Enam | Rencana Kabur

1.5K 23 1
                                    

Innara membenarkan perkataan Lena mengenai satu-satunya cara untuk kabur dari sana adalah dengan bertahan hidup. Sudah seminggu ia berada dalam 'istana' Marco. Berusaha untuk tidak melawan walaupun kadang permintaan Marco semakin aneh-aneh.

Seperti yang baru saja ia lakukan. Mereka melakukan hubungan badan di dapur. Innara tidak mengerti jalan pikiran Marco, mengapa ia ingin sekali berbuat di tempat yang seharusnya higenis itu.

"Bersihkan dirimu."

Pria itu pergi meninggalkan Innara yang terbaring lemas di lantai dekat kitchen set. Sebelumnya Marco sengaja menyuruhnya seakan sedang masak lalu pria itu menyergapnya dan menyetubuhi dirinya di sana.

Sunggulah ia tidak mau sebenarnya, hanya saja memikirkan harus bertahan agar bisa kabur menjadi satu-satunya alasan mengapa ia harus rela melakukan hal bodoh tersebut.

Madam Choo datang beberapa saat kemudian bersama dua maid muda seperti biasanya. Ia menyampirkan kimono untuk menutupi tubuh polos Innara.

"Mari saatnya membersihkan diri."

Ia dan Madam Choo sudah tidak lagi bertengkar seperti biasanya, kini Innara benar-benar patuh. Itu membuat Madam Choo menjadi lebih mudah mengurus gadis itu. Meskipun tetap saja Lena diberikan tanggung jawab untuk mengurus Innara sedangkan madam Choo lebih fokus mengurus seluruh rumah.

Maid muda satu lagi yang jarang bersama Innara mengurus bagian perdapuran. Seperti memastikan masakan hari ini apa, bahan-bahan makanan dan lain-lainnya. Maid itu bernama Saras. Sangat berbeda dengan Lena, Saras sedikit lebih jutek, berbicara sedikit saja. Ia sangat mirip dengan madam Choo.

"Kenapa kamu sepertinya tidak membenci Marco?" tanya Innara saat ia hanya berdua saja dengan Lena di kamarnya.

Lena membantu Innara menyisir rambutnya, perempuan itu tersenyum ke arah cermin melihat Innara menatapnya sambil menunggu jawaban.

"Hmmm, apa ya? Mungkin karena saya tidak punya alasan untuk membencinya Nona." Lena menarik sejumput rambut yang mengganggu di wajah Innara.

"Hei? Maksudmu semua perbuatannya padaku bukanlah satu hal yang pantas untuk dibenci?" sahut Innara tidak terima. Sebagai perempuan seharusnya Lena memberikan simpati untuknya.

Ia korban dari kegilaan Marco, bagaimana mungkin masih ada orang yang tidak membenci pria itu? Tidak masuk akal, pikirnya.

"Jangan tersinggung, Nona Innara. Kita memiliki sudut pandang yang berbeda," ujar Lena membela diri. Ia melihat penampilan Innara yang sudah baik, memilih duduk di tepian kasur di samping nona-nya.

"Bagi Nona, Tuan Marco layaknya monster. Tapi bagi saya, dia adalah malaikat." Lena membenarkannya letak baju maidnya yang sedikit berantakan.

"Dia menyelematkan saya, Nona."

Innara terdiam, ia tidak paham. Marco yang ia kenal adalah orang jahat yang tidak punya hati, orang yang menghancurkan hidupnya, predator seks jahanam, dan ia juga memberikan fitnah pada ayahnya.

"Ayah saya ...." Lena memberikan jeda, tampaknya maid itu cukup berat untuk menceritakannya, terlihat matanya mulai berkaca-kaca. "Nona percayalah Tuan Marco tidak sejahat yang nona pikirkan. Kita hanya melihatnya dari sudut pandang yang berbeda."

"Kita mengalami nasib yang sama, Nona. Ayah saya juga menjual saya."

Telapak tangan Innara lekas menutup mulutnya yang menganga akibat terkejut mendengar fakta tersebut. Ia tidak menduga Lena memiliki nasib yang mirip dengannya.

"Hanya saja mungkin tuan lebih tertarik pada Nona." Lena mendengus, "Nona Innara lebih cantik, tubuh nona bagus, kulit putih bersih, rambut lurus wajah mulus, itu sebabnya ia lebih memilih nona menjadi...."

"Menjadi budak seks nya?" potong Innara kesal. Lebih beruntung apanya?

"Cobalah untuk tidak melihat semuanya dari sisi negatifnya, Nona. Setidaknya nona tidak dijadikan pembantu melainkan menjadi majikan, kamu nona saya, dan Pak Marco tuan saya."

Innara masih keras kepala tidak menerima pendapat Lena yang menurutnya salah total, bagaimana ia bisa melihat sisi positif sedangkan semua yang ia alami adalah hal negatif?

"Biar kuberi tahu satu hal yang mungkin Nona tidak sadari," Lena mendekati Innara dan membisikkan sesuatu di telinganya. "Tuan menyukai Nona."

Lekas Innara menjauhkan diri, ia merinding seketika, bulu-bulu halus nya naik. Itu menyeramkan.

"Iya, dia suka tubuhku. Aku tahu itu, Lena."

"Tidak Nona, tidak hanya itu. Cara Tuan memandang Nona juga berbeda, ia menyukai Nona lebih dari sekadar gadis pemuas birahinya."

Innara menggeleng melihat pantulan bayangannya di cermin, menatap bekas luka di sudut bibir. "Tulus suka? Lalu ini apa?" Tunjuknya pada bekas luka tersebut. "Apa begini perlakuannya pada orang yang ia sukai?"

"Itu karena nona melawan, cobalah jadi penurut mungkin ia tak akan berbuat kasar."

"Ah, sudahlah, Lena. Mungkin kita benar-benar memiliki pandangan yang berbeda." Innara menyudahi obrolan tersebut, bisa-bisa ia jadi membenci Lena karena terus-terusan membela Marco.

Di kala itu, Innara jadi berpikir satu hal. "Oh ya, Lena. Mengapa aku merasa rumah ini sangat sepi." Innara kini menatap keluar jendela, sudah seminggu tetapi ia merasa hanya bertemu dengan tiga maid dan dua pengawal Marco saja.

Padahal ketika Lena membawanya berkeliling, ia melihat betapa luasnya rumah itu. Mengapa seakan tak ada siapa-siapa.

"Memang sepi, Nona. Tuan jarang membawa tamu, juga seperti yang telah saya ceritakan. Ia sudah lama hidup berpisah dengan keluarganya," ungkap Lena.

"Mungkin beberapa kali ada tamu dan temannya datang, tetapi hanya sebentar. Tuan tidak pernah memberikan mereka menginap."

Innara mengangguk paham, "Lalu membersihkan rumah ini? Apakah kalian bertiga saja cukup?"

"Tidak mungkin Nona." Lena tertawa. "Setiap seminggu sekali akan datang beberapa pembersih untuk membereskan ruangan yang jarang dipakai. Sedangkan tugas kami hnya mengelola yang sering di pakai saja."

Sekali lagi Innara hanya mengangguk tanda mengerti akan perkataan Lena. Ia tersenyum menyadari ia memiliki peluang kabur yang besar. Jika dua pengawal itu lengah mungkin saja ia bisa melarikan diri dari rumah Marco.

"Apa dua pengawal Marco selalu berjaga?"

Lena membuka mulut hendak menjawab, tetapi kemudian ia menyadari sesuatu. Pertanyaan Innara sedikit janggal di benaknya. "Nona berencana kabur?"

"Eh ...., Nggh. Len, maksdku bukan." Innara tergagap, ia tahu Lena adalah maid yang baik, tetapi bagaimanapun perempuan itu selalu berpihak pada Marco.

"Jangan pernah berpikir untuk kabur, Nona. Jika Nona melawan mungkin masih diampuni oleh tuan, tetapi jika kabur, saya tidak bisa membayangkan hukuman yang akan diberikan." Lena memberikan raut muka serius, "tunggulah ia bosan, saat itulah nona bisa lepas darinya."

Innara bergidik, Lena terlihat berbeda. Cara bicaranya terdengar aneh, raut wajah itu seakan tidak ia kenali. Apalagi tiba-tiba maid itu malah pergi meninggalkan dirinya dengan seribu tanda tanya di kepala.

Lena adalah misteri, sama seperti Marco. Ia penasaran apa yang terjadi di antara kedua orang itu.

***

Vote dan komentar yaaa, pleasee🥺🙏

Only You Can Save MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang