Aku absen ke nyonya dengan video call setelah aku menyelesaikan shalat magrib. Memberi tahunya aku masih ada kerjaan dan akan pulang. Ia sepertinya masih betah di sana. Sementara aku mengantar Tari untuk kembali ke hotel.
"Kamu besok udah balik ya non?"
"iya cem siang jam satu, kamu mau anter?"
"Yah non, bukanya ga pengertian yak. Kalo besok aku ga bisa anter ada meeting siang-siang"
"Iya, ya udah gapapa kok cem. Ini kamu malem ini tidur dimana?"
"Masih boleh bermalam dikamarmu kah?" ucapku dengan nada bercanda.
"boleeehhhh" jawabnya ceria
"okeh, tungguin aja ya non. kayak biasanya aja"
"Okedeh cem"
Aku hanya menurunkannya di depan hotel dan aku kembali ke rumah. Seperti biasanya aku menyiapkan pakaian untuk esok dan bersiap menuju hotel, lagi. Kepergianku ke hotel yang terakhir.
"permisi..." aku mengetuk pintu.
"masukkk..." jawab Tari.
Pintu kututup kembali, "kalo dah masuk, crott didalem ga nih?" candaku.
"Baru dateng ya cem, udah mesum aja..." tari mengikat kimono handuknya.
"Kan udah aku bilang, kamu sex appealnya tinggi non." Aku menghampirinya dan menciumnya. Ciuman biasa yang kemudian berubah menjadi ganas seiring dengan birahi kami yang menggebu. "Kamu mau mandi non?" tanyaku di sela-sela ciuman itu. "he eumhhhh" jawabnya kesulitan berbicara. Aku meremas payudaranya, menyelinap dari sela ikatan kimono. "Akhhh" Tari mengeluh menikmati. Tanganku pindah merogoh bagian bawah Tari, mencari vaginanya. "Akhhh daddy..." keluahn Tari meningkatkan saminaku.
Aku melihat tangan Tari memegang vibrato pink yang belum dinyalakanya. Aku mengambilnya dan mendorongnya hingga ia terduduk di pinggir ranjang. Aku tak berkata apa-apa, langsung saja menyalakan vibrator itu. Seperti aku sudah paham dengan cara pakainya, aku menekan tombol power dan menikam vagina Tari, "Akhhhhhh" bukan, itu bukan teriakan kesakitan tapi teriakan menikmati getaran vibrator.
Aku tekan hingga bagian terkecil vibrator itu menyentuk klitoris Tari. Tari merebahkan dirinya dan menikmati getaran itu. Kakinya yang tadinya terbuka, kini menutup seperti menahan geli, "Akhhhh, daddy...akhhhh..." badannya terangkat. Aku sedikit kesulitan ketika ia mengangkat badannya. Tali yang tadinya mengikat kimononya sudah terbuka, tangannya menjamah dirinya sendiri, Tari setengah telanjang!
Aku meninggalkan vibrator itu menggantung di vaginanya. Aku bangun dari dudukku yang bersimpuh didepan vaginanya. Aku membuka pakaianku, tak sabar ingin memasukkan batangku di miss v nya. Sepertinya sulit sekali membuka celana jeans ini. Belum lepas boxerku, namun aku sudah tak sabar untuk menidurinya. Batangku kutempelkan di misvnya yang masih menggantung vibrator di sana.
Sensasi getaran vibrator itu sungguh menambah selera. Aku menidurinya, mengangkat kakinya dengan pahaku dan menciumnya.
"Akhhhh, enak banget sayang..." responku terharap getaran vibrator.
Vaginanya sudah basah dengan cairannya. Aku mengeluarkan batangku dari atas boxerku tanpa melepas boxernya. Aku arahkan penisku ke vaginanya. "Akhhhhh....daddy..." entah protes atau meikmati. Desahan tari terdengar sama saja. Namun lama kelamaan aku merasa kurang nyaman dengan vibrator itu. Aku lepas dari vaginanya, kini aku menyetubuhinya dengan penisku. Namun vibrator tersebut aku fokuskan di klitorisnya.
"Akhhhh, daddy..." Vaginanya berkedut, aku merasakannya di batang penisku. Aku keluar masukkan batangku cepat-cepat. "mmmmmmm, ahhhhhh...ahhh.." erangan kedua, jepitan vagina Tari sangat mencengkram. Namun aku masih jauh dari ejakulasi, batangku masih mengeras. Sungguh pemandangan yang indah ketika melihat ia orgasme dengan perlakuanku.
Aku lepas vibrator tersebut. Aku ingin ia keluar dengan batangku secara original. Aku peluk Tari, aku ciumi dirinya dan kukeluar masukkan penisku. "Akhhhh...yess" ujarku.
"Daddy akuuu...." belum selesai ia melanjutkan kalimat itu, aku sudah menimpalinya dengan eranganku. Cengkraman vaginanya menarik seluruh cairanku yang berada didalam. Aku memeluknya. "Lagi ga non?" aku menunggu lampu hijau.
"Mau, tapi aku mau pipis dulu cem."
Tari bergegas ke kamar mandi. Aku memasang cockring yang aku simpan di tasku dan memasangnya di penisku. Alat ini bisa membuat batangku bertahan lama tegangnya, walaupun sebenarnya saat itu batang penisku masih tegang walaupun sudah membuahi Tari.
"Ayo cem, entot aku" Aku tertawa besar waktu Tari mengucapkan kalimat itu. Bagaimana mungkin aku tidak tertawa, dengan kalimat konyol seperti itu.
"Ahahahaha, Tariiiii...Tari... asli kamu lucu banget dah ah...Keluar dari kamar mandi langsung minta dientot. Asli dah, ahahahaha..."
Tari ikut tertawa sambil menghampiri aku yang berada didekat jendela.
"Kamu ga mau menyetubuhi tubuh indah ini lagi?" Tetiba Tari berjalan bak peragawati di catwalk, menyentuh tubuhnya seperti penari striptease dan itu sungguh membuatku on fire.
Tari mengelilingiku dengan mendekatkan buah dadanya, iya menggodaku. Ketika ia berada didepanku, ia mendorong tubuhku hingga aku bersandarkan jendela dengan kerai yang tertutup. Tari menjilati badanku, ketika bibirnya menyentuh putingku ia berlama-lama disana. Dijilatinya area hitam itu dan perlahan bibirnya dibuka dan melahap seluruh putingku. Tari menjepit putingku dimulutnya dan mengigitnya pelan. Tangannya mulai merambah ke batang penisku. Sensasi yang sangat luar biasa, aku bisa menikmatinya sambil bersandar dan mendesah.
Ia kembali bergerilya ke bawah dan sampai di batang penisku. Ia perlahan mulai memasukkan zakarku dimulutnya. Senti demi senti hingga seluruh nya masuk hingga Tari terkadang tersedak ketika memakan penis ini. Tanganku berpegangan ke tirai sambil menikmati perlakuan Tari. Jemari Tari tak kalah seru bermain dengan belahan bokong ku. Dua titik rangsangku yang sangat krusial. Hingga akhirnya aku mengangkat kepalanya karena aku sudah merasakan air spermaku keluar.
Aku angkat badan Tari dan aku ciumi bibirnya. Bokong dan payudaranya kuremas. Ia mengangkat kaki kirinya dan menaruhnya di kursi stool bulat dekat kami bersenggama. Batangku dengan leluasa dengan posisi ini dan mulai memasuki vaginanya. Mulut kami masih saling bertarung. "Ahhhh..." keluhnya.
Aku berinisiatif mengganti posisi sebelum Tari ejakulasi. Aku ubah posisi badanya menghadap jendela dan aku menyetubuhinya dari belakang. Aku buka tirai jendela dan aku bisa menikmati malam Jakarta sambil menikmatinya. Pinggang Tari aku pegang dan aku memaju mundurkan badannya. Pengalaman pertamaku melakukan hubungan badan sambil membuka jendela, rasa takut jika ada orang lain yang melihat tidak ada saat itu. Teralihkan dengan nafsu menggebu.
Payudara Tari yang menggantung aku hampiri dan aku remas. Putingnya kupilin dan ia mengerang kesar "Oughhh...daddy aku mau keluar..." aku percepat gerakanku dan payudara itu tak kulepas.
"Akkhhh... yes yes yes yes...mmmmhhh..."
Aku merasakan getaran kaki Tari, getaran orgasme yang cukup dahsyat. Aku menari stool dan mengarahkan Tari untuk duduk di stool itu. Dengan kaki yang mengangkang dan vagina yang masih basah, aku memasukan batang penisku hingga maksimal. Kaca yang tadinya bersih kini agak sedikit kotor dengan bekas badanku dan Tari.
Stool itu menjadi saksi mata kami menikmati malam-malam terakhir. Orgasmeku tak terelakkan, aku memeluknya merasakan kasih sayang ketika spermaku berhamburan di dalam vagina Tari. Tari baru merasakan orgasme ketika aku selesai mengeluarkan cairan mani ini. Remasan vaginanya di penisku terasa tidak sekeras sebelumnya, mungkin ia mulai lelah. Berbeda dengan batangku yang masih mengeras. Cockring ini sungguh bermanfaat untukku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tari
RomanceDidepan pintu kamar hotel Tari, aku mengketuk pintu sedikit gemetar. Aku sapa "Tari, ini Abi" . "Daddy! masuk-masuk" suaranya agak sedikit berbisik. Tari waktu itu memakai celana ketat pendek mungkin hanya beberapa senti dan kaos putih oversize. Aku...