Hai, hai, cuma mau bilang ternyata kemarinnya itu bukan ultah paksu. Wkwkwk Kukira udah Juni, ternyata masih Mei. Dah, lah, meut bacaaa.
***
Pemutusan hubungan kerja melanda pabrik-pabrik di Indonesia. Hampir semua pabrik yang melakukan PHK itu bergerak di sektor garmen. Pihak perusahaan terpaksa melakukan efisien biaya dengan memberhentikan karyawan yang bekerja tiga tahun ke bawah untuk beberapa waktu ke depan.
Salah satu pabrik yang terkena dampak krisis global tersebut melanda tempat Ayana bekerja. Ribuan karyawan dirumahkan dan Ayana menjadi salah satu di antaranya.
Barang-barang yang diproduksi di garmen tempat Ayana selalu di-ekspor ke luar negeri. Beberapa waktu terakhir memang banyak sekali orderan yang mengakibatkan karyawan-karyawan lembur. Namun, satu bulan terakhir banyak pesanan ekspor yang dibatalkan. Banyak sekali stok bahan dan benang yang entah kapan akan diproduksi lagi.
Setelah bel istirahat berbunyi, Ayana tak langsung pergi untuk sekadar memanjakan lidah dan mata. Gadis berseragam biru muda itu memijat pelipisnya seraya duduk di kursi. Sebenarnya dari seminggu yang lalu ia ingin menceritakan kabar pengurangan karyawan yang berseliweran di line produksi kepada orang rumah. Namun, Ayana merasa itu tidak perlu karena ia pikir hanya karyawan baru saja yang terkena dampaknya.
Dari kabar angin yang didapat, hanya sebagian karyawan kontrak setahun ke bawah yang di-PHK. Tidak tahunya, karyawan yang sudah bekerja selama tiga tahun saja banyak yang diberhentikan.
Selain itu, Ayana juga segan jika harus berkeluh-kesah pada Mimi mengingat sedari beberapa hari yang lalu saja ibunya masih bersikap dingin. Sedangkan kalau bercerita pada Nisa, Ayana takut kakaknya itu kepikiran. Jadilah permasalahan tersebut Ayana pendam sendiri.
Ayana tersadar dari lamunannya saat salah satu teman di line-nya berdeham. Ayana menjadi pusat perhatian teman-teman sekeliling. Seketika, Ayana menjadi salah tingkah.
“Eh, Bapak,” celetuk Ayana yang dibalas pelototan tak suka dari lawan bicara.
“Gimana?” tanya lelaki berperawakan tinggi tegap itu.
Reynaga Elzain merupakan pacar Ayana sekaligus HRD di pabrik tempatnya bekerja. Lelaki berhidung bangir itu selalu menjadi pusat perhatian karena paras tampan dan sikap baiknya. Tak jarang, dari jejeran staf gadis dan karyawan biasa di pabrik selalu tebar pesona demi mendapatkan perhatiannya. Namun, seramah apa pun Reynaga, ia tetap mempunyai batasan terhadap lawan jenisnya.
Ayana menggeleng lesu. “Saya di-off, Pak.”
“Nggak usah formal. Ini di luar jam kerja.”
“Tapi kita masih di area pabrik.” Ayana berbisik setengah gemas.
“Ngapain, sih, Mas Naga pake acara ke sini segala,” bisik Ayana lagi.
Di tengah kesedihan dan kekesalannya, mata sipit Ayana masih sempat-sempatnya memperhatikan sekeliling. Ayana mendapati beberapa teman yang tampak penasaran akan hubungannya dengan Reynaga.
“Lihat pacar. Santai saja. Sudah, jangan sok imut begitu.”
Ayana mendelik kala kalimat ‘sok imut’ itu didengarnya. “Siapa yang sok imut?”
“Kamu. Itu manyun-manyun begitu lagi pamer keimutan, kan?”
“Aku lagi kesel, Mas, eh ... Pak. Lagian, ekspresi wajahku mau gimana aja bakal tetep imut, kok. Orang aku masih ABG.”
Sekali lagi, Ayana memperhatikan sekeliling. Orang-orang di sekelilingnya sudah tidak sebanyak tadi. Namun, Ayana yakin kalau di luar sana namanya akan kembali menjadi topik utama di antara banyaknya buah bibir para karyawan.
“Ya, ABG yang sudah punya KTP dan sudah punya pacar.”
“Ish, Pak, ngomong apa, sih.”
“Saya serius. Makanya, cepetan nikah biar nggak usah capek-capek kerja. Tinggal diam di rumah sambil nungguin suami pulang.”
Ayana tersipu malu. Seketika, suasana hati Ayana berubah. Tidak bisa dipungkiri kalau ia sedikit terhibur oleh kata-kata yang diucap pacarnya itu. Namun, Ayana tetap berusaha menampilkan mimik masam.
“Sudah makan?”
“Nggak mood.”
“Aku belikan.”
Ayana menggeleng pelan. Sungguh, rasanya Ayana risih dengan kedatangan Reynaga di line-nya. Ayana takut reputasi Reynaga rusak karena mendatanginya.
“Aya, ngebakso, yuk. Aku traktir, deh.” Seorang pemuda sebaya Ayana menghampiri. Tak lama berselang, ia menatap sosok yang berdiri di sampingnya. “Eh, Pak Rey. Maaf, saya kira siapa.”
Bagai mendapat bala bantuan mendadak, Ayana langsung beranjak dari duduknya. Ia menatap teman kerjanya yang sedang tersenyum canggung kepada Reynaga.
“Yuk, Jar. Aku udah laper, nih.”
Pemuda bernama Fajar itu melihat Ayana dan Reynaga dengan pandangan tak enak dan sorot penasaran yang menjadi satu. Saat ini Fajar merasa serba salah karena tatapan Reynaga berubah menjadi dingin.
“Kalau begitu, kami permisi ya, Pak. Saya keluar duluan,” pamit Ayana sambil pura-pura tersenyum hangat sebagai formalitas.
“Ya, silakan.”
“Mari, Pak.” Fajar kembali berpamitan.
***
“Terserah kamu.”
Fajar kesal karena di matanya, Ayana tampak sedang menyembunyikan sesuatu. Kedekatan antara Ayana dengan HRD di pabrik mengundang perhatian banyak orang, termasuk dirinya. Lelaki yang Fajar curigai itu memang sopan, ramah, baik, tetapi selama bekerja ia tak pernah datang ke line produksi jika tidak ada sesuatu yang penting. Pergaulan Fajar jauh lebih luas dibanding Ayana, jadi ia tahu banyak karakter orang-orang penting di pabrik.
“Jar, aku sama Pak Rey itu emang nggak ada hubungan apa-apa,” jawab Ayana setelah membalas pesan Reynaga.
Sepulangnya bekerja, mereka akan pulang bersama. Ayana mengirimkan lokasi terbaru untuk dijadikan titik penjemputan. Menurutnya, situasi nge-date bersama Reynaga mulai terancam karena Fajar mulai curiga.
“Oh, ya? Biasanya nih, ya, cewek yang bilang nggak itu nyatanya malah sebaliknya.”
“Jar, kamu kenapa, sih. Cemburu, yaaa.”
“Kalau iya?”
Ayana gelagapan kala mata teduh Fajar menatapnya dengan lekat.
“Becanda,” kata Fajar sejurus kemudian.
“Tapi beneran, aku sama Pak Rey emang nggak ada apa-apanya, Jar.”
“Udah makan. Bakso kita keburu dingin.”
“Tapi jangan bilang ke ibu atau mbak Nisa kalo tadi Pak Na-Rey ke line, ya.”
“Iya.”
Ayana pun kembali fokus pada baksonya. Ayana bukan malu, insecure, atau takut lupa diri seandainya hubungan spesial bersama Reynaga terungkap. Namun, Ayana takut seandainya Mimi mengetahui hubungan mereka.
Peraturan Mimi tidak bisa Ayana abaikan begitu saja. Walaupun kesal karena terkadang ia dituntut dewasa dan selalu terlihat seperti anak kecil di mata Mimi, tapi Ayana tidak boleh gegabah dalam bertindak. Baginya, restu orang tua adalah segalanya.
“Boleh bergabung?”
Kedatangan Reynaga membuat Ayana tersedak kuah bakso yang sedang diseruputnya. Dengan sigap, Reynaga mengambilkan tisu yang tersedia di meja. Reynaga juga menepuk pelan punggung Ayana di saat Fajar diam-diam memperhatikan keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Triangle Love
Fiction généraleDibaca aja, yuk. Insya Allah update setiap hari, nggak kayak di cerita Kyra Arshaka. Semoga sukaaa.