"She fell first, he fell but it's too late"
--Lavender--Kedua orang itu masih terpaku, menatap satu sama lain. Bedanya raut wajah Pitaloka tidak menggambarkan apapun, tatapannya juga datar, seolah dia tengah menatap orang asing yang tidak begitu penting.
Januartha sebaliknya, ada binar ketertarikan yang terpancar dari bola mata laki-laki itu, menimbulkan senyum tipis yang tidak dirinya sendiri sadari.
Ada yang bilang, dunia itu sempit. Namun Januartha rasanya ingin menyangkal kalimat tersebut, karena hampir enam tahun lamanya Januartha tidak pernah melihat Pitaloka lagi, seolah semesta sengaja menyembunyikan gadis itu agar terhindar dari laki-laki seperti dia, meninggalkan penyesalan yang tidak pernah Januartha ingin perlihatkan sampai saat ini.
"Lo kelihatan baik-baik aja, dibandingkan hari dimana gue terakhir kali lihat lo," kata Januartha.
"Gak ada alasan buat saya kelihatan gak baik-baik aja." Senyum terbit di wajah Pitaloka membuat hati Januartha berdesir, lantaran sudah lama sekali laki-laki itu tidak melihatnya. Namun sayang, dibandingkan senyum bahagia yang tulus, Januartha tidak menyadari jika senyum Pitaloka hanya sekedar formalitas, sebab matanya pun tidak ikut tersenyum berbinar mengartikan hal itu.
"Karena ada banyak hal yang bisa saya syukuri, salah satunya tidak lagi berhubungan dengan anda," lanjut Pitaloka, membuat Januartha berdecak karena merasa tidak terima dengan kalimat yang keluar dari mulut Pitaloka.
"Lo kok gak mati?" sarkas Januartha.
"Saya turut berdukacita kalau anda berharap saya mati hanya karena laki-laki bodoh yang tidak berarti,” balas Pitaloka, mengundang tawa paksa Januartha.
Laki-laki itu sadar betul jika kata-katanya terlalu kasar, mungkin apabila Arjuna mendengarnya sekalipun dia selalu bersikap lemah lembut, Januartha tetap akan mendapatkan pukulan telak, akibat mulutnya yang tidak pernah disaring terlebih dahulu.
"Jangan-jangan lo bilang gitu karena belum bisa lupain gue kan," tuduh Januartha.
"Kalau saya lupa saya gak bakal bicara dengan akrab sama anda seperti ini, bukan kah begitu Lakeswara?" tutur Pitaloka, "kita saling kenal, lebih tepatnya sekedar kenal tanpa punya urusan penting satu sama lain."
Dulu Januartha pernah membuat Pitaloka jatuh hati sampai lupa caranya bangkit, namun sekarang Januartha membuatnya tidak mau lagi repot-repot beramah tamah, semua kalimat yang ditujukan kepada Januartha tak ayal-nya hujaman busur panah yang sengaja dibuat untuk membuat laki-laki itu terluka.
"Gue bisa perbaiki kesalahan gue kalau lo mau," kata Januartha dengan gaya congkaknya.
"Anda gak perlu repot-repot karena saya gak butuh itu," tegas Pitaloka disusul senyuman penuh ejekan yang dapet dirasakan Januartha.
"Lo bakal nyesel," geram Januartha.
"Karena gak menerima tawaran anda gitu? malah saya ngerasa sangat waras gak mengiyakan tawaran konyol anda yang kekanak-kanakan," cerca Pitaloka.
"Cukup! gak usah ngomong seolah-olah kita orang asing, gue gak suka nada bicara sama tatapan lo itu," bentak Januartha.
"Sayang!" Tatapan mata Januartha yang menyorot tajam kearah Pitaloka, kini teralih kepada orang yang baru saja bergabung dengan mereka.
Januartha menatap sinis kedatangan Arjuna, dulu saat Pitaloka dan dirinya masih memiliki hubungan, secara terang-terangan Arjuna pernah mengakui perasaannya, mengatakan langsung kepada Januartha yang berstatus sebagai kekasih Pitaloka, seolah menantang sisi gelap di dalam Januartha untuk keluar.
"Apa kabar?" tanya Januartha, basa-basi yang tidak terlihat ramah lantaran matanya menatap tajam Arjuna.
"Alhamdulillah baik banget, kalau dijelasin juga lo gak bakal ngerti," jawab Arjuna diiringi senyum lebar yang terkesan mengejek bagi Januartha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lavender
FanfictionSemua orang berhak bahagia, setidaknya mereka dapat menentukan alasan sederhana, untuk tetap bertahan hidup di dunia yang terasa memuakkan ini. Dan Pitaloka memilih Arjuna sebagai alasan sekaligus rumah untuk tempatnya berpulang, dengan Arjuna segal...