat. Si pemilik mata tajam itu menatap Mashiho sebentar sebelum berjalan menuju meja kerja nya. Ia mengambil file yang sudah ia siapkan sebelumnya.
"Hari ini ada meeting penting. Kamu nggak bisa seenaknya izin——"
"Pak saya mohon kali ini aja. Saya janji nggak akan lama." Mashiho menautkan kedua tangannya memohon kepada Yoshi dengan mata berkaca-kaca. Sejenak Yoshi dibuat bingung ketika Mashiho begitu memohon kepadanya. Yoshi tak pernah melihat Mashiho seperti ini.
"Kamu mau ngapain."
"Adik saya masuk rumah sakit, disini nggak ada siapapun keluarga dia selain saya. Saya mohon izinin saya keluar sebentar. Seenggaknya saya mau ngecek keadaan dia."
Yoshi terkejut ketika Mashiho bahkan berlutut. Air matanya sudah keluar dengan tangan yang setia bertaut. Mashiho merendahkan diri untuk mendapat izin Yoshi.
"Ayo!"
Mashiho menatap tak percaya ke arah Yoshi. Apa maksudnya? Bahkan ketika Mashiho memohon dengan sangat, Yoshi justru tetap tak mengizinkan nya.
"Pak saya harus liat adik saya—"
"Saya tau!" Sela Yoshi cepat. Ia menarik Mashiho untuk berdiri.
"Ayo saya antar." Ucapnya yang membuat Mashiho terdiam. Ia baru saja akan melayangkan protes penolakan sampai Yoshi kembali berkata.
"Saya antar atau nggak usah pergi?"
***
Perjalanan menuju rumah sakit dilewati dengan Mashiho yang senantiasa mengecek ponselnya, barangkali ada kabar bagus dari Doyoung. Tapi ketika Mashiho bahkan sudah sampai di pekarangan rumah sakit, ia tak kunjung mendapatkan pesan apapun hingga Mashiho langsung berlari ketika mobil Yoshi telah berhenti. Tanpa mengucap terimakasih, Mashiho bahkan meninggalkan sang atasan yang belum sempat mematikan mesin mobil.
Yoshi menghela napas. Jika bos nya Mashiho bukan dirinya, Mashiho pasti sudah dipecat sejak meminta izin tadi. Tanpa membuang waktu, ia segera turun menyusul sang sekertaris yang sudah lebih dulu berlari.
Keadaan cukup ramai di koridor. Mashiho terus saja berlari menuju ruangan yang telah diberitahu oleh resepsionis. Disusul Yoshi yang hanya berjalan cepat, jaga-jaga jika Mashiho menabrak seseorang, Yoshi bisa langsung meminta maaf. Karena sepertinya Mashiho tak sempat.
Tak berselang lama sampai keduanya berhenti di depan sebuah ruangan. Seseorang yang tak familiar bagi Mashiho tengah duduk di ruang tunggu, sedangkan dari kaca kecil di pintu Mashiho bisa melihat Doyoung masih diperiksa oleh dokter.
Sedangkan Yoshi melirik seseorang yang duduk disana. Pandangan tajam keduanya bertemu sebelum Yoshi membulatkan mata ketika Mashiho tiba-tiba menarik kerah seseorang disana.
"Anda yang bernama Haruto kan?" Mashiho bertanya dengan tidak sabaran. Amarah jelas terlihat, Mashiho khawatir dengan keadaan Doyoung.
Sementara orang itu mengangguk. Haruto menunduk, ia tak ada hak untuk melawan.
"Anda tau nggak kalo anda itu hampir bunuh adik saya?" Kilat marah terpancar dari binar milik Mashiho.
"Memangnya adik saya ada salah apa dengan anda? Hah?!"
"Mashi, tenang!" Yoshi berusaha keras menarik Mashiho menjauh dari Haruto yang sepertinya lumayan menyesal. Lelaki jangkung itu sedari tadi hanya menunduk.
"Lepasin saya Pak!" Mashiho tak terima ditahan Yoshi, dirinya ingin memukul Haruto meskipun bukan sepenuhnya salah Haruto. Sang dosen tak tau bahwa Doyoung sebelumnya tengah sakit saat dirinya meminta bertemu.
Tapi Mashiho butuh seseorang untuk disalahkan, ia butuh pelampiasan dari amarah dan rasa panik.
"Mashiho!" Peringat Yoshi.
Mashiho tak mendengarnya. Ketika ia hampir meraih Haruto lagi, Yoshi kembali menariknya. Kali ini bukan hanya dipegangi, Yoshi membawa sang sekertaris untuk ia dekap. Sangat erat sampai-sampai tak memungkinkan Mashiho lepas.
"Saya nggak akan ngelepasin kamu kalo kamu nggak tenang." Ucap Yoshi dengan nada lirih, mungkin hanya bisa di dengar oleh Mashiho. Lelaki yang semula memberontak di dalam pelukan Yoshi itu mulai tenang. Tapi justru isakan demi isakan yang kini Yoshi dengar. Mashiho menangis, Yoshi tau sebab kemeja nya terasa basah di satu bagian. Niat Yoshi untuk melepaskan Mashiho berubah, ia mulai melonggarkan rengkuhannya, dengan pelan ia mengusap punggung lelaki itu untuk menenangkannya.
"Maaf." Lirih Haruto.
Yoshi langsung mendongak. Ia menatap Haruto sekilas.
"Kalau adik saya kenapa-kenapa, izinkan saya akan membunuh dia, Pak." Ucap Mashiho yang teredam karena pelukan Yoshi. kalo boleh Yoshi ingin tertawa sebenarnya, tapi keadaan sedang begini.
"Emangnya kamu bisa bunuh orang? Liat kecoa aja lari——" Ucapan Yoshi tercekat ketika ia merasakan cubitan di pinggang nya, mati-matian sang bos menahan diri agar tidak berteriak.
Mashiho kemudian melepaskan diri dari sang atasan. Tatapannya tetap sengit ke arah Haruto.
"Nggak akan terjadi apapun sama adik mu." Ucap Yoshi begitu tulus,sekalian mengalihkan perhatian Mashiho agar tidak bernafsu memukuli Haruto sekarang.
Keadaan itu berubah ketika pintu ruangan terbuka. Seseorang dengan jas putih yang baru saja keluar langsung ditodong ribuan pertanyaan dari Mashiho. Bak seorang raper handal, bahkan sang dokter dibuat kebingungan dengan darimana asal manusia cerewet ini?
"TIFUS?!"
"Mashi pelankan suara mu——"
"TIDAK BISA PAK! GARA-GARA MANUSIA INI ADIKKU YANG SEMULA CUMA DEMAM BIASA JADI TIFUS!" Kalau tidak dipegangi Yoshi lagi, mungkin Haruto sudah kena pukul berkali-kali oleh Mashiho.
"Tenang Mashi, ini rumah sakit!" Ucap Yoshi.
Karena dominasi dari lelaki itu, Mashiho akhirnya terdiam dengan napas terengah. Emosinya masih ada, terlebih setelah melihat wajah Haruto yang menurutnya jelek. Kenapa sih Doyoung begitu tergila-gila pada om-om satu ini?
Sang dokter pun pamit dengan pesan mereka boleh menjenguk asal memelankan suara. Tidak berisik, dan tidak saling bertengkar. Jika masih begitu, sang dokter terpaksa memanggil keamanan untuk menyeret mereka keluar. Mendengar perintah dokter, Mashiho mengangguk pasrah, hasrat ingin memukul Haruto harus ia pendam karena tidak mau diseret keluar. Sudah cukup Mashiho menjadi macan, saatnya menjadi imut lagi.
Lelaki manis itu dengan tergesa memasuki ruangan. Selain memukul Haruto, Mashiho juga bernafsu mengomeli Doyoung selama tiga puluh menit karena kenekatan dan tingkat bucin darinya membuat Doyoung akhirnya harus dirawat inap.
Saking fokusnya pada tujuan, Mashiho sampai melupakan dua manusia di luar. Yoshi menatap Haruto begitupun sebaliknya. Mereka hanya menatap dalam diam seolah berkomunikasi lewat netra tajam masing-masing.
Sesaat kemudian Yoshi menghela napas.
"Butuh waktu berapa lama lagi——
——yang mulia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
REWRITE THE HISTORY 2 : FUTURE [✓]
Ngẫu nhiênHidup di masa depan jauh lebih mudah, semua serba tersedia secara instan. Tapi, menurut Doyoung ada dua hal yang susah dilakukan di masa depan. Yang pertama menyelesaikan skripsinya dengan cepat dan yang kedua, mendapatkan kembali hati Haruto. Tw...