04. Rainy and You

129 37 1
                                    

Hujan cukup deras mengguyur daerah sekitar kampus sore itu. Bulan yang baru saja menuntaskan keperluannya bersama teman-teman kelompoknya terpaksa harus duduk termenung di teras caffee yang letaknya tak jauh dari taman Fakultas Ilmu Budaya.

Ditemani dengan segelas teh tawar panas dengan asap yang masih mengepul, gadis dengan cardigan rajut berwarna hijau itu memilih untuk menunggu hujan reda. Tangannya terjulur ke depan, menikmati tiap tetesan tangis langit sore yang menyalurkan hawa dingin di setiap terpaan anginnya.

Sepersekian detik kemudian, ponsel yang ia letakkan di atas meja pun bergetar. Terpampang nama Renatta di sana. Gadis itu langsung menekan tombol hijau mengangkat panggilan Renatta.

"Moon, lo udah pulang kah? Apa masih kerja kelompok?" tanya Renatta di seberang sana.

"Gue masih di caffee deket fakultas, kejebak hujan." jelasnya.

"Kebiasaan, lo pasti lupa bawa payung," gadis itu mengomel, membuat Bulan terpaksa harus mengecilkan volume panggilannya agar suara Renatta tak bersaing dengan kerasnya air hujan yang menghantam atap berbahan asbes di atasnya.

"Namanya lupa ya gak inget."

"Gue lagi sama Naya nih, anaknya ngamuk gak mau gue ajak ke tempatnya Yudha, padahal gue udah di tungguin Haris di sana."

"Itu mah urusan lo babi! Kenapa pacar lo itu engga ngajak janjian ke tempat lain aja? Kenapa harus caffee nya cowok sialan itu? Dan yang paling penting, kenapa lo harus ngajak gue buat ketemu sama pacar lo?!" Terdengar suara Naya memekik memaki Renatta. Bulan hanya tersenyum simpul menanggapi kelakuan teman-temannya.

"Don't scream next to my ear! Suara lo cempreng banget gila! Gue ngajak lo tuh karena sekarang lo duduk di jok mobil gue, anjing! Emang lo mau gue turunin di tengah tol?" balas Renatta tak kalah lantang.

Gadis itu menyeruput teh tawarnya yang mulai menghangat sembari mendengarkan perdebatan kedua sahabatnya. Renatta dan Naya memang harus pergi ke suatu tempat untuk mengambil barang pesanan Renatta yang ia pesan untuk Haris. Setelah kelas berakhir, kedua gadis itu pergi meninggalkan kampus sementara Bulan harus menyelesaikan tugas kelompok untuk presentasi minggu depan.

"Don't worry, Moon. I'll send you prince to take you home!" sebelum panggilan terputus, teriakan Naya sukses membuat dahi Bulan berkerut.

Apa? Pangeran katanya?

Bulan berdecih sembari menyunggingkan senyum tipis. Gadis itu memilih untuk tidak mengambil pusing perkataan Naya. Temannya itu memang suka bercanda. Bulan kembali melanjutkan aktivitasnya, meneguk teh dengan sambutan bau hujan yang bercampur dengan tanah.

Tak berselang lama, Bulan melihat ada sosok bayangan laki-laki tengah berlari menuju caffee FIB. Ia hanya berbekal jas anti air untuk melindungi kepalanya. Semakin mendekat, mata Bulan terbelalak karena gadis itu melihat jelas seorang Hansena Bintang adalah sosok yang tengah berlari menerjang hujan.

Bulan refleks berdiri, seiring dengan tubuh Bintang yang melangkah memasuki area teras caffee FIB. Mata gadis itu terpaku melihat setiap gerak-gerik Bintang yang sedang mengibas rambut basahnya. Pemuda itu sukses membuat debaran jantungnya berdetak tak beraturan.

Ini kah pangeran yang dimaksud Naya?

"Hey! Kita ketemu lagi," Pemuda itu berjalan mendekati meja tempat di mana Bulan duduk.

Gadis itu masih mematung, menatap tubuh Bintang yang sekarang berdiri satu meter di hadapannya. Bibirnya selalu tersenyum, membuat dimple yang ada pada pipi kanannya tercetak sempurna.

"Hai, Kak." sapa Bulan sembari melambaikan tangannya kikuk.

"Kamu belum pulang?" tanya Bintang membuka percakapan.

Jejak Aksara || Sung Hanbin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang