1/4 malam

1.4K 2 0
                                    

Ia menampar pantatku dan aku reflek berteriak "Akhh...". Dibukanya kembali lubang pantatku Diludahinya lubang pantatku dan dijilatinya lagi belahan itu. "akhhh non, please, terus sayang..." aku mengeluh untuk memohon kembali dilakukan hal yang sama. Penisku yang sudah mengeras dari tadi tak luput dari permainan Tari. Dengan posisiku saat itu aku bak sapi perah, pasrah untuk menikmati. Kali ini penisku merasakan remasan yang berbeda, basah dan agak sedikit lengket. Tari ternyata juga melumasi tanganya dengan lubricant. "Oghhh, Tari udah Tari. Ampun aku mau keluar" aku memohon untuk ia berhenti dan ia pun menuruti permintaanku.

"Masa udah mau keluar daddy, tumben. Ihihihii"  ucapnya sambil terkekeh kecil. "Ia non, udah diunjung tadi" dadaku  rebahan kekasur namun pantatku masih pada posisi sebelumya. Jari Tari yang masih basah lubricant menjamah belahan pantatku, ia permainkan aku dengan jarinya dibelahan itu. Aku merasakan gerakan yang sedikit aneh, jarinya terkadang menghampiri lubah itu seperti ingin menyeruak masuk, "Non! jangan masukin jari ya, sakit!" nadaku agak meninggi. Ya aku kurang menikmati jika ada sesuatu yang masuk ke lubangku. Namun aku malah mendapat tamparan dipantatku "Nakal! ga boleh nolah ya daddy...". Aku hanya bisa teriak "Akkhh... iya non ampun...".

Entah, Tari sepertinya menikmati kesakitanku ini.

Jari Tari masih saja mencoba untuk menembus pertahanan lubangku. Aku dengan sungguh menahan dengan mengejan agar jari itu tidak masuk. "jangan ditolak ya daddy, nanti lama-lama juga kamu menikmati. hihihi". Sumpah ini bukan seperti Tari yag kemarin dan aku juga tidah bisa berbuat apa-apa dengan kondisi terikat seperti itu. Aku merasakan benda yang besar yang menggantikan posisi jari Tari.

"Tari itu apa?" tanyaku.

"Ini adalah benda kesukaanku" Tari masih menggesekkan benda itu ke belahan pantatku.

"Daddy pasti bakalan suka dengan benda ini, agak sakit dikit tapi nanti lama-lama ketagihan kok daddy". Aku sudah tahu dengan benda itu meskipun tidak melihatnya. Dildo hitam legam yang ada dilaci yang aku lihat sebelum tidur. Keringatku bercucuran aku takut sekali.

Pelan tapi pasti benda itu mencoba masuk dan menyeruak kedalam anusku. "Non, sakit...pelan-pelan..." aneh sekali aku meminta Tari agar memelankan, bukan membatalkan apa yang dikerjakannya, seperti aku ingin juga menikmati proses itu. Aku menggigit bantal yang ada didekatku ketika dildo itu menocba untuk masuk. Ternyata diameter dildo itu kecil, aku merasakan ada yang masuk kedalam lubangku. "Non, itu apa?" tanyaku penasaran. "Ini jari aku sayang, kenapa? enak kan daddy?".

"Iii, iya...pelan pelan tapi ya sayang" ternyata aku menikmati jari yang masuk itu, ini aneh sekali. 

Apakah aku sekarang sudah siap menjadi vers?

Sungguh perasaan yang campur aduk, biasanya aku merasakan sakit tapi kali ini tidak, mungkin karena lunricant itu.

"Daddy siap ke next level?" tanyanya. "Mmm, maksudnya apa next level Tari?" aku bingung.

Bemda tumpul itu kembali masuk perlahan kedaam lubangku, Tari tidak menjelaskan pertanyaanku. Kali ini aku merasakan benda yang besar menyeruak memasuki tubuh ini, aku merasakan seperti akan buang air besar. "Akhhhhhh...akhhh...akhhhh" teriaku didalam bantal diiringin dengan keluar masukknya dildo dalam tubuhku. Aku seperti menikmati dildo itu di lubangku.

"daddy...daddy..." Tari menampar-nampar pipiku.

Aku terbangun dari mimpiku, Tari kebingungan dengan  diriku yang sedang mengigau. "Daddy kamu mimpi apa?" tanyanya. "Eh, engga...itu tadi aku mimpi kita ngewe. Cuma kamu mainin dildo kamu yang dilaci masukin ke lubangku non. Itu mimpi baik atau buruk ya non? ya ga tau deh" jawabku memperjelas. "Ih, kok kamu tau aku punya dildo sih cem?" Tari tersipu malu.

"Ya tau lah, orang kebuka semalem non. Ya kan keliatan dari pandangan aku", jelasku sambil menuangkan minuman. "Enak ga non pakai itu?" tanyaku sebelum menenggak air putih sambil tersenyum. "iiihhh, apaan sihhh..." ia malu sekali.

Batangku kala itu sedang keras kerasnya, morning wood kalau kata orang-orang. Terang saja ruangan dingin waktu itu, setengah empat pagi. Memang kebiasaan aku juga untuk bangun pada jam-jam tersebut. Aku ke toilet untuk menyikat gigi. Sekembalinya aku menuju tempat tidur, Tari sedang membuat teh hangat. Namun ada pemandangan berbeda saat itu, iya membuka ikat pinggang kimono yang iya pakai untuk tidur semalam. Ia menggunakan lingerie 2 pieces berwana hitam.

Aku mendekatinya, menepuk pantatnya dan berkata "sexy banget pagi-pagi udah bikin teh pake lingerie". Tari tersenyum malu, "Dih apaan sih, cem. Cubit nih..." sambil mencubit perut kiriku yang berlemak dan aku mencoba menghindar namun terlambat. "Adududuh...sakit non, ampun" cubitanya membekas merah. "Sensi banget, masih pagi padahal" aku memeluknya dari belakang mencium rambutnya yang masih wangi. Tari mengikat kembali rambutnya, "Kamu tau ga kalo aku suka banget kalo liat cewe ngiket rambut gini? sexy" tanganku memegang kedua buah dadanya sambil meremas pelan, batangkku yang mengeras aku dekatkan ke pantatnya. "Ah, masa sih cem? emang kenapa gt?kan biasa aja padahal".

Tari seperti tidak merespon dengan apa yang aku lakukan. Aku ingin sekali di-notice olehnya waktu itu. "Iya keliatan sexy walaupun dari belakang, apalagi toketnya padet gini non" Tanganku masku ke bra-nya dan memilin pentil buah dadanya. Telinga kanannya kujilat dan kugigit lembut. Tari merespon dengan menciumku dari samping. Aku masih ingin menjamah dan membangunkan gairahnya dari belakang. Tangan kiriku turun ke area miss v nya, aku langsung menuju klitorisnya, kumainkan sampai basah. Aku Tarik Tari sampai aku terduduk dipinggir ranjang dan aku memangkunya.

Goyangan pinggulnya membuat batangku semakin tahan untuk mengeras, "Akhhh...ga kepagian daddy?". "Engga kok sayang..." jawabku berbisik.

Aku buka kimono dan branya. Ia berbalik arah mengahadapku. Dibusungkannya payudaranya kearah mulutku, respon spontan aku langsung melahap payudaranya "slurrpphhh..." bunyi payudara yang kuhisap, disambut lenguhan Tari "oughhh, enak daddy". Sungguh perasaan yang sangat berbeda ketika aku dipanggil daddy.

Kaki Tari yang mulus naik ke ranjang, aku masih menggendongnya dan payudaranya masih menjadi santapan pagiku. Sambil mengerjai payudaranya, miss v nya aku gesekkan dengan penisku. Sensasi yang berbeda ketika kelaminku dan Tari bertemu dengan pembatas lingerienya dan boxer ku, gesekkan itu membuat batang ini tak sabar masuk ke miss v nya.

Namun Tari sudah terbakar gairahnya saat itu, badanku direbahkannya dan ia membuka celana lingerinya, aku berani bersumpah bagian ini Tari tampak sexy seperti penari striptease! Miss v nya ditutupi oleh bulu pubis yang tidak terlalu lebat. Ia berlutut diatasku, kepalaku tepat diatas miss vnya. Diturunkannya pinggul itu perlahan, wangi khas miss v santer  sekali, sangat meningkatkan syahwat.

Aku menjilati miss v yang tersaji diatasku, lidahku bermain di area itu, menjilat menghisap dan menusuk miss v nya dengan ludahku. "Akkhhh yesss daddy..." Tari seperti sudah tidak bisa menahan gejolak yang ada didalam tubuhnya. "Akhhhh, daddy yess...yess... AKKHHHHHHHH..." Paha tari menekan mukaku dan aku bisa merasakan getaran orgasme itu, cairan sedikit kental keluar dari miss v nya kulumat habis. Aku mainkan klitorisnya agar iya mencapai multi orgasme. "Daddy teruss... yess...enak sayang, teruss akhhh..." rintih tari menikmati lidahku.

Lunglai, lemas, Tari bergetar bak vibrator.

TariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang