Tari mengeluarkan batang penisku yang sudah mengeras terhunus keatas melalui celah celana dalam sebelah kiri. Bak menggenggam pisang, Tari mendekatkan batang itu ke mulutnya. Perlahan batang itu memasuki mulut Tari yang kecil. Basah, lembut, hangat, itu yang aku rasakan waktu itu. Seperti memasuki ruang yang sempit dan penuh sesak. Hisapan Tari membuat tanganku menahan badanku dimeja, badan yang mulai bergetar menahan kenikmatan hisapan Tari dari bawah meja. "Akhhh..." teriakku sambil menjauhkan kepala Tari dari penisku, hampir saja semburan cairan meluncur dari batang ini. "Kenapa cem? ga enak yah?". "Ga enak dari mana sih non? itu hampir aku keluarin dimulut kamu tadi, hahaha. Enak banget malah non."
"Kenapa ga dikeluarin aja? kan jadi impas cem", "Nanti aja ya sayang, emut lagi boleh?" pintaku sambil membuka celana dalam yang masih tersisa. Anggukan Tari tanda setuju menghantarkan aku ke kenikmatan selanjutnya. Kaki kanan ku, aku lipat dimeja dan kusanggahkan dimeja sementara penis masih menjadi mainan Tari dan tangan aku tidak bisa berdiam diri. Kepala Tari ada dikontrol tanganku, mulut Tari bak alat masturbasi alami. Sesekali aku tekan kepala Tari sehingga dia tersedak namun tak ada kalimat protes dari mulutnya, atau karena dia tidak dapat bicara saat itu? Aku tak kuat lama-lama berdiri saat itu, menahan agar cairan sperma ini tidak keluar cukup melelahkan.
Aku rebahkan badan ini di pinggir ranjang, kakiku terjuntai kebawah. Tari masih saja bermain dengan Penis ini. Cium, jilat, ludah, hisap semua bagian tidak tersisa. Diangkatnya kakiku, hal yang jarang terduga Tari menjilati salah satu bagian sensitif dari diri ini. Jilatan itu lurus dari lubang kenikmatanku sampai dibuah zakar. Tak terlewat Tari memfokuskan ke bagian diantara lubang dan buah zakar. Iya itu salah satu titik terlemahku dan dia paham. Hisapannya dibagian itu membuatku melayang dan mengeluh "ahhhh". Hal yang sama seperti aku memperlakukan miss v Tari. Lubangku pun diludahi, hisap, jilat. Sungguh jilatannya mengangkatku ke surga dunia. Tari paham tidak memasukkan benda apapun kelubang anusku, karena itu akan membuatku turn off.
Buah dada Tari pun ikut memainkan batang ku. Untuk seukurannya, Tari cukup bisa memainkan buah dadanya dibatangku. Sampai-sampai aku terbangun dan terduduk dipinggir ranjang. Tari memainkan dengan mulut dan tangannya semakin lama semakin cepat. Aku mencoba untuk menahan rasa meledak dalam diri ini namun sulit sekali. "Akhhhh non, aku mau keluar sayang...udah sayang..." tanganku mencoba untuk melepas kepala dari batang penis ini, namu tidak berhasil. Tari masih menggerakkan kepalanya, "Akhhhhhh...sayang aku keluar...akhh, shhhh..." semburan lahar hangat berwarna putih meluncur dari rongga mulut Tari yang penuh sesak. Lahar itu sebagian besar sepertinya keluar dari mulut Tari "Non kamu rese banget sih, ahahaha" aku tertawa sambil terbaring menikmati. "Ya biar sama 1-1 cem. Enak aja aku terus yang keluar".
Aku membersihkan cairan sperma yang berserakan dimulut, dagu dan bibir Tari. Ia menaiki badanku yang terbaring lemas, bak menggagahi seorang wanita lemah Tari duduk diatas aku. Tangannya menahan lengan atasku miss v nya tepat berada dipenisku. Tanpa memasukkan penisku ke miss v nya, ia goyangkan pinggulnya maju mundur, sensasi gesekan antara kulit penis dan miss v nya membuat batang ini yang tadi sudah setengah lemas perlahan mengeras kembali. "Udah bangun lagi daddy?" wajah nakal terpampang diatasku, iya menciumku.
Ketika posisi miss v berada tepat diatas kepala penisku, pinggulku kunaikkan sehingga batang ini masuk kedalam miss v nya tanpa permisi. "Akhhhh...daddy..." pantatnya kutampar sehingga bunyi keras tamparan itu memenuhi ruangan "Ini yang kamu mau kan? Anak nakal!" Akuremas pantatnya memaksanya menekanku sehingga penetrasi berjalan maksimal. "Akkhhh, yess daddy..." keluh Tari tak terbendung kepalanya hampir menghadap atap. Aku gapai buah dadanya yang kanan dengan tangan kiriku, kujilat, hisap, jepit dengan bibir, mainkan dengan lidah puting tegang yang sudah terjepit bibir. Dua titik ransang sudah kupennuhi.
Aku tak bisa berkata-kata hanya bisa melaksanakan kehendak nafsuku, aku sudah tidak mengenal siapa diri ini. Gesekan penisku didalam missv Tari membuatnya semakin basah, keringat bercucuran dari badan Tari. Kedua tanganku kini sudah berada dipantatnya, ia badannya sekarang mengikuti apa yang tanganku perintah. "Yes, yes, yes, yes... daddy aku mau" belum selesai iya berbicara pinggulku dan tanganku yang sudah berkolaborasi mempercepat tempo. "AKHHHHHHHHH...." teriaknya. Aku merasakan sekali daging yang mengeras menyelimuti penisku, berdenyut melunak dan mengeras lagi. Seperti biasa yang aku lakukan ketika berhubungan intim, aku tidak akan melepas kesempatan ini. Kesempatan memberikan multi orgasme ke pasangan sexku.
Dengan badan Tari yang mulai begetar dan lemas. Aku masih menaik-turunkan pinggulku, badan Tari kupeluk, bibirnya kukecup, aku biarkan pinggul ini bekerja sesuai default. "Mau apa sayang? kamu tadi bilang mau apa?", "udah cem, udah. Ngilu banget" pintanya agar aku berhenti menggoyangkan penisku didalam miss v nya. "Ah, masih bisa kali non. Masih sanggup, yuk bisa ya" jawabku nakal. "Akhhh...daddy, ngilu" desahan Tari mulai lesu, namun jelas aku tetap merasakan miss v nya mengeras dan badannya kembali bergetar, orgasme yang entah ke berapa kali.
Badan Tari lunglai ke kanan, aku masih mengambil alih kendali. "Kenapa non? cape? masih mau lagi kan? iya, lagi ya" posisi badanku sudah diatas Tari. Missionary? kesukaanku. Tanganku masuk ke belakang badannya aku bisa merasakan hangat dan basah punggungnya. Tangan Tari merangkul dileherku, begitu juga dengan kakinya dipinggangku seakan dia paham yang akan aku kerjakan. Batang ini masuk keluar dengan lancarnya, bunyi benturan antara daerah selangkanganku dengan selangkangannya menjadi irama musik kala itu. "Kamu belum mau keluar cem?", "sabar ya sayang, kamu pengen buru-buru ya?". "Cem, aku sayang kamu" matanya berpendar waktu ia mengucapkan kalimat itu. "Aku juga sayang" mulut buayaku berucap.
Kurasakan getaran hebat dalam diri ini, serasa ingin meledak. "Tari, aku mau keluar" ucapku cepat, seiring dengan gerakanku. "Daddy didalem aja" pintanya berbisik. "Damn, I love this" ucapku dalam hati. Ucapan mesum yang buat aku semakin menggigil.
Desakan itu bergerak cepat sampai ujung. "AKHHHHHH, oughh, shittt... okhhhh" Aku mengeluarkannya sambil memeluk erat Tari.
Rasa sayang itu timbul, aku tak bisa menolaknya. Padahal aku sudah berjanji tidak akan menggunakan perasaan ini. Tari menciumku yang gantian melemas. Ia menindih badanku, memelukku dari atas, kepalanya didadaku. "Makasih ya daddy" Aku memeluknya mesra, mengecup keningnya membelai rambutnya. Tetesan air sperma menetes dari miss v Tari membasahi area kandung kemihku.
"Cem, kita ga pake kondom. Kalo jadi gimana?", "Ya udah. Kita nikah aja" Aku ga mau ambil pusing pada saat itu. "Ga papa kan?" Tanyaku. "Hmmmm, mau" jawabnya ragu, entah apa yang dimaksud dengan mau. Mau jadi istri kedua? Mau bersenggama lagi? entah.
Tetiba bunyi perut berisikan gas dari perutku "Hahahaha, anjir kedengeran banget" tawaku ke Tari. "Ya udah yuk makan cem, astaga kamu kelaperan toh" seketika pertanyaan pertanyaan nikah itu sirna dari pembicaraan kami. "Aku ga laper, perut aku doang yang berontak non" "Hahaha, ya udah yuk bebersih dulu cem. Trus kita makan itu mie aceh udah dingin kali, ga papa ya?". "Iya ga papa, yang penting masih bisa ngewein kamu" aku memasang muka mesum yang disambut cubitan dari Tari.
Bunyi air yang turun dari shower kamar mandi sangat menenangkan kala itu. Kami saling membersihkan badan satu sama lain. Rambut kami basah, tapi gejolak untuk berhubungan badan kembali meningkat. Bagaimana tidak, tubuh indah Tari teramat sangat menggodaku. Aku mencium Tari yang sedang membasahi rambutnya. Ia menyambut ciumanku, tanda persetujuan untuk melanjutkan persenggamaan ini.
Air hangat shower itu sepertinya menjadi afrodisiak kami berdua, sangat melancarkan aliran darah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tari
RomanceDidepan pintu kamar hotel Tari, aku mengketuk pintu sedikit gemetar. Aku sapa "Tari, ini Abi" . "Daddy! masuk-masuk" suaranya agak sedikit berbisik. Tari waktu itu memakai celana ketat pendek mungkin hanya beberapa senti dan kaos putih oversize. Aku...