7. Klarifikasi

11 1 0
                                    

“Ay, jangan menghindar! Kenapa nomorku kamu blokir?”

Ayana tak peduli lagi, ia melangkah cepat menuju sepeda motornya. Ayana semakin tidak keruan saat Reynaga terus mengejarnya. Getar itu masih ada, tapi tidak ada yang bisa Ayana perbuat selain menjauhi Reynaga.

“Aya, jangan menghindar!”

Reynaga berhasil menggenggam erat tangan Ayana. Secepat apa pun gadisnya melangkah, ternyata masih bisa dikalahkan oleh langkah lebar Reynaga.

“Mohon maaf, Pak Rey, Bapak ada keperluan apa?” tanya Ayana dengan suara bergetar.

Ayana mencoba bersikap tegar. Ia tersenyum hangat dan mengangguk sekali seperti sikapnya dahulu. Ayana juga masih berusaha melepaskan genggaman kuat Reynaga.

“Hentikan omong kosong kamu, Aya.” Reynaga semakin menguatkan pegangannya, bahkan bisa dikatakan mencengkeram tangan Ayana.

“Maaf, Pak, tangan saya bisa dilepas?”

“Aku tidak akan pernah melepaskan kamu,” jawab Reynaga begitu mantap.

“Bapak ngelantur.”

“Saya bukan bapak kamu.”

“Memang, tapi Bapak mantan HRD dan mantan pacar saya.” Ayana berontak. Sekuat tenaga, ia mencoba meloloskan tangan Reynaga.

“Hubungan di antara kita belum dan tidak akan pernah usai, Aya. Kamu dengar itu baik-baik.”

Ayana tak tahan lagi. Ia membawa tangan Reynaga ke wajahnya. Reynaga sempat terkesiap, sebelum akhirnya ia meringis karena Ayana menggigitnya begitu kuat. Ayana bergegas mengendarai motornya dengan luka di hati yang bertambah menganga. Ia tidak peduli karena kulit mereka baru bersentuhan, yang terpikir olehnya menjauhi Reynaga dengan segera.

Ayana mengendarai sepeda motornya dengan air mata yang menganak sungai. Tangan kirinya bertugas menghapus bulir-bulir yang menghalangi pandangan. Ia tidak peduli dengan suara klakson mobil Reynaga yang sedang mengejarnya.

Mati-matian Ayana menghindari Reynaga, tetapi malam ini ia tidak bisa menghindar. Setelah mengantarkan tambahan katering nasi kuning ke salah satu rumah teman lama Mimi, Ayana malah bertemu Reynaga dari arah tak terduga.

Malam selepas Reynaga mengucapkan akan lebih memilih Nisa, Ayana langsung memblokir semua akses komunikasinya. Bahkan, keesokan harinya ia meminta dibelikan kartu seluler yang baru kepada Fajar. Ayana ingin benar-benar terlepas dari bayang-bayang Reynaga. Bahkan, Reynaga pernah berkunjung ke rumahnya, tetapi Ayana langsung memanas-manasinya dengan mengajak Fajar jalan keluar.

Ayana lekas menarik rem motornya hingga berdecit. Di saat ia tidak fokus mengendarai sepeda motor karena pikirannya terus tertuju pada Reynaga, lelaki itu malah melakukan hal gila. Reynaga menghadang jalan yang akan dilalui Ayana. Beruntung, Ayana tidak menabrak mobil Reynaga atau tak membanting stir ke arah trotoar.

Reynaga segera keluar dari mobilnya. Ia memanfaatkan kekagetan Ayana dengan langsung membawanya masuk ke dalam mobil. Ayana sempat berontak, tetapi tenaganya tentu tidak sebanding dengan tenaga Reynaga.

“Pak, lepas!”

Ayana menggedor pintu mobil Reynaga saat ia dikunci pemilik kendaraan roda empat itu. Ayana tidak bisa berbuat banyak ketika Reynaga menitipkan sepeda motornya di salah satu kedai. Ayana yang sedari tadi meraung-raung meminta dilepaskan kini terisak dalam diam.

“Aku sudah mengirimi Fajar pesan dan motormu akan dia ambil,” kata Reynaga setelah masuk ke mobil. Mobil Reynaga pun membelah jalanan Purwakarta yang mulai lenggang.

Dalam jarak yang tidak terlalu jauh, Reynaga menepikan mobilnya. Ia mengambil air mineral kemasan botol dan memberikannya kepada Ayana. Namun, Ayana tidak menerimanya.

“Maaf. Malam itu aku terlalu emosi.”

Ayana menyeka air matanya dengan kasar. “Tidak ada yang perlu dimaafkan, Pak.”

“Aya, berhenti memanggilku seperti itu,” sentak Reynaga tak suka.

“Memang tidak ada yang perlu dimaafkan, Mas Rey.”

Reynaga mengerang frustrasi. Ia memukul setirnya untuk melampiaskan emosi. Reynaga rindu panggilan spesial yang disematkan Ayana untuknya. Reynaga rindu semua tentang Ayananya.

Reynaga pun menceritakan percakapannya beberapa waktu lalu. Mimi menyampaikan kabar kalau Ayana sudah mempunyai pacar dan lelaki yang dekat dengannya hanya Fajar seorang.

“Tapi Mas Naga tau sendiri kalo aku sama Fajar cuman temenan.”

“Tapi ....” Reynaga mengambil napas, lalu mengembuskannya dengan kasar. “Ya, aku akui siang itu aku terlalu kekanak-kanakan. Jadi, bagaimana?”

Ayana tersenyum sumbing. “Bagaimana apanya?”

“Soal hubungan kita. Aku akan klarifikasi ke keluarga kita dan bilang sama mereka kalau kemarin kita sedang salah paham.”

“Jangan!” seru Ayana disertai gelengan pelan.

“Why?”

“Aku mohon, Mas.”

Ayana pun menceritakan semuanya. Demi baktinya kepada Mimi, demi bukti rasa sayangnya terhadap Nisa, Ayana bersikeras meminta Reynaga untuk tetap menikahi Nisa.

“Gila kamu, Ay.” Reynaga mengusap kasar rambutnya. Ia tidak habis pikir kenapa semuanya bisa kacau seperti ini. “Sampai kapanpun, aku tidak akan menikahi perempuan mana pun selain kamu.”

“Mas, nggak usah aneh-aneh. Undangan udah disebar.”

“Aku akan merubah semuanya.”

“Ya Allah, Mas, jangan mempersulit semuanya. Anggap aja ini konsekuensi atas kenekatan kamu. Aku sering minta kamu buat sabar, kan? Aku juga sering jelasin problematika di keluargaku seperti apa, tapi kenapa kamu malah abai?”

Reynaga diam. Ia merasa tertampar. Reynaga merasa tidak punya kosakata untuk menjawab.

“Lagi pula, semenjak Mbak Nisa kenal Mas Naga, banyak perubahan yang baik pada dirinya. Mbak Nisa nggak pernah mimisan, dia jarang sakit-sakitan, dan mbak Nisa punya alasan kuat untuk tetap bertahan.”

Reynaga tersenyum sinis. Ia menatap Ayana yang sedang sok tegar, tetapi tangannya sibuk menyeka air mata.

“Aku tidak akan menikahi perempuan penyakitan,” putus Reynaga.

Ayana membeku. Ayana tahu kalau Reynaga tidak benar-benar dalam mengucapkannya. Jadi, ia tidak akan memasukannya ke dalam hati.

“Tapi maaf, Mas, aku tetep nggak bisa menikah sama kamu. Dengan atau nggak menikahi mbak Nisa pun, aku tetep nggak mau nikah sama kamu. Selama ini, aku cuman manfaatin status kita supaya kelak masa depanku terjamin.”

“Aku tidak peduli dengan alasanmu.”

Ayana lekas membuka pintu mobil yang masih Reynaga kunci. Ia menekan kuncinya. Namun, mobil Reynaga mempunyai fitur canggih sehingga mobil tersebut mempunyai kunci utama di bagian yang Ayana pun tak tahu di mana letaknya.

“Mas, aku mohon, ini udah malem. Aku harus pulang.”

Reynaga tetap diam tanpa menatapnya.

“Mas, kalo Mas Naga beneran sayang sama aku, tolong lepasin aku. Tolong. Aku cuma mau menjadi anak yang berbakti. Jangan jadiin aku durhaka terhadap ibu, Mas. Jangan jadiin aku racun yang bisa mengancam kesehatan mbak Nisa.”

“Omong kosong!” sentak Reynaga dengan rahang yang kian mengeras.

“Aku mohon, Mas. Bukannya puncak rasa cinta tertinggi itu adalah ikhlas? Ikhlas mempertahankan, ikhlas dipertahankan, dan ikhlas melepaskan? Maka kalau aku diberi pilihan, aku ingin Mas Naga membuktikan keseriusan Mas dengan opsi ketiga.”

Reynaga menatap dingin mata sembab Ayana. Tanpa kata, Reynaga menarik tangan Ayana dan menyatukan bibir mereka. Air mata Ayana pun kembali jatuh saat Reynaga mencuri ciuman pertamanya dengan begitu agresif. Ada letupan amarah dan rindu yang begitu menggebu-gebu, hingga akhirnya Ayana berhasil mendorong Reynaga, dan tersedu-sedu karena merasa ternoda oleh pagutannya.

Triangle LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang