Datang dan Perginya Dirga

22 1 0
                                    

Kisah Lalu (2)

Dirga tersenyum teduh. "Damar juga membantuku, hari ini, menyiapkan ini."

Dirga memberikan kode agar Lisa menoleh ke bawah ketika biang lala mereka berada di puncaknya. Beberapa orang membawa balon kemudian berbaris rapi membentuk simbol hati yang tampak begitu indah dari atas biang lala. Kemudian Dirga menatap Lisa lekat, mata teduhnya berbinar indah, sementara senyum berlesung pipinya tergurat sempurna. Lisa mengangguk, dengan senyum yang semakin cantik.

Dirga kemudian mengangkat jempolnya kepada orang-orang di bawah, dan balon merah muda terbang bersamaan sehingga langit di atas pasar malam penuh kebahagiaan bagi yang menyaksikannya. Malam yang gelap jadi tampat berwarna oleh balon merah muda, seperti kehidupan Lisa setelah kedatangan Dirga, lebih berwarna.

"Kenapa kamu suka padaku?" tanya Dirga.

"Kamu pintar bernyanyi, bermain alat musik, dan mengarang puisi." Lisa mengangkat dua jempolnya lalu mengangguk yakin. "Karena kamu keren. Sangat keren."

"Hanya itu?"

"Hmm, yang lainnya rahasia." Lisa menjulurkan lidahnya lalu tertawa begitu bahagianya. "Kalau kamu, kenapa suka padaku?"

"Tanya saja pada Damar, dia lebih tahu."

Lalu biang lala berputar dengan perlahan dan setiap detiknya terasa menyenangkan bagi Lisa dan Dirga.

Sejak saat itu, Damar memainkan peran sebagai sahabat yang baik bagi Lisa dan Dirga. Ia bahkan selalu tampak tersenyum, meski setiap tatapan mata Damar selalu dingin. Dirga sadar akan hal itu, tapi ia pun tak bisa membohongi perasaanya sendiri dan memaksa Damar untuk bungkam agar persahabatan mereka tetap aman.

Begitu egoisnya setiap perasaan yang manusia miliki, dan selalu menuntut untuk dibahagiakan. Dirga selalu tahu bahwa Damar begitu mencintai Lisa, tapi Dirga juga memahami bahwa Lisa mencintai dirinya berbeda dengan Lisa menyayangi Damar.

Hal itu berlangsung bertahun-tahun sampai mereka menyelesaikan masa SMA. Dirga menjadi mahasiswa seni musik, Lisa masuk di jurusan sejarah, dan Damar yang harus berusaha di tahun berikutnya lantaran tak mendapat beasiswa. Dirga dan Lisa semakin dekat setiap harinya di dalam hubungan kekasih, sementara Damar terpaksa sedikit merenggangkan jarak.

Pada suatu hari yang cerah dan menyenangkan ketika Dirga dan Lisa pergi bersama untuk acara musik favorit Lisa. Saat itu fakultas seni musik tempat Dirga menjadi mahasiswa, tengah mengadakan konser pembukaan untuk mahasiswa baru, dan Sheila on 7 adalah group band kesukaan Lisa yang akan tampil setelah band Dirga sebagai band pembuka. Hari itu cuaca cerah, bahkan Lisa sama semangatnya dengan Dirga. Laki-laki itu terus bernyanyi sepanjang perjalanan mereka menuju kampus, Lisa berteriak-teriak senang.

Dirga menyetir dengan pelan, tenang, dan aman. Kondisi jalanan yang sepi karena hari masih cukup pagi membuat Dirga tak menyangka bahwa ia akan kehilangan kendali atas mobilnya. Ia yang tengah bernyanyi bersama Lisa ketika lagu berjudul Kita milik Sheila on 7 berputar, tak menyangka bahwa ada truk yang melaju dari arah berlawanan. Mobil Dirga masih melaju sesuai jalur, tidak oleng, bahkan Dirga segera waspada saat melihat truk itu tampak dikemudikan dengan sembarangan.

Namun, tidak ada kesempatan bagi Dirga untuk menyelamatkan hidupnya, atau jiwa Lisa. Truk menghantam mobilnya yang tidak bersalah. Mobil Dirga terbalik, membuat penumpangnya hampir terpental keluar. Dirga berdarah-darah, tapi masih sempat sadar ketika ia merasakan tangan Lisa menggenggam tangannya. Dirga yang menyadari darah menetes dari kepalanya, dengan sekuat tenaga memeriksa keadaan Lisa yang matanya tertutup sempurna. Tak ada alasan bagi Dirga untuk berdiam diri menunggu bantuan, sebab ia tahu mungkin saja mobil yang terbalik akan segera meledak sebab tangki bensin yang pecah atau hal semacamnya. Atau jika tidak meledak, mungkin ia dan Lisa akan terluka semakin parah atau mati bersama di dalam mobil itu.

"Lisa bangun! Lisa kamu dengar aku, kan?!" Dirga menggoyangkan tubuh Lisa, lalu memeriksa denyut nadinya. "Kamu harus tetap hidup, bagaimana pun caranya."

Dirga dengan usaha kerasnya, dan sisa-sisa tenaga yang ia miliki-melupakan darah yang terus mengalir dari kepalanya-berusaha mengeluarkan Lisa dari dalam mobil. Dirga menciumi pipi Lisa seolah mereka akan berpisah dalam waktu dekat, meski darah memenuhi wajah perempuan itu. "Lisa bangun, kumohon! Kamu harus keluar dari sini. Kumohon Lisa buka matamu!"

"Dir ... Dirga ...," lirih Lisa yang sadar akan rasa hangat yang Dirga berikan.

Laki-laki itu semakin mengusahakan semua yang ia mampu. Ia menendang pintu mobil, melepaskan sabuk pengaman Lisa, lalu mendorong perempuan itu keluar dari mobil dengan hati-hati. Dirga memegangi kepala Lisa yang berdarah ketika berhasil keluar dari mobil, lalu membiarkan perempuan itu berusaha berjalan menjauh dari mobil.

Sementara, Dirga tak menyadari bahwa sabuk pengamannya sendiri masih melilit tubuhnya ketika ia hendak berusaha keluar. Kepalanya yang berdarah terus membuat kesadaran Dirga menghilang, berdenyut-denyut, lalu pandangan laki-laki itu memudar. Remang-remang ia melihat Lisa yang ambruk di luar mobil sembari memandanginya. Dirga hanya menatap pias pada Lisa, dan menghentikan usahanya yang sia-sia untuk keluar dari mobil. Sebab, beberapa detik kemudian, mobil itu mengeluarkan asap, lalu ledakan keras terjadi.

Lisa yang telah berjalan agak jauh, dan sudah limbung, terbaring lemah di jalanan dengan darah mengalir di mana-mana. Ia menyadari bahwa orang-orang segera mengerumuni dirinya, lalu gelap mendominasi matanya.

Sementara, keadaan truk tidak terlalu mengenaskan, yang rusak hanya bagian depannya saja. Seseorang yang duduk di samping pengemudi tampak keluar dari truk dengan darah di keningnya. Ia mengamati keadaan yang kacau dengan ramainya orang-orang yang berusaha menolong. Suara ambulans bahkan membuatnya segera menyadari bahwa kecelakaan besar telah terjadi. Ia dibawa oleh seorang polisi menuju ambulans, lalu luka di keningnya di obati.

"Siapa namamu?" tanya polisi untuk keperluan data kecelakaan dan pertanggungjawaban bagi korban.

"Prana Jati Kusuma," jawabnya sembari merasakan nyeri di kepalanya.

"Bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi?" tanya polisi itu lagi. "Katakan saja yang kamu ingat, jangan dipaksa kalau belum bisa mengatakannya."

"Saya tidak mengemudi, saya hanya duduk di samping sopirnya. Saya baru saja akan pindah rumah, dan membawa semua barangku. Kami dari luar kota, dan tidak beristrahat sejak semalam. Saya rasa sopir mengantuk, saya bahkan sedang tidur saat kecelakaan terjadi."

"Baiklah, terima kasih. Kamu akan dibawa ke rumah sakit setelah ini."

REDUM ✓ [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang