Sepuluh | Sisi yang Berbeda

1.7K 30 6
                                    

Innara meronta di bawah kuasa Bara, presentasenya sangat kecil bisa lolos dari kekuatan Bara yang sangat jauh lebih kuat dibandingkan dirinya. Secara visual saja bisa tampak perbedaan, tubuh mungil Innara dan tubuh kekar penuh otot milik Bara.

"Lepass kumohon, akhh."

Ia berteriak, tangannya berusaha menghalau Bara untuk menyentuh nagin sensitif di tubuhnya. Jika disentuh Marco saja ia tidak sudih, apalagi disentuh oleh pengawalnya yang satu ini.

"Milikmu sangat indah nona, pantas saja tuan Marco tergila-gila menyetubuhi dirimu." Bara melebarkan paha Innara membuat pria itu bisa dengan leluasa memandang keindahan celah daging pink di bawah perut Innara.

Jarinya ia masukkan dalam liang itu, begitu hangat membuat Bara tersenyum menang, hal itu sesuai dengan yang ada dalam bayangannya. Sejak pertama kali melihat Innara, ia sudah sangat ingin melakukan hal tersebut.

"Uhh, janghann ahh..." Miliknya dipermainkan oleh jari nakal Bara, belum sampai di sana, satu tangannya juga dengan berani meremas payudara yang menganggur.

Air matanya meleleh, tubuhnya gemetaran. Ia diperkosa oleh orang yang berbeda, rasanya sangat menjijikkan. Innara berteriak pada setiap inci kulitnya yang disentuh.

Meskipun begitu, sebagai manusia normal. Tubuhnya bereaksi berbeda dengan hati, ia mendapatkan orgasme hanya oleh jemari Bara. Tubuhnya bergerak gelisah bersamaan dengan cairan kental keluar dari miliknya.

"Hahaha, dengan tanganku saja kau sudah keenakan, belum lagi dengan kejantananku. Kau pasti akan merintih nikmat," kata bara tertawa melihat Innara mengalami pelepasan. Ia buru-buru membuka bajunya. Tidak sabar untuk ingin segera menggagahi wanita di depannya itu.

Tubuh Innara lemas ia menyerah melakukan perlawanan, pada akhirnya sama seperti sebelumnya. Ia akan kalah. Ia memejamkan mata yang berair, terisak-isak meratapi nasib malang.

Bara naik ke tubuhnya bersiap menunggangi, ia mengusap batang kemaluannya sambil menelan ludah, tawanya mengerikan.

Namun, belum sempat memasukkan miliknya, pintu ruangan terbuka bersama dengan suara dentuman keras menakutkan. Pintu itu rusak dan terbuka.

Innara membuka mata melihat apa yang terjadi. Entah senang atau takut sosok Marco berdisi di sana dengan tatapan menyeramkan. Bara buru-buru menjauh dari tubuh Innara, memberikan kesempatan pada Innara untuk meringsut ke ujung tempat tidur lalu menarik selimut menutupi tubuh polosnya.

"Maaf tuan, saya minta maaf." Bara bersujud di kaki Marco, pria yang tadi terlihat sok hebat itu berubah menjadi kacung rendahan yang ketakutan di bawah kaki tuannya.

Innara melihat bagaimana Bara mencium sepatu milik Marco sambil memohon, keadaan berbalik. Kini Bara dalam masalah.

Marco bukanlah pria pemaaf. Satu tendangan keras mengenai wajah Bara hingga pria kekar itu terpelanting ke belakang satu meter. Tidak membiarkan Bara bangkit, Marco kembali menyerang dengan menendang Bara berkali-kali. Tidak pandang bagian mata yang kena sepatu kerasnya, menciptakan rasa sakit juga luka-luka di tubuh Bara.

"Tuan, ampuni saya tuan. Saya khilaf, ampun. Ughh." Telapak tangannya disatukan wajahnya yang kini bonyok penuuh memar dan darah di sudut bibir dan mata.

Marco melihat anak buahnya itu jijik, lalu melirik Innara sekilas. "Kau tahu aku sangat benci pengkhianatan. Tidak ada maaf untuk manusia anjing macam kau!" Katanya menarik rambut Bara lalu dengan tangan terkepal, ia melayangkan bogem mentah ke muka Bara.

Innara menjerit pasalnya tindakan Marco itu membuat Bara kembali terpental tetapi kali ini kepalanya terbentur dinding dengan sangat keras. Dari tempat benturan itu mengucur deras darah.

"Kau mengambil milikku? Artinya kau sudah bersiap mati," ujar Marco masih dengan ekspresi mengerikan. Wajah datar dan mata tajamnya, ia mengelap tangannya yang berdarah pada kemeja biru muda yang tengah ia pakai.

"Meskipun dia perempuan jalang, bukan berarti kau bisa seenaknya pada mainanku, bangsat!" Marco mengambil vas keramik di atas nakas lalu melemparkan benda itu ke dinding di samping tubuh Bara yang terkulai tidak berdaya. Pecahannya beberapa mengenai tubuh Bara yang telanjang.

Marco mendekati pria itu dengan aura membunuh yang sangat kuat. Innara tidak bisa bernafas menyaksikan aksi selanjutnya yang dilakukan Marco pada pengawalnya itu.

Marco mengambil beling yang paling besar dari pecahan tadi, lalu mengarahkan ke wajah Bara, memberikan goresan panjang dari kening hingga dagunya.

"AAAAA AMPUNNN TUANNNN...."

Marco tertawa melihat Bara mengerang kesakitan, baginya rintihan kesakitan dari orang lainnya adalah hiburan. Ia makin semakin ingin melakukan lebih. Matanya melirik ke arah penis Bara, menyeringai memikirkan ide yang melintas di kepala.

"Milikmu besar juga." Katanya menyentuh batangnya, "tapi aku tidak suka ada yang menyaingi milikku. Maka milikmu harus dipotong."

Innara menutup mata tidak kuasa dengn tindakan gila yang dilakukan Marco, teriakkan histeris Bara memekakkan telinga, Innara menutup telinganya. Rasanya mengerikan, ini bagaikan film thriller yang menjadi kenyataan.

Tawa Marco melihat pengawalnya membuat Innara ketakutan hebat, ia benar-benar takut, tubuhnya gemetaran dengan dada sesak. Ia takut sekali.

Bara berhenti berteriak, tetapi Innara tidak berani membuka mata. Sentuhan di kepalanya membuat ia langsung menjauh.

"Jangan. Kumohon jangan...." Lirihnya terbata-bata.

"Buka matamu pelacur, atau kau mau bernasib sama dengan bajingan itu," ancam Marco lalu menarik tangan yang menutup telinga Innara.

"Tolong.... Jangan sakiti aku. Aku mohon...." Innara belum juga membuka mata, ia tidak berani melihat Marco.

Marco tidak menjawab, ia langsung merengkuh tubuh Innara dan mengangkatnya dari sana.

"Baiklah, kini giliranmu mendapatkan hukuman."

Marco menggendong Innara keluar dari kamar. Saat di luar, para pelayannya sudah menunggu semua di depan pintu. Muka mereka semua menunjukkan hal yang sama. Mereka ketakutan. Tentu jeritan Bara sudah menjelaskan apa yang diperbuat Marco pada pria itu.

"Buang bangkai anjing itu ke tempat yang jauh." Perintah Marco pada mereka.

Bara telah meninggal, dengan luka tusukan di perut dan organ pitalnya putus. Darah memenuhi lantai tempat jasad naas itu tergeletak.

Namun Marco adalah iblis tak punya hati. Ia malah masih santai melenggang pergi, membawa Innara ke kamar tempat mereka biasanya. Menjatuhkan wanita itu di atas tempat tidur.

"Buka matamu!"

Innara membuka matanya ia melihat Marco, matanya memerah dan bengkak akibat terlalu lama menangis.

"Bagian mana saja yang disentuh bajingan itu?"

***

Beri dukungan pada penulis dengan vote dan tinggalkan komentar. Kalau berkenan juga boleh follow aku yaaa

Only You Can Save MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang