Tujuh | Perlakuan Lembut

2.2K 29 0
                                    

Sudah sebulan lebih ia berada di sana, ia mulai terbiasa dengan semuanya. Tidak lagi merasa ketakutan ketika Marco menyergapnya dan menyetubuhi dirinya pada malam hari atau kapanpun pria itu mau. Semua itu sepertinya sudah menjadi hal biasa baginya.

Kini Innara sudah pada tahap penerimaan keadaan. Meskipun kadang kala ide untuk kabur selalu melintas di kepalanya, bayangan adiknya yang sedih karena ia tinggal selalu menghantui. Bahkan untuk sekedar menghubungi saja Innara tidak bisa, ia tidak diizinkan untuk memakai telepon atau apapun alat komunikasi.

Untuk membunuh bosan, Innara biasanya menghabiskan waktu membantu para maid mengurus rumah, meskipun bukan kewajiban dirinya. Ia sukarela membantu memasak, merapikan kamar, mengurus taman, menata bunga-bunga.

Semuanya kini menjadi biasa, hingga tiba-tiba Marco hilang selama seminggu.

Ia tidak bertemu pria itu tujuh hari lamanya, bukan maksud Innara merindukannya hanya saja terasa berbeda.

Innara dengan baju tidurnya yang hanya berupa lingerie tipis hampir transparan tanpa pakaian dalam duduk meringkuk di atas tempat tidur, kini ia telah boleh mendapatkan selimut. Benda lebar tebal itu ia buat menutupi diri.

Sudah jam dua belas malam, Innara tidak bisa tidur karena di luar hujan deras disertai petir yang menyambar dengan seram. Meskipun jendela sudah tertutup gorden, memungkinkan ia tidak melihat lagi kilatan mengerikan dari petir, tetapi bunyi gluduk yang menyambar masih mengganggu dirinya.

Bersamaan dengan suara guntur keras yang bergemuruh, Innara kaget melihat pintu kamarnya terbuka dan sosok Marco berdiri di sana.

Ia lekas menegakkan tubuh, matanya melebar melihat kondisi pria itu. Wajahnya yang biasa keras, tegas dan rapi kini terlihat semrawut.

Di ujung matanya ada lebam keunguan, dan sudut bibirnya terluka. Rambut pria itu yang biasa rapi kini acak-acakan, juga pakaiannya basah kuyup.

Innara menghampiri pria itu untuk memastikan apa yang ia lihat adalah nyata, tetapi begitu jarak keduanya dekat. Marco memeluk tubuhnya erat-erat. Basah tubuh pria itu mulai menyebar pada dirinya, Innara tidak bisa marah sebab Marco benar-benar terasa aneh saat itu.

"Kamu kenapa?" tanya Innara setelah membiarkan Marco memeluk nya cukup lama. "Ada apa?"

"Aku kedinginan...." lirih Marco kemudian jatuh dari pelukan Innara.

Saat itu sudah tengah malam, cukup larut untuk berteriak memanggil yang lainnya. Akhirnya ia inisiatif mengurus Marco sendiri. Ia mengganti baju Marco dan dengan susah payah membaringkan pria itu ke atas tempat tidur.

Ia melihat tubuhnya yang juga basah merasa tidak nyamn, akhirnya Innara juga mengganti pakaian. Ini pertama sekali ia mengganti pakaian sendiri dan memilih baju sendiri tanpa disiapkan oleh maid.

Dalam lemari berjejer banyak pakaian dengan model yang mirip-mirip, pastinya semuanya kurang bahan dan tipis-tipis.

Pilihannya jatuh pada baju tidurnya model kimono yang terbuat dari bahan satin lembut. Cukup tertutup daripada pakaian lainnya.

Ia kembali menemui Marco yang terbaring lemah di atas tempat tidur, jarinya menyentuh wajah pria itu karena penasaran dengan luka dan lebam itu.

Sayangnya tindakan itu mengusik Marco, pria itu membuka mata. Lekas Innara kembali menarik tangannya dari wajah Marco.

"Kau perlu air hangat? Atau tambahan selimut?" tanya Innara setengah canggung.

Marco menggeleng, ia menarik tangan Innara. "Aku butuh dirimu, bisakah kau memelukku hingga tertidur?"

Sungguh aneh, pikir Innara. Melihat Marco berbicara pelan, melihat tatapan sayu dan caranya yang berbeda dari biasanya. Innara patuh, ia naik ke atas tempat tidur dan memposisikan diri di samping Marco, tangannya kemudian memeluk tubuh besar berotot itu.

Saat dulu adiknya susah tidur Innara kerap menepuk-nepuk punggung adiknya dan menggosok nya agar Naya bisa nyaman dan tidur. Ia melakukan hal yang sama pada Marco, ia menepuknya.

"Terima kasih Innara," lirih Marco kemudian terlelap. Sejurus kemudian Innara bergabung pergi ke dunia mimpi.

***

Innara sudah biasa bangun kesiangan apalagi jika sehabis 'bermain' semalaman dengan Marco. Semua sudah memaklumi hal tersebut, bahkan sengaja tidak membangunkan dirinya agar mendapat istirahat yang cukup.

Namun, pagi ini Innara bangun lebih awal. Ia mendapati helaan napas tenang yang menggelitik lehernya. Matanya terbuka menyadari ia semalaman berada dalam posisi yang sama. Memeluk Marco.

Hal tidak biasa berikutnya yang ia temui adalah pria itu berada di sisinya ketika terbangun. Biasanya ia selalu terbangun dengan keadaan sendiri.

Tangannya mulai keram, itu sebabnya dengan berhati-hati ia mencoba untuk melepaskan diri tanpa berniat membangunkan pria itu.

Sayang sekali, Marco adalah tipekal yang sensitif sehingga ia terbangun padahal Innara sudah mencoba dengan pelan-pelan.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Marco dengan suara serak khas bangun tidur.

"Ah," Innara lekas menarik tangannya pada kesempatan itu. "Keram, berada dalam posisi yang sama satu malaman membuat tanganku keram. Maaf aku tidak bermaksud membangunkan dirimu."

Marco mengusap wajahnya dan bangun duduk melihat sekitarnya. Ia berada di kamar Innara.

"Kenapa aku bisa ada di sini?"

"Hah?" Innara bingung dengan pertanyaan Marco, seingatnya pria itu sendiri yang datang tadi malam.

"Apa kau melihatku?"

Innara semakin cengo tidak bisa mengerti. "Maksudmu?"

"Apa kau melihat diriku yang menyedihkan semalam?"

Kali ini barulah Innara paham, maksud dari pertanyaan Marco adalah Innara yang melihat kondisi Marco tadi malam. Memang sedikit menyedihkan.

"Tolong lupakan itu," ujar Marco, ia lalu beranjak ingin pergi dari sana.

Inisiatif darimana, Innara malah menahan tangannya agar menetap. "Lukamu harus diobati."

Jemari lentiknya lagi-lagi bermain gila dengan menyusuri luka di sudut bibir Marco. Mungkin terlalu lama di sana membuat akal Innara hilang, keberanian itu membuat Marco tercenung.

Netra hezelnut miliknya tersihir oleh perhatian perempuan itu. Ia tidak lagi berniat pergi, melainkan tertarik melakukan sesuatu dengan si gadis. Satu tangannya menarik tengkuk Innara, mendekatkan wajah mereka dan menyatukan bibir.

Untuk pertama kalinya, Marco mencium bibir Innara.

Innara tentu saja terkejut tetapi tidak bisa menghindar, ia hanya membeku dan benar sudah kehilangan akal saat membalas ciuman itu dan mengikuti permainan Marco saat mulai mengulum bibirnya lembut, Innara bahkan memberikan akses dengan mudah Marco bisa mengekspos lebih dalam.

Menyusuri setiap barisan gigi lalu menemukan lidah Innara.

Ini tidak benar, tetapi Innara menyukainya. Ia suka saat mereka mulai saling membelit, bertukar saliva, dan lidahnya saling menari-nari di sana.

Tangan Marco tidak bisa diam saja, suasana itu menaikkan gairahnya. Memancing insting pria dalam dirinya untuk melakukan hal lebih. Kemudian menarik tali kimono milik Innara hingga terlepas tanpa melepaskan ciuman mereka. Terjadi tanpa mereka sadari, kini keduanya sama-sama telah dalam kondisi polos.

Ini bukan pertama kalinya mereka melakukan hubungan badan. Tetapi bagi Innara ini pertama kalinya ia merasa tidak marah saat Marco melakukan itu padanya.

Lebih tepatnya ini pertama kalinya ia juga menikmati banyak mereka mulai menyatukan diri, bagaimana miliknya penuh karena dimasuki oleh Marco.

Ini semua karena Marco melakukannya dengan berbeda, tidak tergesa-gesa, tidak seenaknya sendiri. Pria itu sangat lembut dan berhati-hati.

Innara sampai menangis ketika mencapai orgasme dengan perasaan yang luar biasa. Ia meraih Marco dan mencium pria itu lebih dulu.

Pikirnya, biarlah kali ini saja ia menjadi binal dengan menikmati itu semua.

***

Vote dan komentarnya tolong ditinggall ✨✨✨

Only You Can Save MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang