"Terkadang manusia terlihat tidak berdaya, bukan karena terlalu lemah, namun karena hakikatnya dia hanya manusia"
--Lavender--"Udah bilang Loka?" tanya Selena, Arjuna mengangguk dengan maksud mengiyakan.
"Terus kenapa gak periksa di tempat dia kerja aja?" tanya Selena lagi.
"Nanti kalau Juna periksa disana anaknya malah gak bakal fokus kerja Bun, Bunda gak tahu aja gimana bawelnya dia. Kalau ke Dokter bareng Loka rasanya kayak ke Dokter bareng Bunda, aku jadi anak kecil yang kerjanya manut-manut aja," terang Arjuna.
Selena menyunggingkan senyumnya, mengusap lembut puncak kepala Arjuna.
"Kalau gitu Bunda yang antar aja gimana?" tawar Selena.
"Gak usah lah Bun, Juna bukan anak kecil," rengek Arjuna.
"Juna bukan anak kecil, cuman balita yang baru tumbuh gigi aja," ledek Drisana yang mendekati Arjuna dengan membawa laptop dalam pelukannya.
"Mbak Sana mending gak usah ngomong kalau ngeselin," gerutu Arjuna.
"Suka-suka Mbak lah, memangnya kamu siapa berani-beraninya nyuruh Mbak," tutur Drisana.
Selena berdecak,"Ck! Mbak kebiasaan deh kalau udah ngajak berantem adiknya."
"Tuh kan, kamu tuh beneran balita, apa-apa aja masih Bunda belain," cibir Drisana.
"Sirik bilang aja Mbak, udah tua iri dengki mulu kerjaannya," balas Arjuna.
Selena yang mulai merasa lelah mendengarkan pertengkaran keduanya kini angkat bicara, Ibu dua anak itu berkata, "Mbak mending antar Juna aja sekalian buat periksa sana."
"Kenapa harus Mbak sih?" rengek dua anak itu secara bersamaan, mengundang senyuman geli di wajah Bunda mereka.
Selena bertutur, "Dari pada kerjaan kalian kalau ketemu cuman dipakai berantem doang, mending saling bantu satu sama lain. Lagian setelah dewasa Bunda gak pernah lihat Mbak Sana sama Juna keluar bareng, sekali-kali jalan bareng gak papa dong, toh tujuannya jelas mau periksa Juna."
"Ya udah Mbak mau, tapi mandi dulu," ujar Drisana dengan ekspresi tidak sepenuhnya ikhlas.
"Lama, Mbak Sana kalau mandi tuh udah kayak putri raja lagi luluran Bun, mending Juna sendiri aja," keluh Arjuna.
"Mulut kamu belum pernah digetok ulekan ya? mau Mbak bantu cobain? biar jontor sekalian itu bibir."
"Tuh kan, belum apa-apa Mbak Sana udah emosian," cibir Arjuna, membuat Drisana mendelik tajam ke arahnya.
"Mending nikahin aja Bun anak kayak gini, meskipun Juna tahu Mbak Sana jomblo terus minim yang ngajak pendekatan, kan masih bisa Bunda jodohin, bahaya jadi perawan tua biasanya buat orang tambah emosian," lanjut Arjuna.
"Bodo amat, lagian manusia mana yang gak emosi ketemu orang yang ngeselinnya kayak kamu? harusnya Loka tuh Mbak doktrin dulu biar mikir dua belas kali mau sama modelan cowok kayak kamu," geram Drisana.
"Ini kalau kalian berantem terus kapan selesainya?" tanya Selena, "udah Mbak sana mandi, Juna gak usah protes tungguin Mbaknya, kalau gak Bunda laporin tuan putrinya nih biar diomelin."
"Dengerin tuh pangeran kodok, gak usah banyak tingkah," ledek Drisana sebelum melesat kabur ke kamarnya.
"Berisik kodok zuma!" cibir Arjuna.
•••
"Mbak adik lo ini badannya lagi gak fit, mau diperiksa ke Dokter, ngapain pakai acara melipir segala sih?" gerutu Arjuna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lavender
FanfictionSemua orang berhak bahagia, setidaknya mereka dapat menentukan alasan sederhana, untuk tetap bertahan hidup di dunia yang terasa memuakkan ini. Dan Pitaloka memilih Arjuna sebagai alasan sekaligus rumah untuk tempatnya berpulang, dengan Arjuna segal...