Maafkan baru publis lagi, malem² pula. Aku keasyikan nongkrong di toktok mantengin daster. 🤣🤣🤣
***
Ayana tak pernah bosan menjodoh-jodohkan Nisa kepada Fajar. Perjodohan konyol itu tentu ditentang kedua belah pihak. Fajar sampai terang-terangan tak mau lagi berteman jika Ayana terus mengucapkan omong kosong yang cukup muak untuk didengar.
Akhirnya Ayana diam. Padahal ia hanya berusaha mencarikan jodoh untuk Nisa. Namun, apalah Daya, Nisa dan Fajar tidak saling cinta. Rencana Ayana untuk menjodohkan kakak dan teman karibnya terpaksa gagal total. Padahal, semenjak berbicara dengan Reynaga di mobil ia sudah optimis kalau rencana tersebut akan berjalan lancar. Cinta yang datang karena terbiasa bertemu tidak akan memandang usia, itu lah yang dipikirkan Ayana.
“Habis ini mau beli apa lagi, Ya?”
Ayana terdiam sejenak. Dalam keadaan lelah seperti itu, ia ingin memanjakan lidah setelah seharian penuh bergelut di dapur. Jika di pagi hari Kedai Bu Mimi menyediakan menu-menu sarapan dari gorengan, kopi, sampai olahan makanan pokok. Kini Mimi juga menghendel pesanan katering. Walaupun belum ramai, tetapi dalam setiap minggunya selalu ada orderan masuk.
“Aku mau bakso si pakde di pengkolan depan, Jar.”
“Makan di tempat gimana? Aku juga laper.”
“Tapi kamu yang traktir.”
“Oke. Mbak Nisa sama camerku mau sekalian nggak?” tanya Fajar ketika motornya sudah terparkir di dekat gerobak bakso si pakde.
“Camer-camer. Aku jodohin kamu sama mbak Nisa nggak mau, tapi malah nyebut ibu camer lagi.”
“Ya, elah, Ya, kalo maunya bunga matahari kenapa malah dikasih bunga teratai?”
“Ish! Perumpamaan apaan coba.” Ayana mulai merasa tak nyaman karena tidak biasanya Fajar bercanda berlebihan.
“Jar, ibu sama mbak Nisa biar pake uang aku aja, deh. Eh, tapi aku telepon ibu dulu, deh. Mau pada dibeliin apa, takutnya Mbak Nisa nggak boleh makan bakso atau mie.” Ayana memilih membelokan topik pembicaraan saja.
“Oke. Jadi gimana, mau pesen dulu, terus pesenan orang rumah biar nanti nyusul?”
“Kamu atur aja, aku mau telepon ibu dulu.”
Ayana mengambil benda pipihnya yang disimpan di tas selempang. Namun, pandangannya disambut notifikasi panggilan tidak terjawab dari nomor ponsel Mimi hingga beberapa kali. Takut ada hal penting, Ayana segera mengecek pesan yang dikirim Nisa.
Setelah membaca sederet pesan Nisa yang memintanya segera pulang, Ayana mengajak Fajar pulang. Ia terpaksa membatalkan pesanan. Namun, Fajar tetap membelinya dengan alasan tak enak. Akhirnya Ayana dan Fajar pun pulang dengan empat porsi bakso.
Setibanya di halaman rumah, tawa Ayana terhenti kala melihat mobil yang ia kenali. Ayana gegas turun dari motor yang dikendarai Fajar. Tatapan bingung pun terpancar dari sorot sepasang muda-mudi itu.
“Pak Rey ngapain di rumah kamu, Ya?”
Pikiran Ayana melayang pada kejadian semalam. Reynaga bersikeras ingin melamarnya dalam waktu cepat. Namun, Ayana tidak percaya kalau waktunya bisa secepat itu.
“Jangan-jangan, Pak Rey mau lamar kamu, Ya.”
Ayana pun berpikir demikian dan jantungnya semakin berdebar kencang. Entah mengapa firasatnya mulai tak enak. Ayana melirik Fajar, lalu terbirit-birit memasuki rumah. Saking tak keruannya pikiran Ayana, ia sampai mengucap salam ketika sudah tiba di dalam rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Triangle Love
قصص عامةDibaca aja, yuk. Insya Allah update setiap hari, nggak kayak di cerita Kyra Arshaka. Semoga sukaaa.