4. Rencana Baru

17 0 0
                                    

Semenjak tidak bekerja lagi di pabrik, kedai Mimi sering banjir orderan karena postingan-postingan Ayana di media sosil. Allah memang Mahakaya. Di saat Ayana terpuruk karena kehilangan salah satu mata pencahariannya, Allah membuka pintu rezeki lain dengan ide-ide brilian Fajar.

Menjelang tidur, Ayana akan mengirimkan list menu yang akan dimasak Mimi kepada Fajar. Lalu, tugas Fajar menawarkan dan mengantarkan makanan-makanan kepada karyawan yang ikut PO di hari sebelumnya. Ayana sendiri aktif menggunakan sosial medianya untuk berjualan dan kadang kala ia ikut mengantarkan makanan jika Fajar butuh bantuan.

Kedekatan Ayana dan Fajar tak jarang membuat Reynaga cemburu. Reynaga jadi sering uring-uringan karena kurang perhatian Ayana. Namun, Reynaga tidak bisa memaksa karena takut kehilangan Ayana.

Kesetiaan Reynaga sering Ayana uji. Akan tetapi, Reynaga tak mau kalah saing, ia dengan usianya yang akan mendekati kepala tiga itu semakin sering menemui Ayana. Hampir setiap pagi ia mengunjungi kekasih hati dengan alasan sarapan di kedai calon ibu mertua.

Reynaga tidak bisa jika harus menjalani hubungan diam-diam dalam waktu lama. Ia ingin segera menghalkan Ayana, apalagi Reynaga sekarang sudah dekat dengan Mimi, dan keduanya begitu akrab. Dalam waktu singkat ini, ia sudah memantapkan hati untuk melamar Ayana.

“Fajar, kok box nasi goreng kurang tiga?”

Lamunan Reynaga teralihkan oleh teriakan Ayana. Reynaga menatap Ayana yang sedang menghitung kotak-kotak dalam kantong plastik merah. Pandangan Reynaga menyiratkan isyarat saat tatapannya dengan Ayana bertemu.

“Masa, sih, Dek? Emang total orderan berapa? Nasi goreng bukannya udah pas empat belas porsi?”

“Iya, Mbak. Tapi ini cuma ada sebelas.”

“Orang tadi udah pas, Aya. Coba kamu cek ulang di orderan nasi uduk.”

“Bantuin cek ya, Jar. Aku mau ambilin piring kotor.”

Ayana mengedipkan sebelah matanya kepada Nisa, lalu menatap Fajar yang sedang bersiul. Ia ingin menghampiri Reynaga yang wajahnya sudah masam sekali. Meskipun Ayana sudah melempar senyuman manis secara sembunyi-sembunyi, tetapi tampaknya trik tersebut tidak lagi jitu.

“Modal wajah doang tapi pemalas,” komentar Fajar sambil mengusap kepala Ayana yang terbungkus jilbab.

“Ish, Fajar, kerudungku jadi berantakan.”

“Bodo amat.”

Interaksi kedua teman sebaya itu tidak luput dari perhatian Reynaga. Lelaki yang pagi-pagi sedang kepanasan karena terbakar api cemburu itu mulai memperlihatkan raut tak nyamannya. Tak tahan lagi, Reynaga memilih jalur pintas. Ia nekat mendekati Ayana yang sedang menghendel orderan di dekat Nisa. Kali ini, Reynaga tidak peduli kalau nanti Ayana marah-marah.

“Dek, malah becanda.” Nisa memperingati Ayana dan tersenyum manis ketika Reynaga mendekati mereka.

“Si Fajar tuh, Mbak, nyebelin.”

“Kamu yang pemalas.” Fajar mengetuk pelan dahi Ayana dengan lekukan jari telunjuknya.

“Eh, jangan pegang-pegang. Bukan muhrim.”

“Ya, udah, nanti aku halalin deh biar kita muhrim,” kelakar Fajar yang sukses membuat Reynaga berdeham karena cemburu.

“Eh, Pak Rey, sarapan di sini, Pak?” Fajar mengangguk hormat.

“Akting kamu nggak banget,” ucap Ayana sepelan mungkin.

Ayana jadi dongkol terhadap Fajar. Bisa-bisanya Fajar menggoda Ayana di saat ada Reynaga. Fajar memang sudah mengetahui semuanya beberapa waktu lalu karena Ayana keceplosan.

“Iya, Jar. Orderannya lumayan banyak juga.” Reynaga menatap sejumlah kotak yang sedang dikemas Ayana.

“Oh iya, Pak, ini pesenan temen-temen sama pesenan orang office juga.”

“Fajar, kamu cek dulu, gih,” pinta Ayana sambil mendorong Fajar agar menjauh. Seharusnya, yang berbincang dengan Reynaga itu Ayana, bukan Fajar.

“Dek, yang sopan,” tegur Nisa.

Akhirnya, Ayana mengalah. Ia membiarkan Fajar bersorak dalam hati karena Nisa berada di pihaknya. Pada jam makan siang nanti, biar Ayana memberikan pelajaran kepada Fajar.

***

“Aku tidak suka kamu dekat-dekat sama Fajar,” ungkap Reynaga ketika mereka ke pabrik bersama.

Banyaknya orderan Fajar membuat Reynaga dengan suka hati menawarkan diri untuk membantu membawakan pesanan. Ayana tentu langsung menyetujuinya tanpa memikirkan perasaan Mimi dan Nisa yang tak enak hati. Beruntungnya, Mimi dan Nisa tahu kalau Reynaga itu merupakan HRD di tempatnya bekerja kemarin.

“Ih, Mas Naga jagan begitu, dong. Aku sama Fajar kan cuma temenan.”

“Mana ada temenan mesra-mesraan.”

Ayana mendelik mendengarnya. “Siapa yang mesra-mesraan?”

“Kamu,” jawab Reynaga kelewat ketus.

“Mana ada.”

Ayana memang tidak merasa mesra-mesraan dengan Fajar. Pertamanannya dengan Fajar dirasa biasa-biasa saja. Bahkan, Ayana selalu mengancam Fajar agar interaksi mereka tidak macam-macam kalau tidak mau dijadikan lalapan oleh sang ibu.

“Ada. Sejatinya, tidak akan ada pertemanan antara perempuan dan laki-laki yang tak melibatkan perasaan.”

“Ada, Mas. Aku sama Fajar contohnya. Di pabrik, di sekolah, dan di luar juga banyak, kok.”

“Memangnya kamu tau dan bisa jamin kalau Fajar tidak suka sama kamu?”

Ayana tertekun untuk beberapa saat. Selama kenal, Fajar termasuk lelaki yang santai, tetapi sigap ketika dimintai bantuan. Seperti akhir-akhir ini contohnya, Fajar bersedia membatu Mimi. Ayana memang sempat berpikiran sama seperti Reynaga. Namun, ia percaya kalau mendekatnya Fajar karena gaji pokok yang diberikan Mimi lumayan besar.

“Bisa. Kalo Fajar suka sama aku, mungkin sebelum kenal Mas Naga aku udah pacaran sama dia. Tapi buktinya, sampe sekarang kita masih temenan. Hayo, mau bilang apa lagi?”

“Kalau cinta datang karena terbiasa bagaimana?”

Ayana mengernyit bingung. “Terbiasa gimana?”

“Terbiasa bertemu, terbiasa bareng, terbiasa—”

“Ah, aku punya ide, Mas,” kata Ayana cepat.

Ayana pun memberitahu Reynaga perkara rencananya. Ayana tak tahu apakah rencananya akan berhasil atau tidak. Ia hanya ingin berusaha demi bisa bersama dengan orang tercinta.

Triangle LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang