Innara membuka matanya ia melihat Marco, matanya memerah dan bengkak akibat terlalu lama menangis, akibatnya penglihatannya sedikit banyak menjadi buram. Tetapi, hal tersebut tidak mengurangi kemampuannya melihat wajah marah Marco. Muka itu memerah dengan dada naik turun bersama embusan napas yang terburu-buru.
"Bagian mana saja yang disentuh bajingan itu?"
Innara tidak menjawab, ia menggeleng takut. Takut kalau Marco akan melakukan hal sama seperti yang pria itu lakukan pada Bara tadi.
Tangannya Marco mengepal, urat-uratnya menyembul Karen tekanan darah tinggi. Bisa Innara tebak jika saja satu tonjokan melayang ke tubuhnya maka ia akan terpental dengan sakit luar biasa tertanam dalam dirinya. Bayangan Marco menghabisi Bara, rembesan darah, lirih napas terakhir, semua kejadian itu ia saksikan dengan mata kepala sendiri.
Takut bukan main.
Namun, kemudian kondisi berubah dalam sekejap. Marco menjauh dari Innara, tarikan napasnya memelan juga wajahnya yang tidak lagi mengeras.
"Maaf," katanya pelan sekali. Tetapi pada situasi sunyi itu, Innara bisa mendengarnya.
"Maaf karena terlambat menyelematkanmu."
Apa yang terjadi?
Innara terperangah, matanya berkedip-kedip, telinganya ia buka dengan lebar-lebar, takut kalau perkataan yang barusan adalah halusinasi semata. Lagipula siapa yang menyangka akan mendengar kalimat itu dalam situasi sekarang.
"Seharusnya aku lebih tegas lagi pada mereka," sambung Marco. Kini pria itu mendekat dengan hati-hati, mengmbil kedua tangan Innara dan menggenggamnya lembut. "Jangan takut. Aku tidak akan melukaimu."
Innara menatap lekat manik hazel pria itu, menyusuri setiap inci mimiknya, mencari-cari kebohongan yang sekiranya disembunyikan. Tetapi tatapan teduh itu tulus, rasa hangat dari genggaman itu menyusuri tubuhnya sampai ke hatinya.
"Maafkan aku Innara." Marco kemudian mendekap erat-erat tubuh perempuan itu dengan sangat erat seperti tidak ingin ada yang memisah dan tidak akan ada yang bisa memisahkan mereka. Dalam jarak yang sangat-sangat dekat, degup kencang jantung Innara bisa terasa, bersama dengan gemetar yang tidak mau berhenti hingga detik itu.
Semuanya terasa keajaiban telah telah terjadi di sana. Innara bertanya-tanya dalam hati, kemana hilang iblis tidak punya hati itu? Kenapa tiba-tiba Marco terlihat seperti manusia (?)
Namun, karena tubuhnya sudah kehilangan banyak energi, ia tidak bertanya apa-apa. Matanya terpejam menikmati kenyamanan yang menyenangkan. Rasanya menyenangkan, berdoa agar waktu berhenti, merekam peristiwa ini dalam ingatannya.
Peristiwa Marco pernah jadi manusia.
Perlahan tapi pasti tangannya tidak lagi gemetar, ketakutannya menguap hilang, dan dalam kantuk yang menyerang ia menyerah, membiarkan dirinya dibawa ke alam mimpi. Tempat satu-satunya dirinya bisa merasa aman seutuhnya.
***
Silau matahari dari celah gorden membuat Innara terganggu, ia menghalau cahaya itu dengan telapak tangan sembari membuka mata. Kemudian menyadari tubuhnya begitu ringan, tidak ada lengan berotot yang semalaman memeluknya.
Ia bangun, bangkit duduk lalu melihat ke samping.
Marco tidak ada di sana.
Ini menjadi hari kesekian bangun paginya ditinggal Marco. Hari-hari biasa mungkin ia tidak akan peduli, tapi kali ini ia merasa kehilangan.
Rasanya jika Marco berada di sana, ia punya bukti bahwa peristiwa semalam bukanlah mimpi. Permintaan maaf itu nyata.
Tetapi Marco tidak ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only You Can Save Me
Romance#Matureconten #Dewasa #18+ #21+ Innara sama sekali tidak bisa berpikir jernih sejak mengetahui kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan. Hidup berkecukupan di sepanjang hidupnya, tak pernah menduga kini harus mencari uang sendiri. Tepat di tuj...