Ku langkahkan kaki ku di koridor yang dingin dengan suasana hati yang tak karuan. Setelah Jeremy menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya pada Jack saat aku masuk ke rumah sakit ini.
"Mengapa kau mengajakku ke rumah sakit? Sungguh, ini bukan waktu yang tepat untuk bercanda."
"Sebenarnya dia ada disini."
Siapa yang di maksud "dia" disini? Apa maksudnya Rex?
"Rex," dia menatap mataku nanar."Rex dia ada disini."
"Apa dia sakit?"
Tak terlalu kaget mendengarnya, jika dia disini. Karena aku tau Rex kuat, dia tak pernah sakit. Mungkin kali ini hanya demam atau tangannya terluka. Tapi melihat wajah Jeremy yang panik dan hati-hati dalam berbicara dengan ku, ada sesuatu yang mungkin salah dalam perkiraanku tentang Rex.
"Dia tertembak." Jeremy menarik nafas nya panjang. Dan saat itu nafas dalam dada ku lama kelamaan semakin surut. Tak ingin mendengarkan penjelasan selanjutnya.
"Saat aku dan Rex akan mencopet di mall pusat kota. Aku ceroboh, aku tak bisa tenang sehingga aku ketahuan. Kami melarikan diri, tapi Rex di tembak dan kena bagian kaki."
Entah aku harus percaya pada Jeremy atau tidak. Yang pasti kali ini aku sedang menampar diriku bulak-balik untuk meyakinkan bahwa ini hanya mimpi.
Rex terbaring dengan kaki yang di perban hingga lutut. Luka nya cukup parah. Dan aku harus menyembunyikan rasa khawatir ku saat akan menghampirinya. Karena aku tau, Rex pasti akan merasa bersalah karena membuat aku cemas. Ku biasakan diri tersenyum lebar sebelum membuka pintu ruangan.
Rex menengok ke arah ku, karena mendengar pintu yang terbuka. Dia menyunggingkan senyum khas nya dan matanya yang redup. Tapi aku tau dia terkejut dengan kehadiran ku di rumah sakit.
"Hai. Rex!" Aku langsung berdiri disamping ranjangnya.
"Tolong tinggikan sandarannya." Pinta nya padaku.
Aku menekan tombol yang ada di ranjang untuk meninggikan sandarannya agar Rex bisa berbicara dengan ku leluasa.
"Mengapa kau ada disini? Apa Jeremy yang memberitahu?" Rex membuka pembicaraan.
Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Shit!" Aku mendongak setelah mendengar suara itu dari Rex. Walau dia berusaha bergumam dengan pelan.
"Aku tak mau membuatmu khawatir." Seolah Rex membaca ekspresi ku tadi, dia tak membiarkan ku bertanya 'mengapa' terlebih dahulu.
"Kau lah yang salah. Jeremy hanya pencopet amatir yang baru bisa mencopet sebuah permen dari anak kecil. Mengapa kau tak mengajakku? Pasti akan berbeda cerita nya."
Kataku mencoba mencairkan suasana.
Rex terkekeh mendengarnya. Disusul tawa ku yang lega karena bisa melihat Rex tersenyum lagi.
"Apakah kau sudah makan?" Tanya Rex.
"Belum, Rex. Harusnya aku yang bertanya seperti itu. Selalu kau mendahului ku." Kataku dengan nada kesal yang di buat-buat.Aku melihat keadaanya. Astaga, dia tampak pucat. Belum lagi aku tak tega melihat kaki nya terbalut perban yang nampaknya menyakitkan.
"Tenang, dokter sudah berhasil mengeluarkan pelurunya. Hanya operasi kecil." Lagi-lagi dia dapat membaca pikiran ku. Dan menjawab pertanyaan yang aku lontarkan lewat ekspresi ku.
Aku hanya tersenyum 'syukurlah' batin ku.
Ku meraih remote televisi karena sudah mulai bosan. Jujur aku tak tahan dengan bau obat bius, atau obat infus yang memasuki hidungku.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRETEND LOVE (THE VAMPS FANFICTION INDONESIA)
RomanceYa ini bukan soal dia yang mencuri handphone ku saat itu. Tapi apa yang kudapatkan karena telah menghakimi nya selama ini-Brad- Andai aku tau ini akan menjadi rumit. Lebih baik ku pergi mencari lelaki tua di club untuk mendapatkan uang. Daripada ber...