17

17 2 0
                                    

Ridho mulai menceritakan semuanya padaku.

Ternyata hari itu Min tidak masuk sekolah setelah dia tau dari Ridho kalau hari itu hari ulang tahunku.

Dia mengajak Ridho untuk membantunya mencarikan kado yang pas untukku dan Ridho mengiyakan ajakan Min.

Tapi setelah Min mendapatkan kado untukku, dia mendapat kabar dari teman sekolahnya dan dia langsung bergegas mendatangi teman sekolahnya.

Dia hanya menitipkan kado yang dia beli untukku kepada Ridho sebelum dia berangkat.

Hanya itu yang aku tau dari Ridho saat aku menelfonnya waktu itu.

Tak terasa air mataku mulai keluar dan perlahan membasahi pipiku, aku tidak tau harus bagaimana lagi, aku merasa kalau hari itu menjadi hari terburuk untukku.

Aku memang pernah mendapat kabar Min masuk rumah sakit sebelumnya, tapi saat itu dia belum menjadi pacarku, lagi pula keadaannya tidak seburuk hari itu.

Waktu pertama kali dia hanya masuk rumah sakit karena tawuran dan sore harinya aku tau kalau dia sudah sadar.

Tapi hari itu, dia harus melewati masa komanya karena luka yang dia terima mungkin lebih parah dari sebelumnya.

Aku pernah merasakan itu saat luka yang aku terima ditubuhku belum lama dari hari itu, jadi aku tau rasanya seperti apa.

Aku menangis sejadi - jadinya ditoilet tanpa aku perduli akan ada yang melihatku nantinya.

Waktu itu aku malah berharap kalau Min tidak tau hari ulang tahunku, dengan begitu dia akan tetap masuk ke sekolah dan mungkin kejadian hari itu tidak mungkin terjadi.

Setelah aku mendengar bel masuk berbunyi, aku berusaha menghapus air mataku lalu berjalan dengan perasaan yang berantakan menuju kelas.

Saat aku masuk kelas semua mata menatapku, saat itu aku seolah menjadi artis sekolah yang sedang diperhatikan seisi kelas.

Aku duduk dikursiku lalu menidurkan kepalaku diatas meja. Perasaanku tidak karuan, aku tidak tau harus berbuat apa, aku hanya ingin bertemu Min hari itu.

“Sabar, Min pasti bisa kok lewatin masa komanya” kata Riri mencoba memberiku semangat.

Tapi tetap saja, aku merasa tidak semangat lagi mengikuti pelajaran hari itu seperti sebelum aku mendapat kabar soal Min.

Terlalu banyak perlakuan baiknya padaku yang membuatku tidak bisa tetap baik - baik saja dikondisi dia yang seperti itu.

“Aku sayang sama kamu Min, cepet sadar ya” gumamku dalam hati dan air mataku kembali menetes keatas meja waktu itu.

Bel pulang sekolah berbunyi, aku memutuskan untuk menemui Ridho ditempat biasa karena Ridho mau menyerahkan titipannya Min padaku.

Aku ditemani Riri waktu itu, karena memang aku belum pernah kesana sendirian.

Sampainya disana, Ridho memberiku boneka doraemon big size yang Min beli untukku hari itu.

Hancur rasanya, kado yang seharusnya aku terima dari Min langsung saat itu harus orang lain yang memberikannya padaku.

“Lo udah tau Min dirawat dirumah sakit mana?” tanyaku ke Ridho yang duduk disebelahku.

“Belum ada yang tau Naa, Rafa yang Saudaranya aja nggak tau” jawab Ridho.

Aku menghela nafasku, mencoba menguatkan diri agar tidak kembali meneteskan air mata didepan umum.

Walau sekuat apapun, nyatanya aku hanya wanita lemah yang akhirnya air mataku keluar juga setelah beberapa kali mencoba menahannya.

Riri merangkulku, dia mencoba menguatkan ku dengan memberiku kata - kata penenang kalau Min akan segera sadar.

“Jangan nangis, Min nggak akan mau ngeliat lo nangis Naa” kata Chibe yang duduk didepanku.

“Kita semua juga nyari kabar soal Min kok, nanti kalau udah dapet kita kasi tau ke elo” lanjut Chibe.

Satu orang temannya Min duduk disebelahku, dia Ambon. Dia mencoba untuk menenangkanku sambil mengelus pelan pundakku.

“Percaya sama gue, Min pasti sadar” katanya.

“Kenapa sih Min harus nyamperin temen - temennya?” tanyaku.

“Gue udah coba ngelarang, tapi lo kan tau cowo lo itu nggak mau dilarang” jawab Chibe.

“Kan lo bisa bilang sama gue, biar gue yang larang dia” kataku sedikit membentak

Tidak ada yang menjawab perkataanku, semuanya terdiam. Mungkin aku adalah wanita pertama yang berani membentak mereka, tapi mau bagaimana lagi, aku benar - benar tidak tau harus apa hari itu.

Semua hal menyenangkan yang aku lalui hari itu hilang begitu saja, digantikan perasaan campur aduk saat aku tau Min koma dirumah sakit.

Setelah itu aku memutuskan untuk pulang kerumah, aku hanya ingin sendirian dikamar menunggu kabar dari Min waktu itu.

“Kamu kenapa Kak?” tanya Ibuku saat aku sampai dirumah.

Aku tidak menjawabnya, aku langsung masuk kedalam kamar lalu melempar tubuhku ke atas kasur.

Aku memeluk boneka pemberian Min waktu itu, berharap aku bisa mengurangi rasa cemasku terhadapnya.

Tak lama Ibuku masuk kedalam kamar, dia duduk dipinggir kasurku sambil menatap kearahku.

“Ini kedua kalinya Mamah liat kamu nangis gara - gara cowo Kak” kata Ibuku.

“Kamu inget kan Min pernah bilang apa sama kamu?”

“Dia bilang kalau dia janji nggak akan pernah ninggalin kamu”

“Mamah tau, kalian itu masih muda, jalan kalian masih panjang”

“Masih mungkin kalian pisah apapun alesannya”

“Tapi waktu Mamah liat Min, cara dia perlakuin kamu, cara dia ngebela kamu dari temennya Iwan, cara dia nanggapin kamu yang doyan ngambek”

“Mamah yakin kalau dia serius sama kamu”

“Mamah yakin Min pasti nepatin janjinya sama kamu”

“Nggak mungkin dia ninggalin kamu dengan cara kayak begini” lanjut Ibuku.

“Aku mau ketemu Min Mah” kataku.

“Kamu bantu doain Min biar dia cepet sadar, Mamah yakin Min juga nggak akan suka ngeliat kamu nangis begini” jawab Ibuku.

“Apalagi kamu kan tau, Min nggak pernah ngebiarin siapapun bikin kamu nangis”

“Emang kamu mau kalau dia nggak bisa maafin dirinya sendiri gara - gara dia bikin kamu nangis begini?”

“Jadi pacarnya Min harus kuat dong” lanjut Ibuku.

Aku bangkit dari kasur lalu langsung memeluk Ibuku, aku menangis dipelukan Ibuku hari itu. Aku mengingat semua yang aku lalui bersama Min sebelum hari itu dan berusaha untuk meyakinkan diriku kalau Min bukan orang yang lemah.

Aku coba meyakinkan diriku kalau Min bisa melewati masa komanya dan akan sadar sebentar lagi.

Hanya itu yang bisa aku lakukan sambil menunggu kabar dimana Min dirawat waktu itu.

Setelah hari itu aku merasa ada yang hilang dari hidupku, tidak ada yang mengirimi aku chat aneh - aneh yang membuatku tertawa sendiri dikamar.

Tidak ada yang menemaniku mengerjakan tugas sampai larut malam, tidak ada yang dengan random datang kerumahku tiba - tiba mengajakku jalan - jalan.

Semuanya hilang seiringan dengan belum taunya aku kabar tentang Min.

Saat itu aku baru sadar tentang kenapa Orang Tuaku selalu mengatakan “Hati - hati ya Kak” sebelum aku keluar dari rumah, kemanapun tujuanku.

Karena mendapat kabar orang yang kita cintai terluka saat jauh dari kita itu rasanya sangat menyakitkan.

Next Part✌️

Story of ReinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang