[Science Fiction]
Aku hidup di dunia Khayalan!
Dunia 150 tahun dari era ini di mana robot dan cyborg berlalu-lalang di jalanan. Dunia khayalan adalah pelarianku. Aku akan menggapainya meski Kakek mengutukku tenggelam dalam angan-anganku sendiri.
I...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"In my imagination I can do so many things So many things, so many things"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mimpi-mimpi itu berbicara padaku dengan cara paling menakjubkan yang bisa kulakukan. Aku hanya perlu menutup mata dan boom! Aku akan berada di kota futuristik paling canggih yang tidak pernah ada di dunia nyata.
Aku hanya berbaring di kamarku, di antara tumpukan selimut dan kain-kain perca yang belum selesai kurajut. Akan tetapi, pada saat yang sama aku mengelana ke berbagai dunia, berbagai lini waktu, dan berbagai cerita. Aku menjadi mata-mata remaja jenius yang mengejar dalang organisasi kejahatan, kadang-kadang berpetualang sebagai seorang putri raja berkekuatan bintang di dunia semi distopia yang sedang dijajah. Atau hanya menjadi anak jalanan di era sibernetika futuristik yang berusaha mencari uang dengan bermain papan luncur.
Aku menjadi siapapun yang kumau, dan semua itu berkat kekuatan imajinasi.
"Auriga, bangun!"
Imajinasi itu luar biasa. Papa bilang imajinasi adalah sebuah pintu. Imajinasi bisa membuka kebebasan atau justru menjadi jebakan. Kendati demikian, hanya Papa yang punya pandangan keren soal itu. Keluargaku yang lain terutama kakekku amat tidak suka aku suka mengkhayal. Sebenarnya itu tidak mengapa. Namun kakek terlalu peduli dan menyebalkan sampai-sampai ia membuat banyak sekali acara untuk menyibukkan keluarga agar aku tidak punya waktu berkhayal. Seandainya saja Kakek tidak peduli agar Agatha tidak datang tiap pagi mengetuk-ngetuk pintu kamar dengan brutal seperti saat ini.
"AURIGA!"
Akhirnya gadis itu mendobraknya juga.
"Aku sudah bangun!" Kusingkap bantal di atas kepala. Menyuguhinya wajah bantalku yang dibingkai rambut awut-awutan. Sebaliknya, dia menyambutku dengan wajah menekuk galak. Gadis itu sudah rapi dengan setelan olahraga dan jaket parasut semi transparan.