Terik matahari seolah menusuk kedalam kulit ku. Di tambah lagi si tua bangka ini terus mengejarku. Brengsek. Kaki ku sudah tak sanggup jika harus berlari lagi. Dia cukup kuat untuk terus berlari.
"Hey kembali! Atau aku akan teriak lebih kencang dan memanggil polisi." Teriak orang tua itu mengancam sambil terengah-engah.
Nafas ku terasa berat, mungkin aku sudah berjalan setengah kilo meter hanya untuk melarikan diri. Aku memasuki gang kecil diantara apartemen-apartemen besar, melempar kardus atau kaleng untuk menghambat dia mendekati ku.
"Sial. Aku salah sasaran. Ku kira laki-laki baya itu lemah." Gubris ku sambil terus mempercepat langkah agar lari ku bisa lebih cepat.
Aku spontan berhenti saat motor besar hampir menyerempetku. Motor itu di rem mendadak tepat di depanku.
"Frey, ayo naik." Desak pria yang mengendarainya.
Tanpa pikir panjang aku langsung menaiki motor besar itu dan tangan ku melingkar erat di pinggang nya. Pria itu langsung menginjak pedal nya dan melaju menuju jalan raya.
Aku bisa lega saat Rex bisa membawa ku melarikan diri dengan motor besarnya. Akhirnya aku bisa mengatur nafas kembali dengan tenang.
"Kau tidak apa?" Tanya Rex sedikit berteriak karena kebisingan kota.
"Ya. Kau seharus nya menjemput ku sedari tadi bodoh." Aku mendorong kepala nya yang dibalut helem dengan tangan ku.
Rex ternyata membawa motor nya ke arah apartement ku. Ralat. Jangan berfikir apartemen ku ada di tengah kota, bangunan bertingkat, terdapat dua kamar tidur menghadap kota london, dan kamar mandi dengat hot spring. Itu salah besar. Yang ada hanyalah bangunan empat lantai yang tidak terurus, bekas asrama para tentara yang sudah pindah dan dialih fungsi kan secara ilegal menjadi hunian. Mungkin harga sewa apartemen ini sekitar 5% dari harga apartemen mewah di pusat kota. Aku harus bersyukur masih bisa tidur di gubuk itu.
Suasana yang kumuh, bau, banyak asap dari pembakaran sampah, sudah biasa kulewati bersama Rex. Kami menaiki tangga untuk sampai di kamar ku yang ada di lantai tiga.
Aku membuka pintu kamar ku dan masuk ke dalam. Langkah ku terhenti saat aku menyadari Rex tidak mengikuti ku kedalam. Aku berbalik arah dan mendapati Rex masih diam di depan pintu. Dia terlihat bingung, mengacak-ngacak rambut dengan tangganya. Mulutnya sedikit terbuka seperti ingin mengatakan sesuatu tapi tertahan.
"Ayo, Rex. Masuklah." Ajaku masih diam tak menghampirinya
"Tidak. Lebih baik aku mencari sasaran lagi. Karena hasilku sangat lah sedikit." Jawabnya dengan nada pasrah.
"Kalau begitu, kau bisa meminjam uangku. Lagi pula dompet yang ku dapat tadi seperti nya tebal. Semoga isinya memang lembaran uang, bukan struck belanja atau tagihan."
Aku menghampirimya dan mengambil dompet yang kudapat di dalam tas selempang. Mencoba merogoh dalam semua bagian dalam tas ku dan ternyata dompet itu, hilang.
"ASTAGA, REX!!!. Dompet nya terjatuh saat aku naik motor tadi." Aku panik karena dompet yang ku dapat secara susah payah hilang begitu saja.
"Shit." Dia berdecak kesal. Dia meraih tas ku dan membukanya
"Kau yakin tadi memasukannya dalam tas?"
Tanya Rex sambil mengobrak abrik tas ku dan isi di dalam nya di jatuhkan dilantai.
Semua isi tas ku adalah dompet-dompet hasil curian. Dompet dengan berbagai merek terkenal dan berbagai bentuk juga warna. Ku buka seluruh dompet itu. Dan semua memang kosong karena isinya sudah kuambil beberapa hari yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRETEND LOVE (THE VAMPS FANFICTION INDONESIA)
RomanceYa ini bukan soal dia yang mencuri handphone ku saat itu. Tapi apa yang kudapatkan karena telah menghakimi nya selama ini-Brad- Andai aku tau ini akan menjadi rumit. Lebih baik ku pergi mencari lelaki tua di club untuk mendapatkan uang. Daripada ber...