02. Confess?

146 41 3
                                    

"Jejak Aksara"

Bintang, apakah penantianku sia-sia? Seharusnya bintang dan bulan bisa bekerja sama untuk menerangi kelamnya malam. Tapi kenapa kamu mengubah takdir dengan memilih mentari sebagai pendampingmu?

Renatta said, there's so many guy who deserve me. But what can I do if I only want you?

...

Bulan masih enggan berbicara setelah kejadian di cafetaria FK beberapa jam yang lalu. Mood gadis itu turun drastis mengingat tangan Bintang menggenggam hangat tangan gadisnya. It's hurt so bad to say that. Tentunya Renatta diselimuti rasa bersalah. Jika bukan karena ia yang mengajak Bulan untuk bertemu Haris, gadis itu tidak akan melihat Bintang bersama Safa.

"Moon, sorry." lirih Renatta sesaat setelah kelas mata kuliah terakhir usai.

Bulan menoleh ke arah sahabatnya itu, "That's not your fault, Re. Emang seharusnya gue sadar diri. Anak kedokteran pasti carinya yang sepadan, gue mah apa sih? Cuma cewek yang gila sama sastra. Ga sebanding sama Kak Safa."

Tangan Renatta terbuka untuk memeluk tubuh Bulan dari belakang. She's know that Bulan is not okay. Ya siapa yang akan baik-baik saja jika cinta pertama yang ia incar sejak enam tahun lalu pupus? Sepertinya jika Renatta ada di posisi Bulan, gadis itu akan sangat marah.

"Sedihnya jangan lama-lama ya, there's so many guys who deserve you, not that bastard! He's only hurt you. Ah I hate him for making my best friend sad, while I try so hard to make you laugh." Mendengar itu, senyum tipis terukir pada bibir Bulan.

"Gue bersyukur banget kenal sama lo, Re. Makasih banyak karena lo sama Naya udah jadi saksi bisu ke-bulol-an gue dari jaman SMP sampai kuliah." ujar Bulan. Renatta melepaskan rangkulannya, gadis itu menatap Bulan dengan senyuman mengejek.

"Sadar juga lo kalau bulol." Bulan cemberut.

"HEY! REALLY BAD NEWS!" Suara teriakan seorang gadis yang berlari dari ujung lobby fakultas menggema menyita atensi mahasiswa yang tengah duduk santai sembari menikmati hawa dingin dari AC lobby. Tak terkecuali Bulan dan Renatta. Dua gadis itu mengalihkan pandangan mereka ke arah pintu masuk dan mendapati Naya berlari terseok-seok sembari memegang sebuah ukulele di tangan kanannya.

"Naya, shut up!" Renatta berbisik ketika gadis bernama Naya itu sudah berdiri tepat di samping Bulan.

"What's going on?" tanya Bulan.

Naya terlebih dahulu menyeka keringat yang mengalir pada pelipisnya dengan susah payah karena kedua tangannya sibuk memegang totebag dan ukulele.

"I saw Hansena Bintang-"

"With Safa." potong Bulan sebelum Naya menuntaskan kalimatnya.

Dahi gadis dengan rambut cokelat itu berkerut, "How did you know?"

"I saw him too, in front of my face. I know she's his new girlfriend. I already lost, Naya." Bulan menundukkan kepalanya menahan dadanya yang seakan terhimpit hingga terasa sesak.

"Moon, I think bukan saatnya lo menyerah. Gue denger dari Marcel anak kedokteran, mereka belum resmi pacaran." Bulan menatap kembali netra Naya.

Tidak munafik, ada kelegaan tersendiri yang menyelimuti hatinya. Mendengar sebuah statement jika cintanya masih bisa ia perjuangkan walaupun ia sendiri tidak tahu bagaimana akhirnya. Namun mengingat tangan pemuda itu menggenggam erat tangan Safa, membuat Bulan harus kembali sadar diri bahwasanya status mereka memang belum resmi, tetapi perasaan laki-laki itu tak lagi bisa ia miliki.

"You should start confessing."

"She will never do that, Naya. Gue gak mau kalau Bulan yang ngaku duluan." ujar Renatta membuat Naya menatap gadis kulit putih itu dengan tatapan bertanya-tanya.

"Kenapa? Bukannya bagus kalau Bintang tau?"

Renatta menggeleng kuat, "Bakalan buruk banget! Maybe that's kinda hurt for Bulan but let's be realistic. Bintang belum tentu ada rasa yang sama, jadi dengan Bulan menyatakan perasaannya itu cuma berujung buang-buang tenaga. Udah buang-buang tenaga, hasilnya sia-sia, nyakitin lagi. Gue sih gak mau."

Bulan menunduk, sedangkan Naya tak bisa menyanggah opini Renatta. Bulan pun merasa yang di katakan Renatta tidak ada yang salah. Gadis itu tahu jika hasilnya akan sia-sia jika Bulan menyatakan perasaan kepada laki-laki yang belum tentu memiliki rasa yang sama.

Melihat atmosfer diantara mereka bertiga mulai mengeruh, Renatta segera merangkul kedua sahabatnya itu dan mengajak dua gadis itu keluar dari gedung fakultas.

"Gimana kalau kita ke caffee nya Yudha?" Ajakan Renatta membuat Naya melirik tajam ke arah gadis itu.

"Dih ngapain ke sana?" ujar Naya sewot.

"Silaturahmi sama mantan lo, Nay. Tiga bulan putus masa lo gak kangen?"

"Gue gak mau anjir! Mending kepanasan seharian di ruang musik daripada nongkrong di sarang buaya."

"Gitu-gitu dulu lo bucin tolol sampe ga ada waktu main sama kita."

Naya refleks menampar pelan lengan Bulan dengan wajah kesal.

"Tapi kan-"

"Lo kebanyakan bacot, udah ah buru. Gue yang nyetir." Renatta melepas rangkulannya dan berjalan terlebih dahulu menuju mobil silver yang terparkir di samping fakultas.

Gadis dengan poni rata itu menatap sahabatnya dengan kekehan kecil, sementara Naya menghentakkan kaki kesal karena terpaksa menurut. Tubuh Bulan berjalan menyusul Renatta, sedangkan Naya masih geming untuk beberapa saat sebelum kaki mungilnya melangkah dengan amarah.

"Fuck you, Renatta," gumamnya pelan sembari mengacungkan jari tengahnya dari belakang tubuh Bulan dan Renatta.

...

A.N :

Selamat membaca chapter 2!

Fyi Safa itu satu angkatan ya sama Bintang dan Haris, jadi dia kakak tingkat Bulan dkk. Cuma waktu perkenalan karakter itu typo harusnya dia angkatan 56 tapi malah aku tulis angkatan 57 😔🙏

Coba komen dong kalian nunggu momen siapa nih buat next chapter?

Jangan lupa vote juga yah! Have a nice day!

Jejak Aksara || Sung Hanbin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang