"Mana si geblek Stella ini?!" umpat Vanessa mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan.
Vanessa berjalan dengan menghindari orang-orang yang tengah bergoyang menikmati dentuman musik yang memekakkan. Sesekali ia menutup telinga. Ia sangat jarang ke pub seperti ini karena terlalu berisik. Belum lagi lampu warna-warninya yang bisa bikin sakit mata.
"Aduh," rintih Vanessa hampir terjatuh karena tak sengaja disenggol oleh seseorang yang sedang bergoyang ria.
"Halo, Cantik," sapa orang tersebut sempoyongan dengan senyum lebar.
"Ish, gila, mabok lo!" umpat Vanessa sebal, kemudian melenggang pergi.
"Astaga, si Geblek!" Vanessa mengumpat kesal melihat Stella dipangku oleh seorang lelaki. Mereka tengah 'sibuk' rupanya, "Tadi telepon minta dijemput karena mabok. Eh sekarang malah enak-enakan tuh bocah."
Ibarat emak-emak yang emosi, alis menyatu dan tangan yang bertolak pinggang, Vanessa berjalan cepat menuju Stella dan menariknya hingga berdiri. Kontan, para lelaki yang duduk di sofa dekat Stella menoleh karena terkejut.
"Ish, lo rese' banget sih, Stel!" sebal Vanessa sembari menarik keluar Stella yang sempoyongan.
"Eits, mau ke mana, Cantik?" Hadang seorang pria berambut blonde.
"Mau pulang," jawab Vanessa singkat. Ia terus merangsek maju seraya tetap menarik Stella yang pakaiannya sudah berantakan.
"Nggak mau main-main dulu nih di sini?" goda pria itu dengan menowel dagu Vanessa.
"Gak tertarik!" jawab Vanessa tegas. Vanessa tahu betul apa yang dimaksud dengan 'main-main'. Tetapi, akhir-akhir ini ia sedang malas untuk bercinta. Ethan yang sering minta saja ia tolak.
Jawaban Vanessa membuat para lelaki di sana bersiul. Mereka sepertinya berkelompok dan seumuran dengan Vanessa. Tak dapat dipungkiri, mereka semua memang tampan. Bisa saja Vanessa memilih untuk tetap di situ, namun ia ingat tujuannya ke mari. Ya, ia hanya ingin menjemput Stella yang tadi mohon-mohon untuk dijemput.
"Lo Vanessa kan?" tanya seorang pria berambut cokelat. Pria itu beranjak dari duduknya dan menghampiri Vanessa. Ia satu-satunya pria yang tidak bersiul seperti yang lainnya. Ia hanya menatap Vanessa dengan matanya yang tajam dan senyum tipisnya.
Vanessa sengaja tidak menjawab. Ia hanya ingin pulang, itu saja.
"Ck! Lama!," pria itu berdecak. Dengan kasar ia mencekal tangan Vanessa hingga cekalan Vanessa pada Stella terlepas. Ia membawa Vanessa masuk lebih ke dalam lagi. Sedangkan, Stella jatuh di pangkuan pria berwajah oriental.
Teman-teman cowok itu bersorak.
"Wuuuu si Gerald udah gak tahan tuh,"
"Gila! Hajar sampai pagi, Bro!"
"Yang liar gitu biasanya mantap goyangannya,"
"Lo bawa gue ke mana?!" Hardik Vanessa seraya mencoba melepaskan diri.
Mereka berjalan cepat menyusuri lorong hingga menemukan sebuah ruangan di ujung sana. Vanessa yang diseret dipaksa masuk ke ruangan itu dan dihempaskan begitu saja di atas ranjang. Pintu itu menutup dan terdengar bunyi 'klik' yang artinya terkunci. Kemudian, kunci itu dilempar melalui bawah pintu oleh cowok itu. Vanessa tercengang menatap itu semua.
Cowok itu berbalik menghadap Vanessa. Ia tersenyum miring sembari membuka semua kancing kemejanya. Ia menatap Vanessa dari atas hingga bawah dengan tatapan tertarik.
Mata Vanessa melebar melihat cowok itu. Di pencahayaan yang terang ini, ia bisa melihat jelas siapa cowok di depannya itu. Gerald Matthew. Seorang aktor muda dan model papan atas yang rumornya sering berganti pasangan.

YOU ARE READING
Vanessa
RomanceWARNING! FULL 21+ YG GK SUKA MINGGIR JAUH"! Bercerita tentang pengalaman Vanessa dengan lelaki dari berbagai kalangan.