11. Om Wira

178 14 0
                                    

Happy Reading! Jangan lupa vote

































🦊🦊🦊

Tangan kecil itu meraba-raba kasur
yang berada di sebelahnya, ia tak
menemukan seseorang yang ia cari
dengan cepat ia membuka matanya
rasa pusing menghampiri kepalanya.

Ini akibat ia terbangun terlalu terburu-
buru, dengan malas ia menyibak
selimut yang menutupi seluruh
badannya. Nata berjalan ke kamar
mandi dengan langkah gontai, selalu
saja begini bangun tidur sudah tidak
ada Wira di sampingnya. Seharusnya ia
bangun lebih awal dari Wira, jika begini
ia memang istri yang buruk. Nata mandi dengan secepat kilat ia hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk mandi dan 20 menit untuk berpakaian.

hari ini ia masuk kuliah pukul 8 pagi
dan ini sudah menunjukkan pukul
7 pagi lewat 5. Nata menyambar tas
nya, seperti biasa ia akan menaiki
taxi ke kampusnya. Tanpa Wira yang
mengantarkan, memang Wira juga
sering mengantarkannya namun
akhir-akhir ini Wira tidak pernah lagi

mengantarkannya. Jika di tanya Nata
lelah atau tidak, jujur saja ia mengakui
bahwa ia sangat lelah, mencintai tanpa
di cintai itu menyakitkan. Namun membuang rasa cintanya terhadap Wira tidak semudah menumbuhkan rasa cinta itu secara cepat.

Nata mengeryit ketika mendengar
samar-samar suara seseorang yang
sedang berbicara dari arah dapur,
suara itu suara tawa Wira dan...

Dengan cepat Nata membuka pintu
kamarnya dan berlari ke arah dapur,
tubuhnya mematung seketika seperti
ada yang mengendalikan. Melihat
pemandangan di depannya membuat
tubuhnya kaku, hatinya hancur.

Tak pernah sekali pun Wira tertawa
dengannya, namun apa yang ia lihat
tadi Wira tertawa walau hanya tertawa
kecil namun itu berhasil membuat
hatinya berdenyut sakit. Wira tertawa
dengan wanita lain, Wira tertawa dengan
wanita yang sering Nata lihat jalan
bersama Wira, dia...

Laila..

Haruskah kakinya melangkah ke sana?
Haruskah ia melihat pemandangan
yang membuat ia ingin menyerah
sekarang? Nata menggelengkan
kepalanya pertanda bahwa ia tak
boleh menyerah begitu saja. Dengan
sedikit keraguan di hatinya Nata mulai
menjalankan kakinya tepat di mana Wira
dan Laila makan bersama. Bahkan
sekarang Wira secara terang-terangan
membawa selingkuhannya di
apartemen mereka, bukan. Laila
mungkin bukan selingkuhannya,
namun ia lah orang ketiga dalam
hubungan mereka. Memikirkan itu
membuat hatinya berdenyut sangat
sakit.

"ekhem"Nata berdehem untuk
menyadarkan kedua orang yang
berbeda jenis kelamin itu, mereka asik
mengobrol tanpa tau kehadiran Nata di
belakang mereka Wira dan Laila melihat ke arah Nata bersamaan, Wira terdiam kaku dan Laila tersenyum, senyum yang
terkesan meremehkan ke arah Nata.

"oo dia siapa sayang, dia keponakan
yang kau ceritakan itu"ucap Laila
dengan nada sombongnya.

Deg

Nata kaget, ia melihat ke arah Wira dan
Laila bergantian.

"iya"

Jawaban dari Wira menyadarkan Nata
bahwa ia benar-benar tak berarti
di mata Wira Nata tertawa lirih, Wira
menyadari itu. Entah mengapa
hatinya merasakan sakit saat dengan
mudahnya lisannya berkata 'iya' dan
saat melihat raut wajah Nata yang
tampak sedih, kecewa dan amarah berkumpul menjadi satu. Wira bingung seharusnya ia senang melihat Nata seperti itu, namun mengapa hatinya
sakit ingin menyangkal semua yang
di ucapkan Laila kepadanya. Tetapi
egonya berkata bahwa apa yang sudah
ia katakan itu benar, toh tak ada cinta
untuk Nata, Nata hanya istrinya di atas
kertas bukan istri yang ia cintai.

"kami baru saja selesai makan, ayo
duduk saya tadi membawa makanan
yang lumayan banyak"ucap Laila sinis

Nata mengepalkan kedua tangannya
kuat-kuat sampai buku-buku jarinya
memutih, tanpa kata Nata duduk di
depan Wira. Wira masih mengamati setiap gerak-gerik Nata secara diam.

"sayang nanti antarkan aku ke
butik Mawar, aku ingin membeli gaun
nanti"ucap Laila mesra, Nata muak ia
sangat ingin memuntahkan makanan
yang ia kunyah

"iya"

Cukup sudah hatinya sangat panas
mendengar jawaban dari Wira yang
sangat lembut itu, Nata membanting
sendoknya secara kasar sampai bunyi
dentuman sendok dengan piring itu
terdengar keras.

Wira melihat ke arah Nata secara
sinis"kenapa kau membanting sendokmu?, apa makanannya tidak enak? "ucap Wira tajam Nata tertawa sumbang melihat wajah kemenangan dari Laila. "tidak OM, makanannya sangat enak. Nata pergi dulu PACAR Nata sudah menjemput" ucap Nata penuh penekan di kata om dan pacar.

Deg

Wira tersentak, ia tidak suka ketika Nata memanggilnya om dan menyebut kata pacar di ucapannya tadi.

"kamu.."

"saya permisi om Wira dan tante
Laila"ucap Nata sinis.

Wira ingin mengejar Nata, namum
tangannya di tahan oleh Laila.

"mau kemana sayang, ayo antar aku ke
butik"

Wira menyentakkan tangan Laila
kasar aku tak bisa mengantarmu. Lain
kali saja, aku harus mengantarkan
Nata"ucap Wira dingin berlalu
meninggalkan Laila yang terlihat
marah.

"dasar laki-laki sialan, awas saja kau.

Kau hanya benalu dalam kehidupan Wira'sinis Laila meninggalkan apartemen Wira dengan kemarahan yang siap meledak.

🦊🦊🦊

Nata menyeka air matanya kasar, ia gak boleh terlihat lemah di mata Wira. Jika itu terjadi Wira akan merasa puas karna berhasil menyakitinya kembali. Ah rasanya ia sangat merindukan kemanjaaan terhadap orang tuanya, mengapa ia bodoh sekali meminta secara cepat pernikahan ini terjadi? la pikir rumah tangganya akan harmonis seperti rumah tangga orang tuanya.

Ini sangat menyakitkan, Nata seperti
menancapkan duri di hatinya sendiri, membuat kisah hidupnya menderita sendiri. Lagi-lagi ia tertawa sumbang menertawakan dirinya sendiri yang terlihat rapuh dan harus di kasihani. Nata melotot saat tangannya besar Wira menggeretnya menuju mobil lelaki itu.

"lepas OM, pacar saya sudah menunggu berontak Nata.

"sekali lagi lo manggil gue om, gue robek mulut lo"ucap Wira dingin "mau jadi jalang hmm, punya pacar di saat sudah bersuami"sinis Wira meremehkan

Nata memandang Wira dengan mata
berkaca-kaca menyiratkan kesedihan
dan kekecewaan yang mendalamnya
namun rasa itu masih kalah dengan rasa cintanya terhadap Wira.

Wira menaikkan satu alisnya menunggu ucapan marah Nata yang akan keluar namun Nata hanya memandangnya tanpa berbicara. Ia memalingkan wajahnya ke samping lebih memilih menatap jalanan dari pada melihat wajah Wira yang melukai hatinya, Wira seperti menaburkan garam di hatinya yang sedang terluka, rasa itu sangat perih membuat Nata ingin menjerit.

Di sini ia selalu yang kalah, di hidup Wira Nata seperti berperan antagonis yang merenggut kebahagian lelaki itu, bagaimana pun ia membela dirinya. ia akan tetap kalah karna memang ia hanya sampah yang harus di buang dari kehidupan Wira.

Tak bisakah kebahagiaan itu ada untuk Nata sekali saja? la ingin merasakan apa itu bahagia dengan sang suami orang yang sangat ia cintai.

Mengapa mencintai itu sangat menyakitkan? Tolong jawab pertanyaan ia ini, Nata sangat butuh jawaban yang bersarang di otaknya. Nata butuh semua jawaban yang membuat ia yakin menyerah adalah jalan satu-satunya.

Wira melirik ke arah Nata secara diam-diam, apakah perkataannya sangat menyinggung hati laki-laki itu? Sehingga membuat Nata diam seribu bahasa dari pada harus berbicara dengannya, tetapi bukankah itu bagus karena ia tak lagi mendengar suara manja dan rengekan dari laki-laki manja di sampingnya. Namun mengapa lagi dan lagi hatinya berdenyut sakit tak suka melihat perubahan Nata yang mendiaminya.

Apakah....?

Apakah....?

Wira mulai mencintai Nata?






















See You Next!

🦊🦊🦊

Perjodohan||Jeffta^ END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang