03. Gald to See U Again

136 39 6
                                    

Rooftop caffee milik Yudha adalah tujuan Bulan saat ini. Memandangi hamparan jingga senja sebelum nantinya berganti dengan kegelapan. Angin berhembus menyugar helai rambut gadis itu menjadi tak beraturan. Bulan terduduk memeluk lututnya, menghirup udara segar sembari memejamkan mata.

Gadis itu memilih tinggal di caffee sementara Renatta keluar bersama Haris dan Naya yang pulang terlebih dahulu karena ia memang tak sudi berlama-lama di caffee milik Yudha. Sudah hampir tiga puluh menit, tapi Bulan masih tak mau beranjak dari tempatnya.

Beberapa saat kemudian, gadis itu mendengar suara langkah kaki menaiki tangga besi yang terletak di sisi kiri. Namun Bulan enggan menoleh, gadis itu masih terfokus pada matahari yang perlahan-lahan menghilang.

"Bulan?" Suara berat itu menyapa telinganya. Bulan menoleh, mendapati Tara yang tengah berdiri di belakang tubuhnya. Senyuman pemuda itu merekah sempurna membuat Bulan pun refleks membalasnya dengan senyuman tipis.

Tara mendudukkan tubuhnya di samping Bulan, mata laki-laki itu pun ikut terfokus menyaksikan langit senja yang perlahan berubah gelap. "Lo ngapain disini?" tanya pemuda itu memecah keheningan.

"Cari angin aja sih. Lo sendiri ngapain?" Bulan balik bertanya.

Pemuda itu memandang benda persegi panjang berwarna putih langkap dengan pemantik di dalam genggamannya sebelum kemudian ia menyimpan kembali di saku celana. Niat awal Tara sebenarnya ingin merokok, tapi ia memilih untuk tidak melakukannya karena ia tahu jika Bulan tidak menyukai asap rokok.

"Sama kayak lo, cari angin." ujarnya berbohong.

Bulan tertawa pelan, "Jawaban lo gak kreatif."

"Dih emang bener kok!" seru Tara tak terima.

Bulan mengalah, gadis itu memilih untuk kembali mengangkat kepalanya memandangi langit yang kini gelap gulita. Senja sudah pergi, mentari sudah selesai menjalankan tugasnya selama satu hari. Seharusnya, bulan dan bintang bersinar malam ini, tapi hanya bulan yang hadir bersama titik kecil di dekatnya yang diketahui sebagai planet venus.

"Cantik, ya," ujar Tara sembari tersenyum ke arah bulan sabit yang bersinar sendirian.

"Bulan malam ini harus bekerja keras, soalnya bintang gak bantuin dia bersinar. Tapi yang perlu di garis bawahi adalah bulan itu bisa bersinar sendiri, dia bisa jadi cahaya paling terang di langit," Tara melanjutkan kalimatnya yang sempat terjeda.

Bulan mematung, gadis itu sungguh tidak paham mengapa Tara mengatakan hal demikian. Apakah cowok itu tahu tentang hal yang Bulan alami hari ini? Atau hanya sekedar memberikan kalimat penyemangat karena memang sejatinya seorang Raden Tara Aryatama adalah orang yang hobi memberikan kalimat-kalimat seperti itu? No one knows, except his smile who shines even brighter than the moon above.

***

Siang itu Bulan menginjakan kakinya pada sebuah bangunan dengan interior kuno, mata gadis itu menyusuri setiap sudut ruangan mencari dimana rak untuk novel berada. Bulan sedang berada di perpustakaan utama. Seusai kelas terakhir hari ini, gadis dengan poni rata itu memutuskan untuk mengubah destinasinya dari yang awalnya ingin segera pulang, beralih berbelok ke perpustakaan kampus untuk membaca buku fiksi.

Jujur saja hari ini merupakan kali pertama Bulan memasuki gedung dengan interior khas Eropa itu. Bangunan kampusnya memang sebagian besar peninggalan Belanda, jadi tidak heran jika setiap sudut kampusnya masih bernuansa Eropa.

Setelah beberapa menit berkeliling, gadis itu akhirnya menemukan rak novel yang ternyata berada di pojok ruangan. Tempat itu agak berdebu, sepertinya tak banyak mahasiswa yang berkunjung ke lorong rak buku fiksi. Sebagian besar mahasiswa pergi ke perpustakaan utama untuk mencari refrensi demi menuntaskan tugas mereka.

Jejak Aksara || Sung Hanbin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang