29. Trapped

1.6K 180 2
                                    

"Kapan dia akan sadar?" decak Anslee entah untuk yang ke berapa kalinya. Sudah beberapa jam setelah operasi pengangkatan peluru pada bahu Atlee, namun pria itu tak kunjung sadarkan diri.

"Perlu waktu untuk pulih, apa kamu tidak bisa menunggu sembari duduk dengan tenang?" Menarik lembut lengan suaminya untuk duduk. Sejak tadi Anslee jelas tampak gelisah menunggu Atlee yang tak kunjung sadar.

"Aku rasa dia sedang berpura-pura pingsan."

Kavi tersenyum kecil mendengarnya. "Sebenarnya kamu sangat menyayangi adikmu, bukan? Tanpa berpikir, kamu langsung mendonorkan darah untuknya."

Walau Anslee terus mengatakan bahwa ia ingin menghajar Atlee dan ingin mengintrograsi pria itu, namun jauh di lubuk hatinya, Kavi yakin Anslee hanya ingin melihat adiknya sadar yang artinya operasi berhasil.

"Dia harus hidup agar aku bisa mengetahui apa yang terjadi."

"Dia akan segera sadar, Anslee."

Benar saja, hanya berselang setengah jam kemudian pria yang mereka tunggu pun tersadar dari tidurnya dengan wajah yang teramat pucat.

"Kenapa kau di sini?" sinis Atlee langsung ketika mendapati Anslee ada di dalam ruangannya sembari terbatuk kecil menahan sakit yang jelas masih tertinggal pada bahunya.

"Dia mendonorkan darahnya untukmu," jawab Kavi tau jika Anslee tidak akan memberitahunya.

"Aku tidak akan berterima kasih untuk darah yang kau berikan, jika tidak suka, kau bisa mengambilnya kembali."

"Sudah kubilang sopan santunnya tertinggal di dalam rahim saat lahir, bukan?" ucap Anslee kepada Kavi berusaha mencari pembelaan dari istrinya.

"Aku akan menunggu di luar, sebaiknya kalian bicara berdua." Menepuk pelan pundak Anslee.

"Kau yakin meninggalkan suamimu bersamaku? Sudah tak menyayangi nyawanya lagi?" tanya Atlee seolah menghalangi kepergian Kavi.

"Melihat kondisimu sekarang aku tidak khawatir untuk meninggalkan kalian berdua."

Untuk beberapa saat setelah kepergian Kavi, keadaan menjadi hening tak ada yang mengalah untuk membuka obrolan. Hanya terdengar kedua nafasnya yang beradu sampai akhirnya Atlee lah yang mengalah, "Untuk apa mendonorkan darah kotormu kepadaku?"

"Darahku bersih dan suci, jika kotor maka tidak bisa didonorkan brengsek. Berapa nilaimu dulu saat sekolah?"

"Lain kali kau tak perlu melakukannya."

"Tidak ada kata lain kali, jika ini bukan menyangkut istri dan anakku mungkin aku sudah membunuhmu. Mengapa kau membahayakan mereka?"

"Aku berusaha menyelamatkan istrimu, bodoh."

"Menyelamatkannya dari apa? Satu-satu hal yang membahayakannya adalah dirimu, kau mungkin ingin membunuhnya karena membenciku."

"Dia sedang mengandung keponakanku, tidak mungkin aku membunuhnya. Lagi pula, dia tidak bersalah." Ada ego yang sangat besar saat Atlee mengatakan itu namun ia hanya berusaha mengatakan faktanya.

"Kalau begitu paket yang kau kirimkan satu bulan yang lalu–"

"Paket apa?" potong Atlee mengingat jelas bahwa ia tak pernah mengirimkan apa pun kepada kakaknya.

"Jangan berpura-pura, kau mengirimkan rekaman kecelakaan orangtuaku dan sebuah senjata api."

"Aku tidak melakukannya."

Hal bodoh itu memang pernah Atlee lakukan sebelumnya, tak heran jika Anslee menuduhnya sekarang.

"Lalu siapa yang melakukannya?"

Pleasing Mr. AnsleeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang