Inspirasi Menulis REDUM

14 0 0
                                    

Redum awalnya adalah tulisan coba-coba yang saya publikasikan sekitar tahun 2020 dan selesai awal 2021 di platform online wattpad. Baru pada pertengahan 2022 saya membaca ulang, merevisi, dan memperbaharui beberapa bagian di alur cerita Redum. Tulisan pertama yang saya sendiri tidak menyangka bisa menjadi juara tiga dalam Sayembara Diomedia 2022.

Redum pada mulanya saya beri judul Amor Fati yang merupakan frasa latin berarti mencintai nasib atau mencintai takdir dari filsuf Jerman, Frederich Nietzsche. Dari istilah love of fate atau love of one's fate yang bermakna mencintai takdir sebagai manusia, munculah inspirasi menulis cerita Redum.

“Formulaku untuk kebesaran dalam diri manusia adalah Amor Fati: bahwa seseorang tak ingin sesuatu yang berbeda, tak masa depan, tak masa lalu, tak pula semua kekekalan. Tak hanya menanggung apa pun yang diperlukan—tetapi mencintai semua itu.” Demikian tulis Nietzche dalam Ecce Homo (1992) yang menjadi inspirasi dasar saya menulis karakter seperti Lisa, Damar, dan Jati.

Bagaimana manusia seharusnya mencintai takdir meski tidak semua takdir itu bersifat indah dan membahagiakan. Fatum Brutum Amor Fati, mencintai takdir meski takdir hadir dengan begitu brutal. Apakah manusia harus menerima takdirnya atau justru melawan dengan sekuat tenaga meskipun tahu akhirnya akan sama saja. Amor Fati mengajak manusia untuk kembali menelaah bagaimana seharusnya takdir itu diterima.

Kemudian, saya berpikir bahwa akan sangat menarik jika kisah cinta biasa disatukan dengan keadaan diri manusia dan penerimaan takdir di antara perselisihan jiwa. Kebetulan saat itu saya sedang tertarik dengan psikoanalisis dan teori-teori dalam psikologi dan kejiwaan. Saya menemukan sebuah teori dalam penelitian psikoanalisis yang sering digunakan untuk penelitian sastra dari Kubler-Ross berjudul Stages of Grief. Dalam teori ini terdapat proses penerimaan dari kesedihan pasca kehilangan berupa denial, kemarahan, penawaran, depresi, dan penerimaan. Proses ini tertuang dalam perjalanan tokoh utama di dalam buku Redum.

Dengan latar rumah sakit jiwa dan gangguan mental pada tokoh utamanya, saya ingin memberi pandangan bahwa hal sederhana bisa menimbulkan luka pada jiwa manusia jika tidak ada penerimaan takdir di dalamnya. Meski cinta tidak bisa dikatakan sebagai hal sederhana, dan kehilangan orang yang dicintai bukanlah hal yang mudah bagi sebagian manusia. Menurut saya, tentang kehilangan dan penerimaan takdir adalah dua hal yang saling berpegang erat dan berperan penting dalam perjalanan hidup manusia.

Redum sendiri memiliki makna suram, mendung, dan redup sama seperti di dalam alur kisahnya. Lisa Lavemia yang didiagnosis dengan Prolonged Grief Disorder, sebuah gangguan kejiawaan pasca trauma dan kehilangan orang yang dicintai. Prana Jati, seorang dokter jiwa yang sedang dalam tahap residennya dan luka masa lalu. Kemudian, Damar Pradipta yang memiliki Ibu yang merupakan orang dengan gangguan jiwa. Ketiganya adalah simbol dari Fatum Brutum Amor Fati, bagaimana mereka dipaksa mencintai takdir mereka meskipun menyadari bahwa tidak ada yang bisa melepas takdir buruk dalam kehidupan selain menerimanya dengan hati terbuka dan menyembuhkan jiwa yang terluka.

REDUM ✓ [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang