FUTURE 6 : 𝓓𝓮𝓼𝓾𝓵𝓽𝓸𝓻𝔂

2.1K 353 58
                                    

Yoshi menyeret Mashiho keluar meskipun kesusahan karena sadar ada yang butuh ruang dan waktu untuk berdua. Membicarakan yang selama ini menjadi rahasia. Meskipun Mashiho terus menolak, bahkan Mashiho sempat mengancam Haruto.

"Awas aja kalau Doyoung habis ini kejang-kejang. Saya nggak takut masuk penjara cuma buat membunuh Anda, asal anda tau,Sepupu jauh saya pengacara." Tegas Mashiho sebelum Yoshi membawanya dengan sedikit memaksa.

Perjalanan menuju kantor diwarnai dengan keheningan. Menurut Yoshi, Mashiho sepertinya merajuk. Lelaki manis nan cerewet itu terus menatap keluar jendela dalam diam. Padahal yang Yoshi tidak tahu, Mashiho khawatir tentang keadaan Doyoung. Bagaimana kalau ternyata Haruto itu berniat membunuh Doyoung seperti di film-film? Bisa saja Haruto membekap Doyoung menggunakan bantal, atau menyuntikkan racun di infus Doyoung? Kalau Doyoung meninggal bagaimana? Dia belum mendapat gelar, kasihan.

Karena terlalu kepikiran, Mashiho sampai baru sadar bahwasanya sang Bos tak melajukan mobilnya untuk kembali ke kantor. Yoshi justru memarkirkan mobilnya di sebuah restauran yang sepertinya lumayan mahal. Sudah terlihat dari interior luar yang sepertinya premium.

Lelaki itu kemudian menoleh pada sang Bos yang sibuk membetulkan posisi mobil di parkiran sebelum melepaskan sabuk pengaman. Menyadari tatapan penuh tanya melayang kepadanya, Yoshi menatap balik Mashiho.

"Saya lapar." Jawabnya singkat, tapi sudah mewakili berjuta pertanyaan Mashiho mengapa sang bos justru tidak langsung kembali ke kantor.

Tak ingin banyak ikut campur, Mashiho kembali menatap keluar seperti semula. Padahal Yoshi sudah siap turun.

"Kenapa nggak turun?" Tanya Yoshi.

Mashiho kembali menoleh.

"Saya tunggu disini aja pak." Ucap Mashiho.

"Terus maksudnya, saya makan sendirian gitu?"

"Kan yang laper cuma Pak Yoshi?"

Sang bos mencebik kesal. Ia kemudian keluar dari mobil dan tanpa disangka, Yoshi menuju ke arah pintu mobil Mashiho dan membukanya.

"Ayo turun."

Mashiho menghela napas, mau tak mau ia harus menuruti titah sang bos. Sebagai sekretaris, ia ingin membuat karir yang baik untuk nanti ketika ia sudah tak tahan dengan Yoshi.

Keduanya berjalan masuk dengan Yoshi yang berjalan dua langkah lebih depan daripada Mashiho. Ini sudah menjadi kebiasaan Mashiho. Tapi Yoshi diam-diam memelankan langkahnya walaupun dirinya tetap tak bisa berada di sisi Mashiho.

Yasudah mau bagaimana lagi.

Keduanya duduk di salah satu bangku, saling berhadapan. Tapi tak sekalipun Mashiho menyentuh buku menu di depannya. Seakan lelaki itu datang kesini hanya untuk menemani Yoshi makan.

"Kamu kenapa diem aja? Nggak pesen? Tenang aja saya bayarin." Ucap Yoshi sembari membolak-balik buku menu.

"Kamu marah karena saya ajak pergi? Nggak akan terjadi apa-apa sama——"

"Pak Yoshi?!"

"Ya?"

Yoshi memusatkan atensi nya pada Mashiho yang sepertinya akan membicarakan sesuatu. Sedangkan Mashiho menghela napas sebentar.

"Kayaknya ini nggak bener." Mashiho berkata rancu, perkataan itu sukses membuat Yoshi mengerutkan keningnya.

"Maksud kamu?"

"Pak Yoshi sadar nggak sih sama kelakuan bapak selama ini?"

Yoshi terdiam, sejauh inipun ia belum bisa menangkap maksud arah pembicaraan dari Mashiho. Apakah Mashiho marah? Apa Yoshi membuat kesalahan?

Mashiho tertawa sinis.

"Sikap Pak Yoshi selama ini bikin saya salah paham. Semua yang pak Yoshi lakukan itu bukan hal yang wajar sebagai atasan dan karyawan."

Lagi-lagi Yoshi dibuat terdiam, pembelokan arah pembicaraan ini diluar praduga.

"Mashi——"

"Iya saya tau, saya harus profesional. Harusnya saya lihat sikap Pak Yoshi sebagai kemurahan hati, bukan malah saya yang jatuh hati. Saya nggak mau salah paham lagi, jadi saya mohon buat Pak Yoshi, untuk kedepannya tolong bersikaplah sewajarnya." Setelah berkata demikian, Mashiho bangkit lalu berjalan keluar tanpa sempat Yoshi hentikan.

Diam-diam Yoshi melihat dari jendela, langkah Mashiho yang tergesa sampai ia menghentikan sebuah taksi dan menghilang. Yoshi menghela napas lumayan panjang.

Yoshi bukannya ingin memberikan harapan palsu kepada Mashiho atau bagaimana.

"Maaf Mashi, tapi membuat kamu jatuh hati memang tujuan saya."

****

Dengan langkah berat, Haruto berjalan pelan memasuki ruangan tempat Doyoung terbaring. Entah masih pingsan atau hanya istirahat. Haruto melangkah pelan mendekati sisi kanan bangkar. Dengan pelan, ditariknya kursi dan duduk diatasnya. Haruto mengamati Doyoung sekilas sebelum meraih pelan tangan lelaki manis itu.

"Maaf." Katanya lirih.

Sorot kesedihan yang terpancar membuktikan betapa menyesalnya Haruto. Melihat Doyoung yang terbaring dengan infus di tangan kirinya.

Diusapnya pelan punggung tangan yang terlihat pucat, seiras dengan wajah sang pemilik tubuh yang tak kalah pucat.

"Aku selalu bikin kamu sakit."

Di ruangan yang didominasi putih ini, suara Haruto hanya menggema tanpa jawab. Sepertinya Doyoung masih betah menutup mata.

Haruto terus memandanginya seolah tak ada hari esok untuk kembali melihat Kim Doyoung. Ia tersenyum pahit, menertawai bagaimana semua berjalan begitu aneh. Tapi perjalanan ini membuatnya kembali bertemu dengan Doyoung.

Ya.

"Aku nggak pernah lupa sama kamu, permaisuri."

REWRITE THE HISTORY 2 : FUTURE [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang