Maaf baru update lagi, ya. Abis produksi basreng dulu. Wkwkwk
***
Ayana menolak menemani Fajar mengantarkan orderan ke pabrik. Ayana malah menyarankan Nisa yang menemani Fajar. Perdebatan alot antara ibu dan anak pun diakhiri dengan Mimi mengalah pergi bersama Fajar.
Akhir-akhir ini Nisa memang terlihat jauh lebih baik. Ia tidak sering sakit-sakitan lagi. Nisa terlihat lebih bahagia. Walaupun ia terkesan murah senyum dan ramah, tetapi Mimi tahu kalau Nisa tidak sesehat Ayana.
“Dek, nanti bagusnya Mbak pake jasa WO yang di mana, ya?” tanya Nisa ketika Mimi dan Fajar sudah berangkat mengantarkan orderan.
“Ya, terserah Mbak.”
“Tapi menurut kamu riasan salon di ruko depan bagus nggak, Dek?”
“Aya nggak tau, Mbak.”
“Masa nggak tau. Waktu wisuda kemarin kan kamu sama temen-temenmu dirias di sana.”
“Ya tapi buat make up wedding Aya nggak tau, Mbak,” kata Ayana sewot. “Mbak bisa tanya sendiri sama orang yang udah pake jasanya.”
Nisa bungkam seketika. Jantungnya berdebar-debar karena sehari ini ia sudah dibentak sebanyak tiga kali oleh Ayana. Di matanya, perubahan sang adik kian kentara semenjak ia dan Reynaga bertunangan. Ayana menjadi sosok yang pendiam dan sering menyentak. Terkadang, terbesit tanya di hatinya apakah Ayana ingin segera menikah atau ia menyukai Reynaga.
***
“Mas Naga itu pacar Aya, Bu,” aku Ayana saat Mimi menanyakan kenapa ia mendadak pendiam dan matanya sering sembab.
Mimi menatap Ayana yang sedang menakar nasi uduk pada bok. Perasaannya mendadak tak enak. Namun, Mimi tetap oprtimis dan tidak boleh terpancing emosi.
“Naga siapa?”
“Reynaga. Di pabrik dan di luar Mas Naga memang dipanggil Rey, tapi Aya punya panggilan khusus buat dia.”
Tubuh Mimi menegang seketika. Kini, Mimi sadar kalau dirinya sudah membuat kesalahan yang besar. Ia memaklumi perubahan Ayana yang mudah marah-marah. Ia paham bagaimana rasanya patah hati, tetapi tak ada yang bisa Mimi lakukan lagi mengingat Nisa pun menyukai Reynaga.
Setelah menuangkan ayam selundreng pada baskom, Mimi mendekati Ayana. Perasaan bersalah menjalar di hati Mimi kala binar pada kedua mata Ayana diredupkan olehnya. Ternyata, firasat Mimi saat Reynaga datang ke rumah benar, bahwa ada sesuatu yang Ayana, Reynaga, dan Fajar sembunyikan.
“Lalu, hubunganmu dengan Fajar? Kalian cuma pura-pura?”
Gadis bersurai panjang itu mengangguk pelan. “Mas Naga nggak suka Aya deket sama Fajar. Padahal Aya udah jelasin kalo Aya sama Fajar cuma temenan. Udah dari lama dia pengen ngelamar Aya, tapi Ibu selalu larang dengan alasan mbak Nisa belum punya calon suami. Saat ke rumah kemarin, Aya nggak tau apa yang Ibu dan keluarga mas Naga ceritain.”
Perasaan bersalah Mimi kian menyeruak. Andai Mimi tahu dari awal, mungkin semuanya tidak akan serumit ini. Undangan sudah tersebar dan kedua belah pihak sudah setuju. Membatalkan pernikahan Nisa dan Reynaga sama saja dengan mempermalukan kedua belah pihak, menyakiti Nisa, tapi kalau dilanjut, Ayana yang akan sakit hati.
Mungpung Nisa dan Fajar sedang keluar untuk membeli keperluan lain, Mimi akan menyelesaikan masalah kedua putrinya. Mimi tidak mau Ayana terus terpuruk. Namun, Mimi juga tidak mau jika kesehatan Nisa kembali memburuk.
“Aya, Sayang, kamu masih muda, Nak. Kamu bahkan lebih cantik dan lebih sehat dari mbakmu. Kamu bisa ikhlaskan Rey, kan, Nak?”
Ayana memilih diam bersamaan dengan kedua matanya yang memanas. Anak gadis bungsu Mimi itu memilih fokus menakar nasi sesuai porsi. Sekuat apa pun Ayana menahan diri untuk tidak menangis, bulir bening dari sudut matanya terjatuh juga. Ayana lekas berbalik untuk menyembunyikan air matanya.
“Aya, di luar sana masih banyak lelaki yang lebih tampan, lebih mapan, dan lebih segala-galanya dari Rey, Nak. Dulu—”
“Ibu dan bapak juga nikah tanpa cinta dan kalian tetap bisa menjalani hari-hari dengan bahagia. Ibu mau bilang begitu?” Ayana berbalik dengan seulas senyum hambar.
Mimi terdiam ketika Ayana memotong ucapannya. Ia memang sering menceritakan pertemuan pertamanya dengan mendiang suami. Mimi hanya tidak menyangka kalau Ayana bisa menghapal kosakata yang pernah beberapa kali ia ucap.
“Kita beda cerita, Bu, Ibu dijodohkan dengan bapak dan setelah itu Ibu nggak berhubungan lagi sama mantan pacar Ibu. Tapi Aya lain, Bu. Kalau mbak Nisa bukan perempuan yang akan dinikahi Mas Naga, mungkin Aya bisa terima. Sekarang gimana caranya supaya Aya bisa ikhlasin Mas Naga kalau ternyata yang dinikai Mas Naga itu kakak Aya sendiri, Bu? Kami akan sering bertemu tapi dalam status ipar. Apa menurut Ibu perasaan Aya ini cuman sekedar guyonan?”
Mimi terdiam mendengar ungkapan Ayana yang meluap-luap. Mimi terlalu syok akan kebenaran di antara Ayana dan Reynaga.
“Bu, kenapa selalu mbak Nisa yang diprioritaskan? Apa karna mbak Nisa sering sakit-sakitan atau mbak Nisa itu anak kesayangan Ibu dan bapak makanya Ibu nggak peduli sama perasaan Aya?” tanya Ayana menggebu-gebu.
Dada Ayana sesak kala mengingat perhatian Mimi yang lebih besar untuk Nisa dibanding dengannya. Apa pun yang ia lakukan seperti tak ada harganya di mata Mimi. Ayana juga tak terima dengan keputusan yang telah mereka ambil bersama. Jika pernikahan di antara Nisa dan Reynaga terjadi, maka Ayana akan merasa tidak dianggap ada.
“Aya, jaga bicara kamu. Ibu tidak pernah membeda-bedakan kalian. Kasih sayang Ibu buat kalian itu sama, tidak ada yang dibeda-bedakan. Ibu menyarankan mbakmu kepada Rey karena Ibu tidak tau kalau Rey itu pacar kamu.”
Ayana tersenyum kecut bersamaan setetes bening yang kembali mengalir dari pelupuk matanya. Dengan cepat, Ayana gegas menghapus jejak air mata di pipi.
“Ibu mana tau kalo Mas Naga itu pacar Aya. Kan Ibu sendiri yang ngelarang Aya pacaran.”
Sekakmat. Mimi tidak bisa berkata-kata lagi. Niat hati melarang putri-putrinya berpacaran karena tidak ingin Nisa dan Ayana terperangkap pada tipu daya setan. Mimi tidak mau Nisa dan Ayana melangkah ke jalan sesat mengingat cara berpacaran zaman sekarang sering melampaui batas. Namun, Ayana malah salah paham dan semuanya menjadi rumit seperti ini. Kedua putrinya malah menyukai orang yang sama.
“Ibu minta maaf, Ya. Sekali lagi Ibu minta maaf. Demi Ibu, demi mbakmu, apa kamu bisa belajar mengikhlaskan Rey?”
“Kenapa harus Aya yang ngalah, Bu?”
Tangis Ayana pecah. Ia ingin meluapkan emosi dengan mengacak-acak orderan di hadapannya. Namun, Ayana tidak mau melakukannya. Semarah apa pun Ayana pada Mimi dan Nisa, Ayana tidak mau menjadi lebih durhaka karena tindakan tak terpujinya.
Mimi memeluk Ayana dan tak henti-hentinya mengucapkan maaf. Mimi pun ikut menangis, ia merasa gagal membahagiakan kedua putrinya. Mimi malah menciptakan arus segitiga di antara Ayana, Reynaga, dan Nisa.
“Aya, Ibu dan mbakmu tidak tahu kalau kamu dan Rey punya hubungan khusus. Tolong ikhlaskan Rey, Nak. Demi Ibu. Demi Ibu, Ya. Selama Nisa kenal Rey, Ibu perhatikan mbakmu jarang sakit-sakitan, mbakmu lebih semangat, dia seolah-olah punya alasan kuat untuk melewati semuanya.”
Ayana terpojok dan air matanya terus berderai. Ayana ingin egois, tapi ia tidak bisa mengabaikan kesehatan Nisa. Selama ini Nisa menjadi sosok kakak yang baik, hanya saja Ayana selalu iri karena Mimi lebih memperhatikan kesehatannya.
Hingga suara motor Fajar terdengar, Ayana dan Mimi gegas mengurai pelukan. Ayana segera menyambar jilbabnya dan langsung terbirit-birit menuju kamar mandi untuk membasuh wajah. Ia tidak mau diinterogasi Nisa dan Fajar mengenai matanya yang sembab.
![](https://img.wattpad.com/cover/342782470-288-k210785.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Triangle Love
General FictionDibaca aja, yuk. Insya Allah update setiap hari, nggak kayak di cerita Kyra Arshaka. Semoga sukaaa.