5

27 4 0
                                    

“Nanti malem anak bawah mau nyerang anak atas tuh” ucap Kakakku lalu melempar tubuhnya tiduran disampingku.

Mendengar itu, aku teringat akan rencana Jupri dan teman - temannya kemarin. Aku memang tidak banyak mengerti arah obrolan mereka, tapi sedikitnya aku tau soal rencana mereka malam ini.

Tapi ntah kenapa, malam itu aku lebih khawatir akan apa yang terjadi dengan Min nantinya. Karena sebelum hari itu aku sudah pernah melihatnya tawuran dengan mata kepalaku sendiri.

Dalam fikiranku, kalau anak bawah ingin menyerang anak atas otomatis persiapan mereka jauh lebih banyak dari anak atas.

Daerah rumahku memang terbagi menjadi dua, ada bagian atas dan bawah. Aku tidak tau penyebabnya apa, tapi yang jelas aku tau kalau dua wilayah itu dipisahkan oleh jalan menurun yang ada dipersimpangan dekat rumahku.

Aku dan Iwan adalah salah satu yang ada didaerah bawah, sementara Jupri, Ican, dan Min ada dibagian atas karena rumah mereka memang ada disana.

“Lo tau dari siapa?” tanyaku.

“Itu anak - anak rame didepan SD, mau ngapain lagi selain nyerang anak atas” jawab Kakakku.

Tanpa banyak bicara aku langsung bangkit dari kasurku untuk rapih - rapih lalu bergegas menuju tongkrongannya Jupri.

Aku tidak tau kenapa saat itu aku segitu khawatirnya dengan Min, padahal aku belum pernah bicara atau bahkan sekedar menyapanya waktu itu.

Apalagi aku belum benar - benar  mengakhiri huhunganku dengan Jupri, walaupun saat itu aku sudah tidak ingin lagi ada dia dihidupku.

Sampainya disana, aku terkejut karena ternyata sudah ada Putri yang sedang duduk dimotor berdua Ican.

Aku sedikit canggung untuk kesana, karena aku belum sepenuhnya kenal dengan teman - temannya Jupri.

Untungnya Putri menyadari kehadiranku dan mengajakku untuk bergabung waktu itu.

Suasana malam itu sama seperti biasanya, hanya saja ada beberapa orang yang belum pernah aku lihat sebelumnya.

Tapi anehnya, aku tidak melihat Min disana. Padahal aku tau kalau dia yang merencanakan tawuran malam itu.

“Lah, Bang Minnya nggak ada?” tanyaku dalam hati.

“Min kemana sih?” tanya salah satu temannya, Indra.

“Gatau, ntar juga nongol” jawab temannya yang lain, Rajap.

Selayaknya peramal, tebakan Rajap rupanya benar. Beberapa saat kemudian muncul laki - laki yang sering disebut patung batu itu dari kejauhan.

Dia bergabung dan langsung membahas rencana yang sudah mereka susun malam itu.

Saat sedang ngobrol banyak dengan teman - temannya, tiba - tiba kami dikagetkan dengan suara ledakan yang aku sendiri tidak tau datangnya dari mana.

Yang aku tau, itu suara ledakan yang berasal dari petasan tembak yang biasa dinyalakan pada malam pergantian tahun.

Tapi malam itu petasan yang seharusnya diarahkan ke langit, saat itu diarahkan ke Min dan teman - temannya.

“Bangs*t apa - apaan nih” kata salah satu temannya Min sambil berdiri melihat ke ujung jalan.

Disana, aku melihat segerombol anak muda yang berkumpul dan berteriak menyuruh Min dan teman - temannya untuk keluar.

Aku tidak mengerti maksudnya apa, tapi yang aku tau mereka itu adalah musuh Min dan teman - temannya.

“Can lo bawa cewe lo ke warung Mpo Yani, takut kena sasaran” kata salah satu temannya Min, Chibe.

Ican membawaku dan Putri menjauh dari situ karena takut akan terkena ledakan dari petasan yang sedari tadi tidak ada habisnya.

Story of ReinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang