10. Nightmare

118 19 6
                                    

Derap dua pasang kaki itu mulai melangkah memasuki lobby rumah sakit. Bintang dengan kepanikan yang membuncah, menghampiri meja administrasi untuk menanyakan dimana bangsal tempat Ibunya di rawat. Sedangkan Bulan hanya bisa mengekor di belakang pemuda itu.

"Permisi, maaf mau tanya kamar pasien atas nama Erna Wijaya di sebelah mana ya?" tanya Bintang sembari menyeka keringat yang mengalir pada pelipisnya.

"Mohon tunggu sebentar, saya cari datanya dulu." ujar pegawai administrasi.

Bulan menatap sendu ke arah Bintang. Ia tidak pernah melihat Bintang panik luar biasa. Tangan gadis itu beringsut untuk meraih tangan kanan Bintang untuk ia genggam. Pemuda itu tersenyum tipis sembari memperbaiki genggaman sang gadis menjadi sebuah tautan.

"Pasien atas nama Erna Wijaya ada di paviliun 4 lantai 5."

Setelah mengucapkan terimakasih kepada pegawai administrasi, Bintang bergegas menuju lift untuk menuju lantai 5 tanpa melepas tautan tangannya dengan Bulan. Di dalam lift hanya ada keheningan yang mengisi mereka berdua. Bintang sibuk dengan pikiran kalutnya, sedangkan Bulan tidak tahu harus berbuat apa. Gadis itu terlampau kikuk dengan situasi yang tengah ia hadapi sekarang.

Mereka terus menyusuri lorong demi lorong paviliun hingga netra keduanya mendapati presensi Tara yang tengah duduk di kursi depan bangsal. Langkah besar Bintang membawa tubuhnya menghampiri Tara yang masih belum sadar akan kedatangan Bintang dan Bulan.

Ketika keduanya hampir sampai, Tara menoleh dengan wajah leganya karena akhirnya Bintang datang, "Mas—"

Kalimat laki-laki itu terjeda ketika melihat presensi Bulan di belakang tubuh sang kakak. Tatapan Tara mulai turun memandang bagaimana jemari mereka saling bertaut. Dadanya sesak, sedih dan amarah bercampur menjadi satu.

"Ibu lo di dalem, masih tidur." ujarnya dengan nada dingin.

Bintang tidak mempermasalahkannya, ia sudah terbiasa dengan sikap jutek Tara jadi Bintang sudah tidak lagi heran. Pemuda itu akhirnya bergegas masuk ke dalam bangsal, melepas tautannya dan meninggalkan Bulan di luar bersama Tara.

Entah mengapa, mereka berdua mendadak canggung. Bulan sedikit bingung dengan keberadaan Tara dan apa hubungan antara sahabatnya itu dengan Bintang? Berbagai spekulasi dan tanda tanya muncul begitu saja di kepalanya. Sedangkan Tara juga bingung karena mau tidak mau ia harus mengaku jika nanti Bulan bertanya mengenai hubungannya dengan Hansena Bintang.

"Lo kenal Kak Bintang, ya?"

Yah, setidaknya Tara sudah menduga kalau pertanyaan itu akan muncul.

"Kenal." jawabannya singkat.

Bulan hanya mengangguk kikuk tanpa bertanya lebih jauh. Sebenarnya masih banyak pertanyaan yang tersimpan di kepalanya, tapi ia berpikir jika lebih baik tidak ia tanyakan kecuali Tara sendiri yang akan memberi tahu.

Setelahnya hening, baik Tara maupun Bulan, tidak ada yang membuka suara.

"Lo gak bosen?" tanya Tara yang akhirnya memilih untuk bersuara.

Bulan menggeleng kecil, "Gue bahkan baru sampai."

Benar juga. Tara jadi sedikit malu atas pertanyaan konyol yang ia lontarkan kepada Bulan. Ia menggaruk tengkuknya, mencari cara lain supaya bisa mengajak gadis itu menjauh dari kamar ibu tirinya.

"Gue bosen, ayo cari jajan!" Tanpa menunggu persetujuan Bulan, pemuda itu menarik tangan Bulan menuju lift. Bulan pun bingung, tapi ia memilih pasrah dan sama sekali tidak melayangkan protes.

Tara menekan tombol G untuk turun menuju basemen. Gadis itu sedikit mengernyit bingung, ia pikir Tara akan membawanya ke lobby depan di mana banyak pedagang kaki lima yang berjualan di seberang rumah sakit.

Jejak Aksara || Sung Hanbin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang