4. Soulmate

106 10 0
                                    

"Haaaaaahhh" Jihyo menutup mulutnya, menguap dengan cerita yang diceritakan sang ratu sedari tadi.

"Apakah aku ditahan disini untuk mendengarkan kisah cinta yang menggelikan ini?"

"Kau ini seperti tidak pernah menemukan belahan jiwa saja." ujaran Sana membuatnya bungkam, dia juga pernah menemukan seseorang yang dia fikir adalah belahan jiwanya hingga dia pergi begitu saja.

"Hey nona kelinci? Tidak mau melanjutkan cerita mu itu?"

Perempuan itu mengerlingkan matanya. "Kau menyukai kisah cinta yang 'menggelikan' ini?" tanyanya membuat tanda petik dengan dua jadinya.

"Ohh jangan salah faham. Aku hanya ingin cepat keluar dari sini."

"Oh ya aku ingat, dimana Jeong itu? Kenapa dia belum menyerang?"

"Kau ini pecinta kehancuran ya?" tanya Momo penuh selidik.

"Oh ya tentu saja, ribut saja kalian sana, piso nih piso."

Tak

"Aww"

Satu pukulan dikepala Jihyo membuatnya mengaduh "yak!" pekiknya pada perempuan yang belum dia ketahui namanya itu.

"Bisa kita lanjutkan?"

"Dipercepat saja okay?"

o0o

Berbeda dengan Mina dan Chaeyoung yang telah menemukan soulmate masing-masing, Jeongyeon masih enggan menerima fakta jika dia juga telah bertemu dengan Soulmate nya.

Sebenarnya tidak ada yang salah dari soulmatenya itu. Hanya saja dia menginginkan orang lain, itu Mina.

Dia tertarik dengan Mina sejak jauh-jauh hari. Hanya saja dia harus terikat dengan orang yang tidak dia duga. Bahkan ia dan sang soulmate sering bertengkar. Panggil saja dia Nayeon, Teudong para Navely, lambang kedewasaan dan keadilan.

Sayangnya itu berbanding terbalik saat berhadapan dengan Teudong nya para Jeongvely, dia sangat kekanakan dan tidak mau mengalah, itu pemicu utama mereka sering bertengkar.

Meski begitu, sebenarnya Nayeon memiliki ketertarikan besar pada Jeongyeon, sikapnya itu hanya untuk mengambil atensi Jeongyeon saja.

Hingga saat mereka dinyatakan adalah Soulmate, Nayeon begitu bahagia. Namun ekspresi dingin dari Jeongyeon mengatakan segalanya, dia pergi begitu saja begitu telah mengikat benang hijaunya.

Dia kira karena kedekatan mereka selama ini Jeongyeon akan bahagia mengetahui dia adalah belahan jiwanya, nyatanya Nayeon salah, hanya dia yang bahagia disini.

Malam itu Nayeon menunggu Jeongyeon dibawah pohon sambil berayun diatas ayunan yang terikat pada batang pohon besar itu. Cahaya rembulan membuat tempat itu nampak indah.

Hingga akhirnya Jeongyeon datang dengan kuda putih yang dia kendarai. Dia turun dan berdiri disamping Soulmate nya.

"Apa kau menunggu lama?" tanyanya.

"Tidak. Kau datang secepat hembusan nafas"

Jeongyeon menunduk padanya, rambut pendeknya terjatuh menutupi kedua matanya hingga hembusan angin menerbangkan helaian itu dan terlihatlah wajah menawannya.

"Langsung saja." Jeongyeon duduk diatas rerumputan sedangkan Nayeon sendiri masih duduk diatas ayunan.

Melihat wajah serius Jeongyeon, Nayeon tersenyum tipis "jika kau keberatan tidak perlu melakukan ini Jeong."

Tangan Jeongyeon terhenti. "Apa yang kau katakan?"

"Semua orang tahu kau tidak senang menjadi soulmate ku kan?"

Tak ada jawaban, Nayeon kembali menarik tangannya, itu membuat Jeongyeon mendongkak dengan tanya.

"Kau tahu jika kau tidak bisa menerimaku sebagai soulmate mu maka kau bisa menganggapku temanmu."

Jeongyeon bersandar pada pohon dengan sebelah kaki yang ditekuk "Aku tidak tahu apa aku boleh mengatakan ini pada belahan jiwaku"

"Katakan saja. Aku temanmu."

Jeongyeon menatap kedua matanya "aku tertarik pada orang lain."

Jatung Nayeon bergetar "o-oh ya? Benarkah?"

"Ya, tapi dia juga sudah memiliki Soulmate, dan akupun sama. Tidak ada yang bisa diubah disini. Jadi mau bagaimanapun nantinya... Aku hanya akan berakhir sebagai soulmate ku begitupun dengan dirinya."

"Hah... Jadi aku akan melakukan apa yang ditakdirkan untukku. Harusnya begitu bukan?"

Nayeon mengangguk samar, siapa yang tidak sakit hati ketika belahan jiwamu sendiri mengatakan secara terang-terangan jika bukan kaulah yang dia inginkan. Dan dia menginginkan orang lain.

Lama mereka terdiam hingga Nayeon merasakan tangannya ditarik. Jeongyeon berhasil mengikatnya dan kini dia menyodorkan tangannya "lakukanlah. Terima kasih sudah mau menjadi temanku."

Nayeon selesai. Benang itu menghilang namun jiwa mereka yang kian terikat. Jeongyeon tersenyum lalu mencubit pipinya "jangan difikirkan. Dan aku minta maaf soal tadi."

Dia bangkit lalu kembali naik keatas kuda putih yang tadi dia tunggangi. "Oh ya besok kau ingin ikut?"

"Kemana?"

"Mencari Dandelion."

Nayeon tersenyum dengan anggukannya. "Baiklah, aku akan menjemputmu nanti. Sampai jumpa." dia pergi dengan penuh kharismatik.

Nayeon tertawa geli, apakah ada seseorang yang bisa melewatkan Teudong se menawan Jeongyeon? Dia pasti buta. Karena dimatanya, Jeongyeon begitu sempurna.

o0o

Jihyo mengusap sudut matanya. "Hey? Kau menangis?" tanya Momo.

"Tidak. Siapa yang menaruh bawang disini?" dihisapnya kembali ingus yang sempat keluar dari gua kebanggannya.

"Hentikan. Kau menggelikan menangis karena cerita dongeng."

Jihyo mendelik pada perempuan asing itu "nona, aku begitu masuk kedalam ceritamu. Dasar, pengarang handal."

Jihyo mengambil saputangan yang Sana berikan lalu mengusap ingusnya "oh ya dimana Jeongyeon itu? Masih hidup kah?"

"Tentu saja, kami para Teudong hidup ribuan tahun."

"Wahh apa yang kalian lakukan dalam jangka waktu selama itu?"

"Tentu saja menjaga keseimbangan dunia."

"Sok sibuk sekali."

"Tapi... Aku hanya melihat kalian bertiga, dimana Jeongyeon sialan itu hah!? Aku ingin menggigit telinganya!"

"Hentikan!" perempuan asing itu kembali menarik Jihyo untuk duduk.

Jihyo menyipitkan matanya "okay lanjutkan nona. Apa masih lama?"

"Mungkin 50 Bab lagi."

"Kau gila!"




~Bersambung~

Twiceland [𝕮𝖔𝖒𝖕𝖑𝖊𝖙𝖊𝖉]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang